• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Minyak Goreng, Kenaikan Harga, dan Keresahan Masyarakat

Isu kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng bukanlah sekadar isu domestik di kalangan ibu-ibu, yang masih dilabeli dengan peran domestik sebagai pengelola dapur di rumah tangga

Irma Khairani Irma Khairani
20/03/2022
in Publik
0
Minyak Goreng

Minyak Goreng

179
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setelah kehebohan minyak goreng yang sulit untuk didapatkan, baru-baru ini Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mencabut peraturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk harga minyak goreng kemasan di pasar, di mana sebelumnya HET dari minyak goreng kemasan sebesar Rp. 14.000. Setelah mengalami kenaikan harga, sontak minyak goreng kemasan tersebut ramai memenuhi jajaran rak toko-toko swalayan.

Harga minyak goreng kemasan melambung tinggi, bahkan sampai di atas Rp. 40.000 untuk ukuran 2 liter. Kenaikan ini tentu menjadi keresahan, dan dibincangkan dimana-mana karena menyulitkan banyak pihak.

Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP memberikan respons terkait kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan ibu-ibu antre di toko-toko swalayan hanya untuk membeli minyak goreng. Dirinya heran mengapa ibu-ibu rela antre. Jika dirinya yang harus mengantre, dia sudah pasti tidak akan mau. Dia pun berpendapat, masih ada acara lain untuk memasak yaitu dengan direbus atau dikukus.

Bahkan, Megawati Soekarno Putri berkomentar dan mengkritik ibu-ibu yang saat ini menurutnya kebanyakan terlihat gendut, dan menilai itu merupakan dampak dari konsumsi minyak goreng sebagai bahan pengolah makanan.

Isu kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng bukanlah sekadar isu domestik di kalangan ibu-ibu, yang masih dilabeli dengan peran domestik sebagai pengelola dapur di rumah tangga. Isu ini merupakan bagian dari masalah bersama setiap elemen masyarakat, di mana dengan apa yang terjadi banyak pihak yang juga terkena dampaknya.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Ibu Megawati mungkin tidak akan merasakan bagaimana lelahnya ibu-ibu yang mesti antre untuk mendapatkan minyak goreng, belum lagi harus memutar otak mengalokasikan uang belanja yang pas-pasan. Bahkan, permasalahan ini juga dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga akibat kondisi perekonomian keluarga yang rentan terganggu. Berbagai permasalahan tersebut kitalah sebagai masyarakat yang merasakannya secara langsung.

Kenaikan Harga, Bukan Hanya Persoalan Ibu Rumah Tangga

Nadya Karima Melati, dalam salah satu essainya yang berjudul “Kenaikan Harga Cabai bukan Salah Ibu-Ibu Bergosip” yang terdapat dalam buku Membicarakan Feminisme, merespons pernyataan Menteri Amran Sulaiman mengenai statement yang meminta para ibu-ibu untuk berhenti bergosip dan bergerak menanam cabai untuk menangani permasalahan kenaikan cabai yang sedang terjadi.

“Saya tidak habis pikir mengapa persoalan cabai dipikir sekadar masalah rumah tangga seakan-akan Amran Sulaiman tidak pernah berkunjung ke restoran Padang di mana sambal hingga rendang membutuhkan setidaknya berkilo-kilo cabai. Urusan kenaikan cabai bukan sekadar persoalan domestik ibu rumah tangga, tetapi perekonomian yang lebih luas.” Ujar Nadya.

Pemerintah saat ini bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyepakati untuk memberikan subsidi minyak goreng curah agar harganya Rp. 14.000 per liter, dan mungkin saja ini merupakan salah satu solusi yang diberikan oleh pemerintah dari ditariknya HET untuk minyak goreng kemasan sehingga masyarakat yang tak mampu membeli minyak kemasan dapat berpaling membeli minyak curah.

Namun, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa perbedaan antara minyak goreng curah dengan kemasan adalah kualitasnya. Dengan mencabut peraturan mengenai HET dan memberikan subsidi minyak goreng curah, pemerintah semakin mempertebal gap antara masyarakat kelas atas dengan kelas menengah ke bawah.

Bagi masyarakat yang tak mampu untuk membeli minyak goreng kemasan, mereka akhirnya membeli minyak goreng curah. Dilansir dalam Tempo.co, mereka yang mengonsumsi minyak goreng curah lebih rentan untuk mengalami penyakit seperti diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak. Hal tersebut karena adanya pemanasan suhu tinggi antara 200-250 derajat celcius pada minyak goreng curah.

Tentu, penggunaan minyak goreng apapun dalam pengolahan makanan tetap saja memiliki dampak tersendiri terhadap kesehatan, dan anjuran ibu Megawati agar masyarakat Indonesia mulai mengonsumsi makanan yang direbus atau dikukus dapat menjadi opsi yang baik jika berbicara dalam konteks kesehatan. Namun, dengan kebijakan yang ditetapkan saat ini bukan kesehatan masyarakat yang nanti akan membaik, tetapi gap antar kelas dalam masyarakatlah yang semakin tebal, dan kesenjangan semakin meningkat.

Jika boleh meniru apa yang disampaikan Nadya, saya ingin berkata seperti ini “saya tidak habis pikir mengapa persoalan minyak goreng dipikir sekadar masalah rumah tangga seakan-akan ibu Megawati tidak pernah makan dan merasakan enaknya ayam goreng. Ibu Megawati tak tahu bagaimana rasanya kesulitan membagi-bagi uang belanja, apalagi kalau pas-pasan. Kenaikan harga minyak goreng bukan sekadar persoalan domestik ibu-ibu yang mengantre, tetapi perekonomian yang lebih luas.” []

Tags: feminismeibu rumah tanggakeluargaMinyak GorengPemerintah Indonesiaperempuan
Irma Khairani

Irma Khairani

Irma telah rampung menamatkan studi sarjana Ilmu Politik di Universitas Nasional. Isu gender, pendidikan, dan politik adalah minatnya, saat ini aktif di komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID