Mubadalah.id – Puisi Ibu Khofifah Indar Parawangsa, Gubernur Jawa Timur, yang berjudul “Hanya Ibu yang Tahu” cukup mengharukan bagi jaringan muda KUPI, Alifatul Arifiati.
Bagi perempuan yang kerap disapa Alif, puisi Ibu Khofifah “Hanya Ibu yang Tahu”, ini dibuat dengan apik.
Pasalnya, isi puisi Ibu Khofifah itu secara jelas menggambarkan betapa ibu merasakan kebahagiaan, mengharu-biru, nelangsa, dan tertawa.
Bahkan, di dalam setiap bait puisi, membuat Alif terbawa hanyut merasuk ke relung paling dalam.
Hingga, mata Alif tiba-tiba menangkap sosok laki-laki yang berdiri di hadapannya. Dia sedang mengganti popok anak perempuan yang barus saja selesai dicebokin, ya laki-laki itu adalah suamiku, ayah dari anak perempuanku, Abdulloh.
Puisi Ibu Khofifah bagi Jaringan Muda KUPI
Alif tersadar, mungkin bukan Hanya Ibu yang Tahu, tetapi Ayah juga tahu dan mengalami bagaimana rasanya:
“Saat lapar melanda, terbayang makanan enak di atas meja……
ketika suapan pertama, anak pup di celana……
Bagaimana rasanya….?
Cuma Ibu yang tahu rasanya…..”
Ketika sedang makan, tiba-tiba anak pup, terkadang ayah yang terlebih dahulu meninggalkan makannya. Bukan karena diminta, tetapi karena merasa dan sadar bahwa tanggung jawab mengasuh dan merawat anak adalah tanggung jawab bersama, ayah dan ibu, laki-laki dan perempuan.
Saat malam tiba, semua sudah tidur lelap, tiba-tiba anak bangun dan minta ‘nenen’, bukan hanya ibu yang bangun, tetapi ayah juga bangun menyiapkan air putih untuk diminum ibu dan memijat punggung ibu, agar ASI dapat mengalir dengan lancar, dan si anak dapat minum dengan kenyang dan tidur nyenyak kembali.
Sekali lagi, bukan karena diminta, tetapi karena sadar bahwa memberikan asupan yang terbaik bagi anak adalah tanggung jawab kedua orang tua, bukan hanya ibu saja, atau ayah saja.
“Saat Ibu baru saja memejamkan mata………
pecahlah tangisan si kecil dengan nyaringnya…….
dalam keadaan mengantuk, anak pun harus digendong sepenuh cinta……
Bagaimana rasanya….?
Cuma Ibu yang tahu rasanya…..”
Dengan kerjasama yang setara laki-laki dan perempuan dalam merawat dan mengasuh anak, tentu situasi-situasi yang sering dikeluhkan banyak perempuan menikah soal tidak dapat merawat diri sendiri dapat dikurangi.
Bahkan bisa saja orang tua masih tetap punya waktu untuk diri mereka sendiri, asalkan berbagi peran baik domestik maupun publik. Ketika ibu memasak, ayah menjaga anak, ketika ayah mencuci, ibu menjaga anak.
Jika keduanya terbiasa menjaga anak, tidak masalah jika salah satunya pergi ke tempat perawatan tubuh atau pergi ke arena hobi. Karena, membahagiakan anggota keluarga adalah tanggung jawab bersama, laki-laki dan perempuan. Bait puisi ini tidak akan terjadi:
“Saat badan sudah lelah tak ada tenaga……
ingin segera mandi menghilangkan penat yang ada…
mumpung anak-anak sedang anteng di kamarnya…..
Belum sempat sabunan, anak sudah nangis berantem rebutan boneka…..
Kacaulah acara mandi Ibu….., langsung handukan walau daki masih menempel di badannya….
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya…..”
Menurut Alif, tulisan ini bukan untuk menyalahkan isi puisi Ibu Khofifah, bukan. Tulisan ini adalah refleksi dirinya bahwa dunia mengasuh anak, bukan hanya dunia Ibu, tetapi juga dunia Ayah, dunia orang tua. Maka, sepatutnya memberikan apresiasi juga kepada keduanya. (Rul)