Mubadalah.id – Siapakah di sini pembaca yang sudah menikah? Atau siapakah di sini pembaca yang masih tinggal bersama kedua orang tua? Apakah kehidupan rumah tangga dan keluarga yang kalian jalani sudah cukup bahagia? Atau nyatanya diliputi dengan kekerasan? Apakah kalian tahu apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang sering kali terjadi dalam rumah tangga?
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 1 menjelaskan, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Film series MAID, menampilkan potret seorang perempuan bersama satu anak perempuannya yang berjuang untuk keluar dari kekerasan dalam rumah tangga. Tokoh utama dalam film series ini bernama Alex, ia memiliki seorang putri bernama Maddy. Alex mengalami kekerasan psikologis dalam rumah tangganya.
Kekerasan psikologis atau kekerasan psikis yang dialami oleh Alex berupa perbuatan suaminya yang mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan kehilangan rasa percaya diri. Keadaan tersebut diperparah dengan trauma masa lalu, di mana saat dirinya masih berusia anak, ia juga telah mengalami kekerasan psikis akibat perbuatan Ayahnya kepada Ibunya.
Alex tak mengulangi apa yang dilakukan oleh Ibunya ketika mengalami kekerasan dalam rumah tangga, yang mana saat itu Ibunya memilih untuk pergi ke Alaska tanpa meminta bantuan kepada siapapun, terutama pemerintah. Ketika Alex mengalami kekerasan, ia pergi menuju dinas sosial bersama dengan Maddy untuk meminta bantuan dan pertolongan. Akhirnya, Alex dan Maddy diarahkan untuk mendatangi rumah penampungan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Series ini menampilkan peran pemerintah beserta lembaganya yang cukup baik dalam menangani dan membantu korban kekerasan dalam rumah tangga. Alex sendiri dalam series tersebut mendapatkan tujuh bantuan sosial yang membantunya untuk keluar dari keterpurukan. Bantuan tersebut mulai dari bantuan pekerjaan, subsidi rumah, subsidi tempat penitipan anak, dsb.
Meskipun dari beberapa aspek tentunya masih banyak hal yang dapat dikritisi mengenai prosedur dan kualitas pelayanannya, cerita dari series ini mengenai peran pemerintah dalam menangani kasus KDRT dapat menjadi refleksi dan bahan pembelajaran untuk penanganan kasus KDRT, bahkan kasus kekerasan seksual di luar pernikahan, yang lebih baik di Indonesia.
Peran pemerintah kiranya dapat terus diupayakan secara maksimal untuk menangani kasus-kasus KDRT dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Feminisme gelombang kedua yang melahirkan slogan the personal is political, dapat menjadi dasar untuk meligitamisi perlunya peran pemerintah masuk ke dalam hal-hal yang privat apabila tindakan tersebut memang sangat dibutuhkan. Slogan tersebut berpandangan bahwa setiap hal yang terjadi di ranah privat juga merupakan suatu proses sosio-politik, di mana relasi perempuan dan laki-laki di tingkat paling pribadi merupakan wujud nyata relasi kekuasaan.
Dalam konteks Indonesia, slogan tersebut dapat menjadi dasar untuk mengejawantahkan amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan pandangan hidup yang tertuang dalam Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kiranya, masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam konteks pelayanan kasus KDRT dan kekerasan seksual. Salah satu yang dapat menjadi gambaran perlunya pembenahan akibat buruknya pelayanan kasus KDRT dan kekerasan seksual yaitu kasus yang diberitakan oleh projectmultatuli.org tentang tiga orang anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan tersebut dilakukan oleh Ayahnya yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ibu dari tiga anak yang menjadi korban tersebut berupaya melaporkan terduga pelaku ke pihak kepolisian, ironisnya kasus tersebut dihentikan oleh polisi. Bobroknya proses pelayanan pengaduan kasus kekerasan ini bermula dari P2TP2A, Dinas Sosial Luwu Timur . Alih-alih melindungi korban, petugas pelayanan justru mempertemukan korban dengan terduga pelaku. Kemudian, kasus tersebut dihentikan oleh kepolisian karena dianggap cacat prosedur.
Melihat kenyataan yang ada akhir-akhir ini, di mana kasus KDRT dan kekerasan seksual banyak terjadi dan bagaimana buruknya pelayanan dalam penanganan kasus-kasus yang ada, film series MAID menjadi refleksi yang begitu revelan dan dapat menjadi acuan mengenai pelayanan kasus-kasus KDRT dan kekerasan seksual.
Tak mudah bagi korban kasus kekerasan baik kekerasan dalam rumah tangga (fisik, seksual, psikologis, dsb) maupun kekerasan seksual berbasis gender di luar pernikahan untuk dapat membela diri, dan bangkit keluar dari keterpurukan yang ada. Melalui series MAID kita melihat potret perjuangan perempuan untuk keluar dari kekerasan yang dialami, dan bagaimana seharusnya pemerintah beserta lembaganya dapat membantu korban untuk pulih. []