Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Islam tentang kesederajatan laki-laki dan perempuan secara sosial, maka Islam menegaskan bahwa kesederajatan perempuan dan laki-laki secara sosial sebagai implikasi dari keimanan tersebut.
Untuk itu, keimanan Islam tidak mentolerir segala jenis pandangan dan tindakan yang merendahkan eksistensi perempuan, yang menganggap mereka sebagai penghuni api neraka, hanya karena berjenis kelamin perempuan.
Sebab secara prinsip, seseorang masuk neraka atau masuk surga bukan karena jenis kelaminnya, tetapi karena keimanan dan amalnya.
Sehingga, teks berbicara mengenai perempuan yang tidak bersyukur pada pasanganlah yang akan masuk neraka. Bukan karena jenis kelamin, tetapi karena tidak bersyukur.
Karena itu, laki-laki yang tidak bersyukur, secara mubadalah, juga pantas menjadi penghuni neraka.
Hal-hal terkait komposisi dua banding satu, antara laki-laki dan perempuan, dalam persaksian dan waris, adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, untuk memenuhi kebutuhan konteks tertentu, yang bisa berubah karena perubahan konteks.
Perbandingan itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa laki-laki lebih baik dari perempuan. Sebab, dalam realitas kehidupan, juga banyak perempuan yang lebih pintar, lebih berpengalaman, dan lebih bertanggung jawab. Serta lebih mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi bagi keluarga.
Seseorang diberi tanggung jawab lebih atau memperoleh porsi lebih, bukan semata-mata karena jenis kelamin. Islam tidak memberi atau membebani seseorang karena jenis kelamin yang dimiliki, tetapi karena kapasitas dan kemampuan mereka.
Jenis kelamin semata-mata adalah bukan ukuran seseorang memperoleh suatu tugas, tanggung jawab, atau porsi tertentu, besar maupun kecil.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.