Mubadalah.id – KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah sosok yang dikagumi banyak orang. Bukan saja karena ia pernah menjadi orang nomor satu negeri ini, tapi lebih kepada bagaimana cara kita meneladani Gus Dur, dengan bagaimana ia bersikap memperlakukan manusia selayaknya manusia.
Banyak yang meneladani Gus Dur karena pemikirannya yang luas, karena kewaliannya, karena gaya hidupnya yang sederhana, dan banyak faktor lagi. Gus Dur memang tokoh yang, meskipun raganya sudah tiada, namanya masih tetap terdengar di mana-mana. Bahkan kampus tempat saya menimba ilmu menggunakan nama KH. Abdurrahman Wahid. Ajib!
Gus Dur dan Menulis
Gus Dur seperti yang saya singgung di awal, adalah pejuang kemanusiaan, yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mengayomi masyarakat. Selain sikapnya yang sangat peduli terhadap kaum minoritas, Gus Dur ini juga sosok yang menyukai dunia literasi. Kecintaannya kepada dunia literasi, lebih spesifik membaca dan menulis, telah ia mulai sejak kecil.
Tulisan-tulisan Gus Dur telah banyak termuat di media-media nasional, seperti Tempo dan Kompas. Dalam tulisannya, cucu pendiri NU itu menyoroti berbagai isu yang sedang terjadi, mulai dari politik, agama, kebudayaan dan isu-isu sosial lainnya.
Menurut mendiang Syu’bah Asa, redaktur tempo era itu, Gus Dur adalah penulis yang kelewat rajin. Saking rajinnya, belum sampai satu naskahnya terbit, ia sudah setor naskah lagi. Asal ada ide, Gus Dur menulis. Tempo pun memberikan perhatian khusus kepada Gus Dur. Kala itu Tempo menyediakan satu set meja-kursi dan sebuah mesin ketik khusus untuk suami dari Sinta Nuriyah ini.
Gus Dur dan Sepakbola
Banyak hal ditulis oleh Gus Dur, termasuk isu sepakbola. Nah, ngomongin tentang Gus Dur dan sepak bola bukan mengingat apa yang telah Gus Dur lakukan untuk sepak bola (Indonesia), tapi mengenai seorang individu yang benar-benar gemar sepak bola sebagai suatu permainan.
Permainan sebelas lawan sebelas ini memang Gus Dur minati sejak ia masih kecil. Bahkan bersama ayahnya, KH Wahid Hasyim, Gus Dur beberapa kali bermain bola di belakang rumahnya. Hingga ketika ia beranjak dewasa, Gus Dur mulai menulis segala hal tentang sepakbola.
Tak dapat kita pungkiri, Gus Dur gemar mempelajari, menganalisis, membedah permainan serta kekuatan dan kelemahan tim-tim sepakbola berikut strateginya. Tokoh yang pernah menjabat sebagai ketua umum PBNU ini adalah penggemar sepakbola yang benar-benar tertarik pada hal-hal teknis dari permainan paling beken seantero jagat ini. Kecintaan Gus Dur terhadap sepakbola inilah yang membedakan Gus Dur dengan presiden lainnya yang pernah memimpin republik ini.
Kumpulan-kumpulan tulisan Gus Dur tentang sepakbola bahkan terdokumentasikan dengan rapi dalam sebuah buku. Nah, bagi kalian, kalau ingin bernostalgia dengan Gus Dur sebagai pengamat sepakbola, silahkan baca buku ‘Gus Dur dan Sepakbola: Kumpulan Kolom Gus Dur tentang Sepakbola’ yang diterbitkan penerbit Imtiyaz pada 2014 di Surabaya. Buku ini merupakan kumpulan artikel Gus Dur saat mengulas turnamen Euro 1988, 1992 hingga 1996, maupun saat membahas World Cup 1982, 1986, 1990, 1994, hingga 1998.
Meneladani Gus Dur dengan Menulis dan Menyukai Sepakbola
Banyak cara bisa kita lakukan untuk meneladani Gus Dur. Saya, sebagai seorang yang lahir di kalangan NU, tentu sangat bahagia punya tokoh sekaliber Gus Dur yang ternyata hobi menulis dan juga menyukai sepakbola. Tidak hanya menyukainya saja, seperti penonton biasa, tapi Gus Dur jago menganalisis pertandingan sepakbola itu sendiri.
Saya kira, cara paling sederhana untuk meneladani Gus Dur adalah dengan menulis dan menyukai sepakbola. Dua hal ini identik banget sama Gus Dur. Ini hanya pendapat saya saja. Tentu, saya tidak akan memaksa orang untuk menulis atau menyukai sepakbola, agar disebut telah meneladani Gus Dur. Pasalnya, setiap individu punya identitas dan karakter masing-masing.
Jika ada seseorang tidak menulis dan tidak menyukai sepakbola, bukan berarti ia tak meneladani Gus Dur. Bisa jadi, mereka punya cara lain untuk mengekspresikan dirinya sebagai pengagum sosok Gus Dur.
Gus Dur sendiri adalah tokoh yang multidimensi, dengan memiliki banyak kelebihan dan kesukaan. Dia gemar dalam belajar, sederhana, berani, humoris, berjiwa sosial tinggi, dan lain sebagainya. Kita mungkin tak akan pernah bisa sepenuhnya seratus persen mengikuti apa-apa yang pernah Gus Dur lakukan.
Pengagum Gus Dur
K.H Mustofa Bisri, saat penutupan Temu Nasional (Tunas) Jaringan Gusdurian di Asrama Haji Surabaya, 16 Agustus 2022, menyebutkan bahwa seorang pengikut Gus Dur perlu meneladani beberapa hal yang dilakukan sahabat karibnya itu. Pertama, rahmah atau kasih sayang. Kedua, kemanusiaan. Ketiga, rajin membaca dan belajar. Keempat, istiqamah. Kelima, berani.
Pengagum Gus Dur, menurut saya, dapat mengimplementasikan kelima hal tersebut, tapi bisa juga hanya salah satu atau salah dua. Seperti yang saya bilang tadi, akan sangat sulit meniru bahkan menyamai sikap dan juga akhlak Gus Dur sepenuhnya. Kita hanya bisa melakukan secuil dari segala hal yang ada pada benak Gus Dur. Istiqomah menulis dan menonton sepakbola, misalnya.
Istiqamah menulis, menurut saya adalah bagian dari pembelajaran. Dari menulis kita akhirnya mau tak mau harus membaca. Dan ini Gus Dur banget. Saya yang kualitas tulisannya sangat di bawah Gus Dur, hanya bisa mencoba untuk rutin menulis. Minimal satu minggu satu tulisan berbentuk esai atau opini. Tentu ini tidak mudah. Tapi, saya coba untuk terus melakukannya.
Selain menulis, sepakbola adalah sebuah hal yang saya gemari, meski bukan sebagai pemain. Sejak kecil saya memang menikmati tontonan olahraga ini baik di layar kaca atau di stadion. Perpaduan suka menulis dan suka sepakbola itulah yang pada akhirnya membuat saya dapat melahirkan tulisan-tulisan bertema sepakbola, mirip seperti apa yang dilakukan Gus Dur dulu. Bedanya, jika Gus Dur menulis sepakbola dari banyak perspektif dan analisisnya sangat tajam, saya tidak.
Begitulah cara sederhana saya meneladani sosok Gus Dur. Saya bukan orang yang berjiwa sosial tinggi atau orang yang hobi membela hak-hak kaum minoritas. Saya hanya mencoba rutin menulis, apa pun itu. Dan tak lupa, saya tetap menonton sepakbola sebagai bagian dari kehidupan yang fana ini.
By the way, bicara tentang Gus Dur saya jadi teringat kalau bulan ini adalah haul Gus Dur yang ke-13. Sebaiknya mari kita beri hadiah Al-fatihah untuk tokoh panutan kita semua. Al-fatihah. []