• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

Thoah Jafar Thoah Jafar
30/03/2022
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

Qadha Puasa, dan Praktik Kesalingan dalam Fikih Mubadalah

242
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berikut ini penjelasan terkait qadha puasa, dan praktik kesalingan dalam fikih Mubadalah. Kehadiran bulan penuh berkah, Ramadan, tinggal dalam hitungan hari. Rasa gembira, semangat beribadah, serta niat menambah amal dan kebaikan pun menggebu-gebu di dalam dada. Namun, layak kah jika bulan suci hanya disambut seabrek rencana dan ekspektasi? Patut kah menyongsong bulan kemuliaan tanpa diawali permenungan, introspeksi, dan evaluasi?

Salah satu kewajiban mengevaluasi sebelum memasuki bulan suci adalah dengan mengingat-ingat seberapa banyak utang puasa yang belum tuntas dibayar, atau qadha puasa? Proyeksi ibadah seperti apa yang pada tahun lalu menguap begitu saja?

Selayaknya proses evaluasi pada urusan-urusan lainnya, penilaian diri dalam menyambut kedatangan bulan puasa juga membutuhkan sosok yang lain. Apalagi mengenai tanggungan utang atau qadha puasa yang terasa begitu personal, dan tak gampang diketahui orang-orang.

Dalam hadis qudsi, Allah SWT berfirman, “Semua amal ibadah anak Adam untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Puasa merupakan persembahan khusus dan langsung sebagai bentuk penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dengan keistimewaan kedudukan ibadah tersebut, maka kedisiplinannya benar-benar perlu dilakukan secara kemitraan dengan individu lain terdekat, sekadar untuk saling mengingatkan.

Baca Juga:

Jalan Mandiri Pernikahan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Soft Spoken: Menanamkan Nilai Tata Krama pada Anak Sedari Kecil

Kritik tanpa Kesalingan: Ketika Patriarki Jadi Senjata Sepihak

Menunaikan Fungsi Pernikahan

Pernikahan ialah ibadah, sekaligus bertujuan ibadah. Allah SWT berfirman, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa:1).

Amanat pemaknaan ini juga tertera jelas melalui sabda Rasulullah Muhammad SAW, “Barangsiapa yang sudah melaksanakan perkawinan maka dia telah membentengi setengah agamanya, maka bertakwalah kepada Allah dari separuh lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

Satu tarikan makna yang perlu digaris-bawahi dalam konteks pernikahan sebagai bentuk ibadah adalah pesan kesalingan. Pernikahan yang terbentuk dari sebuah ikatan/kesepakatan kokoh (mistaqan ghalidza), merupakan media kesalingan antara suami dan istri.

Kesalingan tersebut bisa dituangkan dalam sikap saling mencintai, saling melindungi, saling menolong, saling menghormati, saling memenuhi hak dan tanggung jawab, saling meringankan beban, saling berbagi, dan segala bentuk kesalingan lain yang berorientasi menuju kebaikan. Termasuk, saling mengingatkan untuk menjalankan ketakwaan kepada Allah SWT.

Meninggalkan puasa Ramadan sebab uzur syar’i menghadirkan konsekuensi untuk mengqadha puasanya di lain hari. Jika ditunda-tunda dengan sengaja tanpa alasan khusus hingga tiba bulan puasa berikutnya, maka sebagian besar ulama menghukuminya berdosa. Mengqadha puasa sebelum datang Ramadan selanjutnya adalah kewajiban.

Ada sebuah kaidah fikih yang menyebutkan ‘Ma laa yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib‘ (Segenap prasyarat kesempurnaan suatu kewajiban, hukumnya wajib). Maka, saling mengingatkan untuk menunaikan utang puasa, oleh suami dan istri sudah barang tentu menjadi sebuah kewajiban.

Kesalingan Menjelang Puasa

Mengqadha puasa Ramadan wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha puasa Ramadan adalah lebih dari cukup, yakni hingga di bulan puasa berikutnya.

Meskipun begitu, rentang setahun yang tak lain sepuluh kali lipat dari bulan puasa itu pada faktanya tidak menjamin semua orang untuk berkesempatan membayar utang puasanya. Alasannya bermacam-macam, bisa sakit, cuek, terlampau santai, lupa, bahkan menganggap enteng dengan terus menunda-nunda.

Di sinilah peran pasangan sangat dibutuhkan. Perempuan sebagai makhluk yang sudah nyaris pasti memiliki utang puasa Ramadan lantaran haid maupun nifas, sejatinya memerlukan bimbingan sang suami untuk turut mampu mengurangi beban tersebut; dengan mengqadha puasa sedikit demi sedikit.

Kata ‘membimbing’ tidak harus dikonotasikan dengan kepemimpinan. Dalam konteks kali ini, bisa jadi membimbing adalah beriringan, bermesraan, dengan niat menghamba kepada Tuhan.

Contoh simpelnya, apa susahnya jika seorang suami menanyakan ke istri di hari-hari jelang Ramadan, “Kamu punya utang puasa berapa? Yuk, saya temenin puasa mulai besok.” Atau, “Kamu tidak bikin sarapan karena puasa ya? Oke, saya buat sendiri. Sekalian, nanti sore mau berbuka puasa dengan apa? Nanti saya yang masak.”

Komunikasi semacam ini jauh lebih penting ketimbang sang suami yang merasa cakap agama, tetapi memaknai amanat membimbing pasangannya melulu dalam konteks pengajaran yang cenderung menyalahkan maupun membenarkan, tanpa kesalingan.

Pernikahan adalah ibadah, sekaligus media meraih nilai-nilai ibadah. Kedua prinsip itu cuma bisa direngkuh oleh sepasang manusia yang saling mencintai, saling berbagi, dan saling mengingatkan jalan menuju kebaikan dengan bahasa dan perilaku penuh kedamaian.

Demikian qadha puasa, dan praktik kesalingan dalam fikih Mubadalah. Semoga bermanfaat. []

Tags: Fikih MubadalahHukum SyariatKesalinganQadha Puasaramadan
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version