Mubadalah.id – Dewasa ini, narasi keagamaan mainstream yang memunculkan wajah Islam yang marah dan keras masih masif tersebar. Baik berdakwah di majelis taklim hingga di sosial media. Misalnya, ajaran yang menormalisasi kekerasan, merendahkan perempuan, dan menebar kebencian. Melihat fakta tersebut, kita patut menyambut, mengapreasiasi, dan mendukung gerakan KUPI.
Karena esensi dakwah seperti di atas itu alih-alih memberikan kemaslahatan bagi pengikutnya, justru mengarah pada kemudlaratan. Padahal, Rasulullah SAW sejatinya mengajarkan nilai-nilai yang luhur seperti, berpihak pada kelompok yang rentan, bersikap lemah lembut, dan berbuat baik kepada siapapun. Sekalipun dengan orang yang berbeda keimanan.
Rasulullah SAW menunjukkan wajah Islam yang ramah pun maslahah, menjadi rahmat bagi alam semesta. Seperti halnya nilai-nilai yang kita yakini dan dibawa oleh para ulama perempuan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). Sedikitnya, ada 3 alasan nilai-nilai KUPI ini sejalan dengan dakwah Rasulullah SAW, di antaranya:
Menerapkan Keadilan Hakiki
Konsep keadilan hakiki ini berangkat dari gagasan ulama KUPI, yakni Dr. Nur Rofiah, Bil Uzm. Konsep ini mempertimbangkan pengalaman sosial perempuan yang bisa jadi berbeda dengan laki-laki, dan pengalaman biologisnya yang khas. Adapun maksud 5 pengalaman biologis perempuan yaitu mentruarsi, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui.
Kelima pengalaman tersebut juga bisa berbeda antar sesama perempuan. Oleh karenanya, penting untuk tidak menafikan suara serta pengalaman perempuan karena hal tersebut sungguh valid. Sehingga, fatwa yang dihasilkan tidak menambah kesakitan pun memperburuk kondisi perempuan.
Untuk mewujudkan keadilan hakiki ini, KUPI semakin memperjelas visi dan misinya melalui istilah tokoh agama yang digunakan, yakni “ulama perempuan”. Diksi perempuan pada ‘ulama perempuan’ bukan merujuk pada jenis kelamin, melainkan perspektif yang melibatkan peran perempuan beserta pengalamannya.
Pandangan ini sejalan dengan visi kenabian yang mana mengangkat derajat perempuan dengan memuliakan, alih-alih merendahkan. Prinsip yang gerakan KUPI usung ini jelas-jelas meneruskan nilai-nilai yang telah Rasulullah SAW teladankan.
Mewujudkan Konsep Kesalingan
Upaya menegakkan keadilan hakiki oleh ulama KUPI juga diperkuat dengan konsep kesalingan atau mubadalah yang Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kadir cetuskan. Bahkan, konsep mubadalah ini menjadi sebuah metodologi atau pendekatan dalam merumuskan fatwa. Di mana menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek yang setara.
Konsep kesalingan ini berdasar pada 3 premis ajaran Islam. Pertama, teks dan ajaran Islam ditujukan bagi laki-laki dan perempuan dalam mewujudkan kebaikan dan menjauhkan keburukan. Kedua, prinsip kesalingan yaitu adanya kerja sama, bukan hegemoni dari kekuasaan. Ketiga, seluruh teks dan sumber lainnya terbuka untuk dimaknai ulang. Selagi tidak merubah esensi dan masih relevan dalam mewujudkan visi Islam yang rahmatan lil ‘alamiin.
Singkatnya, konsep kesalingan ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama di ranah publik maupun domestik. Sama-sama makhluk Allah SWT pun sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tidak ada kepatuhan mutlak kecuali pada Allah SWT semata.
Terlebih, penerapan konsep kesalingan ini tidak hanya yang berkenaan dengan hablun minallah (hubungan manusia dengan Tuhan) dan hablun minannas (hubungan antar sesama manusia) saja, melainkan hablun minal ‘alam (hubungan manusia dengan alam semesta).
Meyakini Konsep Tauhid Rahamutiyyah
Sebagai pelengkap dari konsep tauhid uluhiyyah (Ketuhanan Allah yang Esa) dan tauhid rububiyyah (Ketuhanan Allah yang Maha Penguasa dan Pemelihara), ulama KUPI dalam hal ini ialah Kiai Hamim Ilyas, mengenalkan konsep tauhid rahamutiyyah (Ketuhanan yang Maha Rahman dan Rahim).
Konsep tauhid rahamutiyyah ini berkenaan dengan sifat Allah SWT yang paling utama, Rahman dan Rahim. Tertera pada lafadz basmalah yang memiliki segudang keutamaan, dan selalu kita lafalkan setiap hari. Kiai Hamim mendefinisikan konsep tauhid rahamutiyyah sebagai berikut;
“Kepercayaan bahwa Allah yang Maha Esa telah mewajibkan diri-Nya sendiri memiliki sifat dasar rahmah dalam semua kapasitas-Nya dan aktualisasi asma dan sifat-Nya. Maka, ketauhidan atas semua asma dan sifat-Nya berdasarkan cinta kasih, alih-alih kebencian, kemarahan, atau kekuasaan.”
Dengan begitu, Allah SWT menciptakan dan memelihara alam semesta dengan penuh kasih sayang, termasuk di dalamnya mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi. Artinya, Allah SWT juga memberi bekal akal dan pengetahuan kepada manusia agar bisa memakmurkan bumi dan semesta, pun memaksimalkan kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama. Alih-alih berdakwah dengan kasar, menggunakan kekerasan, apalagi bersifat merusak.
Ketiga konsep di atas sangat mencerminkan wajah Islam yang membuat penganutnya merasa aman dan damai. Maka, gerakan KUPI yang telah berhasil tercetus pada April 2017 lalu, harus kita dukung demi mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamiin.
Kiprah gerakan KUPI ini sangat memerlukan dukungan baik dari pihak nasional maupun internasional, sehingga kemaslahatan yang ulama KUPI sebarkan dapat dirasakan umat manusia di dunia. Adapun lembaga penyelenggara KUPI II di tahun ini antara lain Alimat, Rahima, Fahmina, Aman Indonesia, Gusdurian, Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara, UIN Walisongo Semarang, dan pihak terkait lainnya.
Di tahun ini, tepatnya 23-26 November 2022, ratusan ulama dari berbagai negara di dunia bersiap untuk memasifkan gerakan KUPI melalui serangkaian KUPI 2. Akan ada Launching dan bedah buku “Yang Muda Merawat Bangsa.” Mubadalah Postgraduate Forum dan International Conference bertempat di UIN Walisongo Semarang. Sedangkan, perhelatan KUPI 2 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara.
Besar harapannya, gerakan KUPI ini dapat menghasilkan fatwa, pandangan, serta narasi keagamaan yang progresif, adil gender, dan anti kekerasan. Sehingga, benar-benar dapat menjadi rahmat tidak hanya bagi umat Islam saja, melainkan untuk seluruh alam semesta. []