Mubadalah.id – Dalam tradisi ikhwan (secara istilah: bermakna persaudaraan antar pengikut tariqat, dalam hal ini Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN)) TQN Pondok Pesantren Suryalaya, salawat Bani Hasyim merupakan salah satu amaliyah yang memiliki banyak faidah bagi para pengamalnya, terutama tentang hajat dan meminta pertolongan dalam kondisi yang sangat mendesak. Berikut redaksinya
اللهم صل على النبي الهاشمي محمد وعلى اله وسلم تسليما
Allāhumma Ṣalli ‘ala an-Nabiyyi al-Hāshimī Muḥammad wa ‘Alā ‘Ālihi wa Saliim Taslīmā.
Dalam literarur lisan yang dipercaya dan masyhur, salawat ini didapatkan oleh Abah Sepuh (Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad) saat diminta oleh Gurunya, Syekh Tolhah Kalisapu Cirebon, untuk mengambil ijazah dan ngalap barokah kepada Syekh Kholil Bangkalan.
Di antara 12 orang murid Syekh Tolhah yang diminta untuk berangkat dari Cirebon ke Madura, hanya Abah Sepuh seorang diri sajalah yang dapat tiba di Madura dan bertemu Syekh Kholil. Oleh beliau, Abah Sepuh diberikan ijazah salawat Bani Hasyim ini dan kemudian diberikan pula perahu, yang dapat dinaiki untuk satu orang, untuk kembali ke Cirebon.
Siapa yang dapat menyana, salawat Bani Hasyim ini menjadi keistimewaan untuk Abah Sepuh bahkan sejak pertama kali diberikan kepadanya. Dengan melantunkan salawat tersebut, Abah Sepuh dapat sampai kembali di Cirebon dengan selamat dan waktu yang tergolong cepat. Kedatangan Abah Sepuh telah dinanti oleh Gurunya, Syekh Tolhah/Mama Guru Agung, dengan bahagia karena muridnya tersebut telah selesai menjalankan tugas yang diberikan olehnya dengan baik.
Oleh Abah Sepuh, salawat Bani Hasyim ini diijazahkan kembali kepada anaknya, Abah Anom, untuk terus diamalkan dan dilestarikan. Salawat ini bagi para pengamalnya memiliki banyak keistimewaan yang berbeda antara satu pengamal dan pengamal lainnya. Hal tersebut dikarenakan hajat dan masalah kehidupan manusia yang berbeda-beda. Hingga saat ini, salawat tersebut masih terus dilantunkan dan diamalkan sebagai wirid oleh para pengamal TQN Pon.Pes Suryalaya.
Semua umat Muslim mengakui, bahwa membaca salawat kepada Kanjeng Nabi memiliki banyak manfaat dan merupakan perintah-Nya (QS. Al-Ahzab: 56), sehingga tidak sedikit kaum muslimin-muslimat yang memberikan waktu khusus untuk dapat membaca salawat kepada Kanjeng Nabi dengan beragam bacaan dan jumlah tertentu.
Tidak hanya syafaat akhirat yang akan diterima oleh para pembacanya, tetapi juga syafaat dunia yang dapat langsung dirasakan oleh mereka. Bagaimana salawat ini dapat menjadi penolong di dunia? Salah seorang wakil talkin dari Abah Anom, Almarhum KH. Nur Muhammad Suharto, menjelaskan hal tersebut dengan mengklasifikasinya menjadi dua kategori:
Pertama, pertolongan yang bersifat zahir. Salawat dapat menjadi penolong di dunia bagi siapapun yang dengan tulus-ikhlas melantunkannya kepada Kanjeng Nabi. Seperti para pengamal salawat Bani Hasyim, salawat ini terbukti banyak memberikan pertolongan-pertolongan duniawi kepada mereka, seperti terhindar dari hujan, selamat dari begal, dimudahkan pada saat ujian, penyakit tumor yang menghilang, dan masih banyak lagi.
Pertolongan-pertolongan yang dapat dibuktikan pula oleh orang lainnya ini adalah pertolongan yang merupakan buah dari pengamalan salawat yang bersifat zahir atau dapat diinderai (dibuktikan dan dirasakan oleh kelima panca indera).
