Mubadalah.id – Sebelum lebih jauh mengisahkan sosok Nyai Hj Nadia Jirjis, saya ingin bercerita tentang sebuah lukisan triptych berjudul The Garden of Earthly Delights yang dilukis sekitar tahun 1500-an oleh seorang maestro pelukis belanda, Hieronymus Bosch. Lukisan yang terbagi menjadi tiga panel itu, jika kita memandangnya cukup lama, akan memberi kita visualisasi yang dalam tentang sebuah kisah panjang kehidupan.
Di panel pertama, kita disuguhkan visualisasi Adam dan Hawa di taman Eden dengan latar burung-burung yang beterbangan di kejauhan, hewan-hewan eksotis, serta pemandangan indah. Pada panel ke dua, visualisainya mulai menarik. Yakni pengambaran dosa-dosa mematikan mulai meresap ke dalam lukisan; overpopulasi, kesenangan duniawi dan perilaku manusia yang berlebihan.
Dan akhirnya panel terakhir, merupakan panel yang mengerikan. Menyajikan sebuah pemandangan gila tentang kehancuran, sebuah surga yang telah direndahkan, dihancurkan, dan hangus terbakar.
Setiap kali memandang lukisan Bosch, selalu mudah bagi saya untuk mengimani firman Allah. Bahwa segala kerusakan di bumi, baik di darat maupun di laut, adalah akibat dari ulah manusia (QS. Ar-Rum: 41). Kehidupan yang begitu indah yang Allah anugerahkan pada manusia. Seperti yang Bosch gambarkan pada panel pertama lukisannya, dicemari dan dirusak oleh keserakahan manusia itu sendiri, persis seperti visualisasi Bosch pada panel lukisannya yang kedua.
Perubahan Iklim
Hari ini kita bisa melihat bahwa perubahan iklim datang jauh lebih cepat dari yang bisa kita perhitungkan. Kita sudah melihat pola cuaca yang luar biasa ekstrem; curah hujan yang semakin meningkat setiap musim, angin yang mampu dengan sekejap menumbangkan sebuah pohon besar yang berumur puluhan tahun, dan banjir bah yang dalam hitungan menit mampu menenggelamkan separuh pemukiman warga.
Kerusakan-kerusakan ekosistem memang sudah dimulai sejak revolusi industri 1760-an silam, hanya aja yang membedakannya dengan hari ini adalah, kita secara sadar memperparahnya dengan skala yang lebih besar.
Mungkin kita telah masuk pada kondisi seperti yang Bosch gambarkan pada panel terakhir lukisannya; kerusakan yang mengerikan. Namun sebagai makhluk yang diamanahi untuk menjadi khalifah fil ard, keyakinan akan masih adanya upaya-upaya yang bisa kita lakukan untuk bumi, harus selalu kita pegang, sekecil apapun upaya-upaya itu.
Mengenal Nyai Hj Nadia Jirjis
Adalah Ny. Hj. Nadia Jirjis, pengasuh pondok pesantren AL-Anwar 3 Putri, istri dari Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, yang telah memperlihatkan kepada saya betapa menjaga bumi adalah bagian dari ajaran dan syi’ar Islam, serta bagian dari kesempurnaan iman sebagai seorang muslim.
Selama kurang lebih tujuh tahun mengenal, telah banyak upaya yang beliau lakukan untuk menjaga lingkungannya. Yakni mulai dari kampanye pemilahan sampah, pengurangan konsumsi produk sekali pakai, hingga mendirikan Pusat Pengelolaan Sampah di pondok pesantren Al Anwar 3.
Dedikasi dan komitmen beliau untuk lingkungan yang lebih bersih telah ia tularkan pada ratusan santrinya dengan berbagai cara. Mulai dari memberi contoh secara langsung untuk menerapkan hidup bebas sampah, hingga mendorong pesantren agar membuat regulasi yang mendukung program zero waste.
Salah satunya dengan mewajibkan santri untuk menggunakan kotak makan dan botol minum yang dapat kita pakai ulang. Hal ini juga yang mendorong saya sampai hari ini selalu membawa botol minum sendiri kemanapun saya pergi.
Selama beberapa kali saya terlibat dalam diskusi-diskusi tentang pengelolaan sampah dengan beliau. Hal terbesar yang saya tangkap adalah tentang dimensi keislaman yang kuat, justru menjadi pendorong utama beliau bersikukuh dengan komitmen tentang lingkungan tersebut.
Amanat Menjaga Bumi
Bahwa kita sebagai muslim, seharusnya menjadi umat yang paling peka dan berdedikasi untuk menjaga lingkungan. Sebab hal tersebut bukan semata tentang menjaga bumi, melainkan juga tentang melaksanakan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Bahwa Islam-lah yang mengajarkan kita untuk melestarikan dan memakmurkan lingkungan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Hud ayat ke-61:
۞ وَاِلٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًا ۘ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗهُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْٓا اِلَيْهِ ۗاِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُّجِيْبٌ
“Kepada (kaum) Samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat lagi Maha Memperkenankan (doa hamba-Nya).”
Upaya-upaya yang telah Ny. Hj. Nadia Jirjis lakukan untuk mengajak siapapun agar peduli dengan lingkungannya. Hal itu merupakan salah satu teladan yang sangat perlu kita contoh dan kita sebarkan. Memberikan pemahaman bahwa agama Islam bukan sekedar tentang ibadah-ibadah mahdhah saja. Tetapi lebih luas lagi juga mencakup tentang melestarikan lingkungan dan menjaga kehidupan.
Jika kita melihat luasnya alam semesta, bumi yang kita tinggali ini hanyalah sebuah perahu kecil. Jika perahu ini tenggelam, kita semua akan tenggelam bersama. Maka upaya-upaya sekecil apapun untuk menjaga bumi harus tetap kita lakukan, mulai dari diri sendiri. []