Mubaadalahnews.com,- Resolusi dua tahunan berjudul “Violence Against Women Migrant Workers”, yang negosiasinya dipimpin oleh Indonesia dan Filipina, dengan disponsori oleh 47 negara, berhasil disahkan kembali secara konsensus di Markas Besar PBB di New York, Selasa (19/11).
Resolusi PBB tentang perlindungan pekerja migran perempuan tersebut pertama kali digagas kedua negara sejak 1993. Resolusi tersebut itu bertujuan untuk meningkatan kesadaran negara-negara anggota PBB mengenai pentingnya penghormatan hak-hak pekerja migran perempuan dan keluarganya, utamanya perlindungan dari tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Perlindungan pekerja migran perempuan dari kekerasan dan pelanggaran HAM adalah suatu bentuk penghormatan atas kontribusi positif pekerja migran perempuan dalam mendorong pertumbuhan inklusif,dan pembangunan berkelanjutan,” kata Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB di New York dikutip dari sinarharapan.id.
Dubes Triansyah Djani lebih lanjut menjelaskan bahwa Resolusi ini juga menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja migran, adalah hambatan utama untuk pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Di saat isu terkait migrasi menjadi perdebatan hangat di PBB, Indonesia dan Filippina berhasil menjembatani tercapainya kesepakatan atas isu-isu yang menjadi perdebatan.
Antara lain terkait tingginya kerawanan pekerja migran perempuan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Pekerja migran perempuan juga masih mengalami pelanggaran atas hak-hak pekerja dan prinsip kerja layak.
Serta upaya meningkatkan perlindungan pekerja migran perempuan, melalui proses keimigrasian yang aman, tertib dan prosedural.
Adopsi resolusi ini semakin mengukuhkan pengakuan dunia atas kepemimpinan Indonesia dalam kancah internasional, khususnya dalam agenda perlindungan pekerja migran.
Hampir satu tahun yang lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga menjadi salah satu wakil presiden dalam Konferensi Antar-Pemerintah yang mensahkan “Global Compact for Safe Orderly and Regular Migration” (GCM) di Maroko.
Diplomasi perlindungan HAM Indonesia akan terus digaungkan di tataran multilateral, diantaranya melalui keanggotan RI dalam Dewan HAM PBB, mulai 1 Januari 2020 sampai 31 Desember 2022.
Sumber: PTRI New York