Kedua, pertolongan yang bersifat batin. Salawat dapat menjadi penolong yang bersifat batiniyyah adalah ketika ia dibacakan, ia dapat memberikan pengaruh pada ketenangan, kedamaian, kerelaan, dan kebahagiaan jiwa para pembacanya. Menurut KH. Nur Muhammad Suharto, pengaruh tersebut dapat dirasakan apabila setiap insan mampu menghayati setiap kalimat berikut makna yang terkandung dalam salawat yang diwiridkan.
Khususnya salawat Bani Hasyim, dalam salawat tersebut ditegaskan bahwa Kanjeng Nabi adalah seorang Nabi yang berasal dari bangsawan Bani Hasyim. Seperti yang tertulis dalam sejarah, Hasyim bin Abdul Manaf adalah buyut Kanjeng Nabi dari jalur ayahnya, dan marga Bani Hasyim merupakan marga paling terhormat dalam suku Quraisy. Mereka yang terlahir dari garis keturunan ini merupakan orang-orang terpandang di Makkah. Hingga saatnya Kanjeng Nabi diutus menjadi rasul, pertentangan datang para pemuka sosial di sana, termasuk oleh pamannya sendiri yang juga berasal dari kaum Bani Hasyim, ia adalah Abu Lahab.
Nama Abu Lahab tentunya tidak asing bagi setiap umat Muslim, karena namanya dan isterinya diabadikan dalam Alquran berserta karakternya yang sangat memerangi ajaran yang dibawa oleh Kanjeng Nabi (lihat QS. Al Lahab 1-5). Abdul Uzza bin Abdul Muthallib adalah nama asli dari Abu Lahab, ia ditakdirkan lahir sebagai tokoh yang memerangi dakwah Kanjeng Nabi yang berasal dari keluarganya sendiri. KH. Nur Muhamamd Suharto menambahkan, dalam konteks salawat Bani Hasyim, di dalamnya kita juga senantiasa memohonkan keselamatan untuk Abu Lahab yang merupakan bagian dari Bani Hasyim.
Tentunya penafsiran ini akan bersifat kontroversi, mengingat akhlak Abu Lahab yang sangat kuat dalam memerangi ajaran yang dibawa Kanjeng Nabi. Namun bukan akhlak Abu Lahab yang menjadi titik utamanya, melainkan sifat menerima dan legowo atas perbuatan zalim yang mungkin diterima seseorang selama menjalani kehidupan di dunia. Siapapun itu pasti pernah merasa tidak cocok terhadap suatu pemahaman, ideologi atau juga sikap yang ditunjukkan orang lain terhadap dirinya.
Perbedaan akan hal-hal tersebut acap kali menimbulkan beragam konflik di tengah masyarakat yang heterogen. Terlebih jika kita menunjukkan respon perlawanan yang serupa, tentu konflik akan terjadi tanpa dapat dihindari. Konflik ini tentu memberi banyak kerugian yang bersifat batiniyyah dan psikis, seperti ketakutan, resah, marah, dengki, hasud, dan lainnya.
Kendati makna Alu/keluarga Nabi dalam teks salawat itu beragam (bisa dimaknai keluarga seiman, bisa juga dimaknai keluarga sedarah), dalam penafsiran KH. Nur Muhammad Suharto beliau memasukkan semua makna tersebut untuk memperoleh maksud yang lebih komprehensif. Maksud yang menekankan bahwa dunia ini diciptakan secara seimbang, apapun itu selalu memiliki dua sisi yang berbeda, ada baik dan buruk, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, semuanya adalah makhluk Tuhan Yang Maha Mengetahui segalanya.
Termasuk tentang sifat dan akhlak manusia, Abu Lahab kah atau justru itu kita, kita semua berpotensi untuk menjadi baik dan buruk, sehingga pemaknaan KH. Nur Muhammad Suharto agar salawat Bani Hasyim khususnya, dapat menjadi penolong secara batiniyyah ialah agar kita senantiasa berfokus untuk mengevaluasi akhlak diri, bukan akhlak orang lain.
Juga agar kita semua senantiasa terus mendoakan kebaikan serta keselamatan untuk siapapun tanpa terkecuali (baik yang menyayangi ataupun yang memerangi kita). Dengan demikian, jiwa akan terasa tenang, damai, dan bahagia. Jika masing-masing pribadi mampu menciptakan kedamaian dalam dirinya, maka ia tidak akan menimbulkan perpecahan terhadap sesamanya. []