Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu (9/9), 210 pemimpin pondok pesantren Nahdlatul Ulama di Yogyakarta melalui forum Damparan Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY (RMI PWNU DIY) berkumpul untuk silaturahmi.
Kegiatan tersebut dalam rangka merespon berbagai problematika yang ada di sekitar lingkungan pesantren. Lalu mengikhtiyarkan pesantren ramah anak dan perempuan serta komunikasi yang terintegritas dengan adanya forum komunikasi lurah pondok NU se-DIY. Bahkan sampai pada musyawarah di level kebijakan pesantren.
Menindaklanjuti agenda yang sebelumnya, RMI PWNU DIY kemudian melakukan sosialisasi EMIS Pesantren (25/9) di PP Al Imdad 2 Guwosari, Pajangan Bantul. Pemaparan sosialisasi oleh Kasi Pondok Pesantren dan Ma’had Aly Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kemenag DIY, Abdu Naim, S.Ag.
Masih dalam forum yang sama, untuk mewujudkan 2 forum utama yang telah tersebut di atas. RMI PWNU DIY juga melakukan pembentukan susunan pengurus forum lurah pondok se-DIY sebagai sarana Khidmah menuju terwujudnya pesantren NU maju bersama.
Rencana Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2022
Di lain kesempatan (29/9), Komnas Perempuan mengadakan konsolidasi kampanye HAKTP Tahun 2022 yang akan berlangsung selama 16 hari. Terhitung sejak 25 November hingga 10 Desember. Mengawali rencana ini, Komnas Perempuan melakukan refleksi, implementasi, serta tantangan yang para peserta pegiat gender hadapi, termasuk di dalamnya adalah perwakilan dari Mubadalah.id. Bagaimana peran media melakukan Kampanye HAKTP selama masa pandemi.
Refleksi selama 2 tahun HAKTP berlangsung, kebanyakan acara berlangsung secara daring mengingat saat itu masih pandemi Covid-19. Di mana isu ini menjadi isu global yang perlu kita hadapi bersama. Namun kini, melihat situasi saat ini, HAKTP 2022 cenderung dapat kita lakukan secara hybrid baik luring maupun daring.
Di akhir sesi, diskusi kemudian kami tutup dengan rencana HAKTP 2022 dengan tema besar mengawal UUTPKS sampai legal yang akan mengajak partisipasi seluruh stakeholder. Selain itu melibatkan masyarakat termasuk di dalamnya adalah institusi pendidikan berbasis agama dan berasrama.
Refleksi Catatan Penulis
Menurut hemat penulis, dari dua agenda di atas, ada agenda yang beririsan yang dapat kita jadikan capaian. Keduanya mengikhtiarkan Pesantren Ramah Anak dan Perempuan melalui Forkom Lurah NU Se-DIY yang telah terbentuk susunan kepengurusannya.
Kampanye 16 HAKTP 2022 dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengawali agenda pesantren ramah anak dan perempuan dengan mengajarkan prinsip Tiga A yang telah terapkan oleh Aeshnina Azzahra Aqilani salah aktivis lingkungan cilik dan seorang santri Pondok Pesantren al-Amanah Junwangi Sidoarjo Jawa Timur.
Ketika ayahnya, Prigi Arisandi, menjenguk dan bertanya, Aeshnina berkata bahwa setiap individu atau generasi muda harus dapat terbiasa melakukan prinsip Tiga A yaitu Audit/Analisis, Angan/Ambisi, dan Aksi.
Prinsip ini biasa Aeshnina terapkan untuk menghadapi tantangan krisis lingkungan. Tetapi pada implementasinya, prinsip ini juga dapat diterapkan untuk mencapai pesantren yang ramah anak dan perempuan.
Forum Komunikasi Pesantren NU Se-Yogyakarta
Dengan terbentuknya Forkom Lurah Pondok NU Se-DIY, penulis berharap pesantren dapat mengajarkan para santrinya selama 16 Hari Kampanye HAKTP untuk menerapkan prinsip Tiga A ini yaitu mengaudit atau menganalisis macam-macam permasalahan berbasis gender yang ada di lingkungan pesantren.
Setelah seluruh santri mengetahui permasalahan berbasis gender yang ada di lingkungan pesantren, Forkom Lurah Pondok NU Se-DIY, dapat mengajak untuk mengangankan atau memvisualisasikan harapannya. Hal itu dilakukan sebagai solusi penuntasan permasalahan-permasalahan tersebut.
Terakhir, untuk mewujudkan angan atau ambisi yang telah terbayang oleh para santri, bersama Forkom Lurah Pondok NU Se-DIY dan dipimpin oleh RMI PWNU DIY, mengajak santri untuk beraksi untuk mencapai angan bersama. Yaitu pesantren ramah anak dan perempuan.
Tentu aksi para santri dapat kita sesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing pondok pesantren. Misal dengan istighosah bersama untuk mengawal UUTPKS sampai legal. Lalu pawai budaya, perlombaan pidato antar pondok pesantren Se-DIY yang menyuarakan narasi-narasi pesantren ramah anak dan perempuan.
Tentu masih banyak contoh aksi damai lainnya yang tidak tidak bisa penulis ulas satu persatu. Namun aksi-aksi tersebut lah yang pada akhirnya dapat menjadi tongkat estafet percepatan capaian kita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang inklusif. Khususnya menjadikan Indonesia sebagai ruang aman untuk anak dan perempuan. []