• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Membaca Pengalaman Ibu Ha Young Eun NWABU dengan Perspektif Mubadalah

Seorang perempuan tentu saja bisa bekerja dan memiliki penghasilan, bahkan sebelum menikah pun mereka berdaya. Hanya saja ketika mengasuh anak, mereka sibuk dengan tanggung jawabnya hingga tak sempat memikirkan hal lain

mahdiyaazzahra mahdiyaazzahra
11/01/2022
in Film
0
Giulia Tofana

Giulia Tofana

226
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seorang perempuan, istri, dan ibu dari berbagai belahan dunia mana pun pasti merasakan dampak budaya patriarki. Entah itu di Indonesia, Barat, maupun Korea Selatan. Banyak sekali drama korea yang menggambarkan bagaimana kondisi seorang perempuan saat terdampak budaya patriarki sebagaimana drama Now We Are Breaking Up tentang ibu Ha Young Eun.

Ha Young Eun adalah tokoh utama dalam drama tersebut. Ibunya memutuskan bercerai segera setelah suaminya pensiun. Selama bertahun-tahun ibunya bertahan karena memikirkan nama baik suaminya sebagai guru. Ketika pensiun, ia merasa tak memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baik suaminya lagi.

Alasan Ibu Ha Young Eun ingin bercerai sangat kompleks, permasalahan bertahun-tahun yang ia pendam sendiri tanpa ada yang memahami sama sekali. Suatu hal yang ia tahan dan ingin meledak saat waktunya tiba.

Jelas salah satu akar permasalahannya adalah komunikasi. Namun masalahnya jika satu pihak bisa mengomunikasikan kondisinya, apakah pihak lain bisa menerima dan menghargainya? Ataukah justru mengabaikannya? Seringkali keluhan dan ketidaknyamanan istri diabaikan dengan dalih suami sudah susah payah mencari nafkah. Sedang istri sangat enak tidak lelah bekerja.

Namun benarkah demikian? Benarkah seorang istri bahagia dan hidup enak di rumah tanpa bekerja di luar rumah? Berikut adalah masalah-masalah ibu Ha Young Eun dan mari kita baca dengan mubadalah.

Baca Juga:

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Jalan Mandiri Pernikahan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

  1. Kehilangan Kesempatan Mengaktualisasi Diri

Ibu Ha Young Eun melahirkan Ha Young Eun dan sibuk mengurusnya sendiri hingga dewasa. Sebagaimana kebanyakan ibu yang lain, mereka merelakan kehidupannya untuk mengasuh anaknya. Bagi kebanyakan ibu, mendidik dan mengasuh adalah tanggung jawab besar yang harus diemban sendiri.

Namun tak hanya sebatas itu, banyak sekali ibu yang mengasuh anaknya sendiri karena membantu suaminya. Menafkahi anak adalah tanggung jawab ayah, artinya segala kebutuhan anak termasuk pengasuh adalah tanggung jawabnya. Namun tak semua ayah sanggup membayar pengasuh atau daycare sehingga sang ibu membantu ayah untuk mengasuh anaknya sendiri.

Seorang ibu kemudian merelakan kehidupan, passion, dan cita-citanya demi anaknya. Ketika anaknya sudah mulai besar dan bisa ditinggal banyak perempuan sudah memasuki usia cukup tua untuk memulai hidupnya lagi. Ada pula yang kemudian hamil dan melahirkan terus menerus.

Seorang perempuan tentu saja bisa bekerja dan memiliki penghasilan, bahkan sebelum menikah pun mereka berdaya. Hanya saja ketika mengasuh anak, mereka sibuk dengan tanggung jawabnya hingga tak sempat memikirkan hal lain.

Jangan dikira mengasuh anak di rumah itu menyenangkan. Tanpa mengesampingkan kebahagiaan memiliki anak, mengasuh anak adalah pekerjaan yang sangat melelahkan dan membosankan. Banyak perempuan tak lagi bersosialisasi, tidak punya waktu untuk diri sendiri, tak bisa melakukan hobinya. Bisa dibayangkan betapa jenuhnya itu? Bayangkan jika kita libur dari kantor dan bayangkan jika libur itu berlaku selama bertahun-tahun, maka kita akan jenuh.

Masih mending jika libur kita bisa bertemu teman, melakukan hobi, tapi seorang ibu harus selalu mengajak anak kemana pun ia pergi. Tentu bukan hal mudah ketika kita ingin bersenang-senang lalu anak ingin pipis atau pup kan?

  1. Dianggap Tidak Bekerja

Saat ibu Ha Young Eun mengajukan cerai dan meminta rumah, suaminya mengatakan bahwa ia yang bekerja hingga mereka memiliki rumah. Ia mengatakan bahwa istrinya tidak bekerja. Padahal bukan tidak bekerja namun tidak diberi kesempatan bekerja di luar.

Tentu saja ia bekerja di rumah, memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak. Semua itu jika dikerjakan orang lain merupakan anggaran pengeluaran yang cukup besar. Padahal segala keperluan itu adalah tanggung jawab suami, namun istri berkhidmat untuk keluarganya. Ia berkhidmat karena suami memiliki tanggung jawab nafkah dan harus pergi keluar.

Seorang istri tentu bisa saja bekerja di luar dan memiliki penghasilan jika ia diberi kesempatan. Jika ia dibebaskan dari tanggung jawab mengasuh anak (dicarikan pengasuh atau membayar daycare) dan dibebaskan dari memasak serta mengurus rumah. Artinya jika suami mampu membayar Asisten rumah tangga maka istri bisa pergi keluar dan memiliki penghasilan sendiri.

Istri tetap di rumah karena suami tak sanggup membayar itu, dan istri menggantikan pekerjaan ART dengan gratis. Bahkan tak ada nominal yang mampu mengganti khidmatnya seorang istri dan ibu bukan?

  1. Kehilangan Jati Diri

Ketika istri diajak suami pergi, seringkali mereka dikenalkan sebagai istrinya suaminya atau ibunya anaknya. Karena bekerja di rumah, orang tak akan menghargai posisinya dan tak ada yang mengingat namanya. Suaminya bermarga Ha sehingga ia dipanggil Nyonya Ha (istri pak Ha) dan ia akan dikenal sebagai Nyonya Ha, dan anaknya bernama Young Eun, ia dikenal sebagai Young Eun Eomma (Ibunya Young Eun).

Tak ada yang mengenal namanya sebagai dirinya sendiri. Tak ada yang mengenal dan menghargainya sebagai dirinya. Ia dihargai karena ia istrinya Pak Ha dan diingat sebagai Ibunya Young Eun.

  1. Menjadi Pengasuh Suami

Beberapa kali ibu Young Eun ingin pergi berlibur bersama teman-temannya. Namun suaminya tak mengizinkannya pergi hanya karena tak ada yang memasak untuknya. Bertahun-tahun ia melayani suaminya, namun beberapa hari saja tak diizinkan untuk pergi. Dalam hal ini apakah istri itu seorang pasangan ataukah pengasuh? Padahal makan adalah kebutuhan pribadi yang harus dipenuhi sendiri, namun dalam hal ini banyak sekali suami manja dan tidak tahu diri.

  1. Mengalah dengan Suami

Hanya karena suami menjadi pencari nafkah, keputusan suami bersifat mutlak dan kebutuhan suami harus didahulukan. Dalam hal ini ibu Young Eun tak bisa makan nasi keras, sedang suaminya suka makan nasi keras. Bertahun-tahun ia kesulitan menelan nasi, seringkali ia tambahkan air ke dalam nasinya hanya karena mengalah pada suaminya.

Banyak sekali suami ingin selalu dihargai dan dipahami hanya karena ia menafkahi. Sedangkan istri harus hidup menderita bertahun-tahun hanya karena tak memiliki tanggung jawab menafkahi. Lalu dimanakah seorang istri bisa hidup dengan nyaman sesuai dengan kehendaknya? []

Tags: FilmKesalinganKesetaraanm Keadilanprinsip mubadalahrumah tanggaa
mahdiyaazzahra

mahdiyaazzahra

Mompreneur. Soap maker. Zerowasterian. Pesantren Digital Rafiqutthullab. Bisa disapa di instagram @mahdiyaazzahro

Terkait Posts

Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Film Cocote Tonggo

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

31 Mei 2025
Film Cocote Tonggo

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

28 Mei 2025
Self Awareness

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

24 Mei 2025
Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

21 Mei 2025
Film Pendek Memanusiakan Difabel

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID