Radikalisme yang berkembang saat ini menjadi hal yang menarik untuk kita bahas. Awalnya radikalisme dianggap sebagai doktrin kekerasan yang diterapkan oleh Islam. Sedangkan sekarang radikalisme berkembang di beberapa bidang, salah satunya pendidikan. Hal inilah yang memicu keresahan para orang tua terhadap kelangsungan pendidikan anaknya. Seharusnya, terdapat sosialisasi tentang sistem dan legalitas lembaga pendidikan kepada para orang tua.
Terdapat beberapa data yang menyatakan bahwa radikalisme telah masuk ke perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Salah satunya yaitu menurut Direktur Riset Setara Institute, Halili mengungkapkan, sebanyak 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia terpapar paham radikalisme.
Berdasarkan data di atas secara tidak langsung mendorong kita untuk melakukan survei lanjutan. Bisa jadi survei secara langsung ataupun mencari data-data lain yang mendukung. Sadar tidak sadar kita akan menjadi pengawas dadakan seluruh kegiatan yang dilakukan dari nama-nama perguruan tinggi di atas. Tidak disebutkan secara detail indikator yang pasti sehingga nama perguruan tinggi di atas dianggap terpapar radikalisme.
Namun satu hal yang pasti dalam hasil riset tersebut dikatakan bahwa adanya indikasi perkembangan wacana dan gerakan keagamaan eksklusif yang tidak hanya digencarkan oleh satu kelompok keislaman tertentu, tapi oleh beberapa kelompok, yaitu gerakan Salafi-Wahabi, Tarbiyah dan Tahririyah.
Menurut pakar, wacana ini ditandai dengan tiga hal yang bisa kita jadikan acuan untuk mengidentifikasi yaitu; Pertama, mereka cenderung berpegang teguh pada Al Quran dan Al Hadist tanpa memunyai pemahaman komprehensif. Kedua, Selalu beranggapan bahwa agama Islam dalam kondisi tertekan. Ketiga, mereka cenderung membenci individu atau kelompok yang berbeda pandangan dengan kelompoknya.
Salah satu faktor yang menyebabkan kelompok eksklusifitas keagamaan itu sangat mudah berkembang di lingkungan kampus lantaran minimnya forum-forum diskusi. Ancaman paham ini tentu sangat bahaya karena dapat memicu perpecahan dan bisa menghancurkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena dalam hal ini mereka mengabaikan iddeologi Negara Indonesia yaitu Pancasila.
Kembali ke faktor berkembangnya kelompok eksklusifitas di atas, minimnya forum-forum diskusi dari sini kita bisa mengkaji kalau memang ini menjadi faktor utama.
Forum diskusi memang mengalami kemunduran saat ini karena pengaruh perkembangan teknologi. Mengapa demikian, karena tanpa kita diskusi kita sudah bisa mengakses berbagai macam informasi. Tapi perlu diingat bahwa informasi yang kita dapat belum tentu kebenarannya.
Hal inilah yang seharusnya menjadi pegangan kita dalam bertindak dan melakukan sesuatu. Oleh sebab itu diskusi memang harus dikembangkan lagi. Apalagi diskusi tersebut dapat mendatangkan pemateri yang memang ahli dan sudah terbukti kredibilitasnya sehingga kita dapat belajar dan saling bertukar pikiran.
Belajar dan bertukar pikiran sangatlah perlu, karena kita hidup tidaklah sendiri dengan apa yang kita yakini. Apa yang kita anggap benar belum tentu benar juga di masyarakat. Sehingga belajar, berdiskusi bertukar pikiran dapat menjadi salah satu bekal dan juga benteng diri agar tidak mudah bagi kita untuk terpengaruh dengan paham-paham baru yang membahayakan.
Fenomena di atas mengajarkan bagi kita semua untuk lebih banyak lagi belajar tentang Islam secara menyeluruh dan mendalam sesuai dengan pedoman kita yaitu Al Quran dan hadist.
Perkuat Iman jangan mudah terpengaruh pada hal-hal yang belum tentu kebenarannya. Kaji terlebih dahulu, lalu cocokan dengan kajian lain, pakailah Al Quran dan hadist sebagau rujukan. Jangan lupa untuk memperbanyak berdiskusi dengan orang yang lebih paham supaya kita tidak tersesat dalam pikira kita sendiri. Karena sesusngguhnya tersesat dalam pikiran sendiri itu lebih bahaya dibandingkan disesatkan oleh orang lain.[]