Mubadalah.id – Si Kecil sebenarnya sudah toilet training. Dia sudah tidak ngompol dan bisa pipis sendiri. Namun ada kalanya ia malas ke kamar mandi dan akhirnya dia ngompol di kasur atau di lantai. Hal ini tentu ia sadari. Ketika saya tanya kenapa ia pipis di lantai, ia menjawab bahwa ia tidak bisa memanggil saya. Padahal saya di sebelahnya.
Ya benar, ada masa ketika dia memang sangat malas ke kamar mandi dan saya seharusnya yang mengingatkannya. Begitulah pikir saya. Namun kejadian itu terus berlanjut, apalagi jika ia marah. Ia punya kebiasaan pipis di lantai ketika marah-marah. Lalu bagaimana caranya kita menerapkan contemplation corner pada anak untuk mengatasi persoalan di atas?
Ancaman Tidak Bisa Mengubah Anak
Kejadian itu disertai kondisinya yang sedang tantrum sehingga saya tak bisa mengingatkannya. Biasanya saya hanya marah-marah gak jelas. Sampai akhirnya ketika kami berpergian dan menginap, ia duduk di atas tas berisi baju bersih. Pakaian kami terbatas, tapi ia justru pipis di atas tas. Semua baju menjadi kotor dan bau pesing. Akibatnya saya harus mencuci semua pakaian itu.
Saya marah besar. Tak tahu lagi apa yang harus saya lakukan agar si kecil menyadari kesalahannya. Saya marah terus sampai saya bilang saya gak mau mengurus anak yang suka pipis sembarangan dengan sengaja. Tentu saja hal ini sangat salah, namun saya sangat frustasi. Setelah harus mencuci dan mengepel, menjemur kasur tiap hari, dan mencuci baju bersih. Bukan karena ngompol malam hari, tapi ngompol siang hari yang dilakukan dengan sadar.
Saya pikir jika saya marah besar ia akan sadar dan tidak berani mengulanginya lagi. Karena frustasi saya memilih untuk mengancamnya meski saya sadar hal ini tak boleh dilakukan. Tak selang berapa lama dia ternyata mengulangi lagi di rumah. Pipis di lantai dengan sengaja. Saya benar-benar menolerir jika dia ngompol malam hari, karena hal itu tidak dia sadari dan inginkan. Tapi jika pipis di lantai saya benar-benar emosi.
Sehari setelah saya marah besar si kecil memang ketakutan bahkan ketika ngompol malam hari. Si kecil terbangun dan berkata, “Aku gak pipis, itu cuma basah doang. Bukan pipisku kok itu.” Setengah sadar ia membela diri.
Saya justru kasihan sekali melihatnya berkata begitu. Ia begitu ketakutan. Tapi itu tak berlangsung lama. Kebiasaan itu terulang kembali. Akhirnya saya mencoba menerapkan sudut kontemplasi atau contemplation corner.
Metode
Saya memberitahu si kecil bahwa ia tidak boleh pipis sembarangan. Pipis hanya boleh dilakukan di kamar mandi. Lalu saya memintanya duduk di sudut ruangan selama 5 menit. Saya menyuruhnya berpikir apakah yang ia lakukan itu salah atau benar, apakah ia menyesali perbuatannya, jika salah maka seharusnya seperti apa.
Si kecil betul-betul duduk di pojok dan tidak berpindah selama 5 menit. Saya sendiri takjub padahal ia bisa saja pergi dari sana. Setelah itu saya tanya, “Apakah adek salah?”
“Iya,” jawabnya.
“Apa kesalahan adek?”
“Pipis di celana, lantai, kasur.”
“Harusnya pipis di mana?” tanya saya.
“Kamar mandi.”
“Kenapa?” lanjut saya.
“Karena nanti lantai dan kasurnya kotor. Ami harus cuci.”
“Adek perlu minta maaf tidak?”
“Iya. Aku minta maaf ya Ami.”
“Adek mau mengulangi tidak?”
“Tidak. Aku tidak akan pipis di lantai atau kasur lagi. Aku akan pipis di celana.”
Dan ajaibnya besoknya ia tidak pernah terjadi lagi pipis di lantai dan kasur. Metode ini benar-benar manjur untuk membuat anak merenung. Saya yang semula penuh amarah dan sudah hopeless menjadi semangat untuk menerapkannya.
Peraturan
Menjalankan metode ini perlu aturan. Tidak boleh dilakukan sembarangan. Yang pertama kita harus sampaikan dengan baik, bukan dengan amarah.
- Bukan Hukuman
Duduk di sudut bukanlah sebuah hukuman yang membuatnya jera, melainkan metode untuk membuatnya berpikir akan perbuatannya.
- Sampaikan apa yang harus dilakukan
Kita harus menyampaikan pada anak bahwa yang perlu ia lakukan akan merenungkan sikapnya. Anak harus berpikir apakah perbuatannya benar atau salah. Jika benar, alasannya apa. Dan jika salah, alasannya apa.
- Tanyakan Kesalahannya setelah Selesai
Setelah waktu berakhir, tanyakan apa kesalahannya dan apakah ia menyadari kesalahan itu dan alasan kenapa ia tak boleh melakukan perbuatan itu.
- Apa yang seharusnya dilakukan
Tanyakan pada si kecil, jika yang ia lakukan salah, maka perbuatan seperti apa yang benar dan seharusnya ia lalkukan.
- Akan diulangi atau tidak?
Tanyakan apakah si kecil akan mengulangi perbuatannya atau tidak agar ia benar-benar merenungi perbuatannya dan berusaha tidak mengulanginya lagi. []