Mubadalah.id – Sekarang lagi rame banget pemboikotan film “The Santri”. Saya pribadi gak begitu ngikutin perkembangan film ini. Di balik banyak pro kontra, menurut saya Memang agak kurang pas ketika sutradara yang menggarap film ini adalah Livi Zheng. Di luar background yang banyak mengkritik kalau dia bukan muslim can terlebih santri, track record-nya yang kontroversial di dunia perfilman tentu menjadi kritik sendiri.
Tapi menurut saya, masyarakat kita ini masih terbilang suka kagetan. Dikit-dikit boikot padahal belum tahu permasalahan secara utuh. Pertanyaannya, yang teriak-teriak boikot film ini apa udah nonton filmnya secara utuh?
Tayang aja belum broh. Jangan-jangan Kaya dulu ramai kasus boikot film “Dua Garis Biru” yang dianggap ngajarin anak muda buat free sex. Padahal isinya justru pendidikan seks dan mengajarkan anak muda betapa bahayanya seks di usia muda dan di luar pernikahan. Jadi kalau emang mau kritik film “The Santri” mending nonton dulu nanti tanggal 22 Oktober ya, baru deh bikin review atau kritik filmnya.
Kalau masalah film The Santri dikritik karena ada adegan percintaannya. Ya, di pesantren, santri itu gak cuma belajar aja dong. Santri juga ngerasain cinta dalam hati yg diem-diem naksir temennya, ditolak, patah hati, ditikung, atau kirim surat-surat cinta. Hehe. Namanya juga anak muda.
Kalau “The Santri” dikritik karena ada kisah cintanya, apa kabar “Pesantren Rock’N Roll”, “Kun Anta”, “Cahaya Cinta Pesantren” dan film maupun sinetron lainnya yang mengandung cinta sebagai bumbu-bumbu cerita? Malah gak sedikit sinetron itu lebih banyak cerita cintanya dibanding ngajinya.
Intinya, menurut saya, salah film “The Santri” ini adalah karena yang bikin Wong NU. Udah itu aja.[]