Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir tentang hak dasar anak, maka ia menjelaskan hak-hak dasar anak dalam kerangka maqashid al-syar’iah bisa untuk merespon isu-isu krusial yang masih dihadapi berbagai komunitas dunia Islam terkait pemenuhan hak-hak anak.
Misalnya, Kang Faqih mencontohkan tentang perkawinan anak di bawah umur, kekerasan seksual, kekerasan dalam pendidikan, anak yang bekerja.
Kemudian, hak keperdataan anak di luar pernikahan, dan isu kebebasan ekspresi dan beragama bagi anak.
Isu-isu krusial hak anak ini, dalam pembahasan hukum Islam yang mainstream masih jauh sekali dari integrasinya dengan kerangka maqashid al-syari’ah.
Perkawinan Anak di Bawah Umur
Isu perkawinan anak, jika merujuk pada tulisan-tulisan tentang hukum Islam, masuk pada pembahasan hak perwalian bagi anak dan menjadi tanggungjawab orang tua.
Artinya, orang tua atau siapapun yang menjadi wali memiliki tanggungjawab untuk menikahkan anak-anak yang berada dalam perwalilan mereka.
Anak-anak, karena memiliki hak untuk diperwalikan, berhak menuntut untuk dinikahkan dengan orang yang tepat. Ini konsekuensi dari perwalian (al-wilayah) menjadi hak dasar anak sebagaimana al-Zuhaili (1989) dan al-Ghazali (1998) ungkapkan.
Al-Syahud sendiri menempatkan pernikahan sebagai hak dasar anak yang terakhir, atau ke-25. Tentu saja, hal ini menjadi tanggungjawab dan kewajiban kedua orang tua.
Sementara itu, Athiyah Shagr juga menegaskan bahwa menikahkan anak adalah bagian dari tanggungjawab kedua orang tua, dan karena itu, adalah hak anak atas mereka. (Rul)