• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ketika Ibu Memilih Jadi Working Mom, Apakah Dosa?

Islam membebaskan perempuan untuk memilih mengambil peran, sebagai siapapun, dan di ruang khidmah manapun

Mifta Sonia Mifta Sonia
25/07/2023
in Personal
0
Working Mom

Working Mom

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan kerap kali berhadapan dengan dilema untuk memilih menjadi full time mom atau working mom. Full time mom atau yang kita kenal dengan Ibu Rumah Tangga menjadi sesuatu yang masyarakat wajibkan untuk diemban perempuan.

Entah dari budaya mana, perempuan seolah-olah menerima beban untuk menjadi full time mom walaupun ia adalah pekerja yang mapan. Bahkan di mesin pencari Google ketika saya mengetikkan kata full time mom atau working mom mayoritas artikel-artikel tersebut membanding-bandingkan mana yang lebih baik dari keduanya.

Saya sendiri sebenarnya tidak suka dengan penggunaan istilah full time mom atau working mom. Istilah tersebut membuat seolah-olah perempuan hanya bisa memilih berperan di satu ruang saja dan tidak bisa mengambil peran di ruang lain.

Working mom atau ibu pekerja seringkali kita labeli dengan makna yang lebih ‘negatif’, dan kita narasikan seolah-olah tidak peduli pada anak. Sementara full time mom, oleh budaya patriarki yang sudah mengakar dinilai sebagai perempuan yang ‘baik’ dan peduli terhadap anaknya.

Menyoal Narasi Working Mom dan Full Time Mom

Narasi-narasi tersebut kemudian yang membuat perempuan secara tidak sadar berlomba-lomba menjadi lebih ‘baik’ di mata masyarakat. Kemudian membuat para perempuan sering menghakimi pilihan perempuan lain dan lupa untuk saling mendukung.

Tidak hanya itu, berkat narasi-narasi yang beredar tersebut, sering membuat perempuan yang tetap bekerja merasa bersalah atas pilihan yang ia buat. Terlebih ada gagasan yang menyebutkan bahwa working mom bukanlah seorang ibu penuh waktu. Karena seluruh waktunya ia tidak berada di rumah.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Sementara itu full time mom juga tidak terlepas dari pandangan negatif. Di mana masyarakat menilai ibu rumah tangga yang melakukan seluruh pekerjaan domestik mereka anggap tidak bekerja. Semua pekerjaan yang ia lakukan itu tidak terakui sebagai pekerjaan. Sebab ada anggapan yang menilai bahwa itu merupakan kewajiban perempuan.

Lagi-lagi perempuan menjadi korban budaya patriarki yang tidak menginginkan perempuan untuk berdaya atas pilihan yang mereka buat. Publik seolah-olah memiliki hak untuk mencampuri pilihan yang dibuat perempuan atas diri dia sendiri atau keluarganya.

Menilik Beban Ganda Ibu

Padahal baik full time mom atau working mom, keduanya adalah ibu yang akan berperan penuh waktu sebagai seorang ibu. Menjadi ibu pekerja bukan berarti dirinya bukanlah seorang ibu. Sementara menjadi ibu penuh waktu bukan berarti ia tidak bekerja.

Keduanya sama-sama bekerja keras di ruang masing-masing yang mereka pilih. Baik ibu rumah tangga maupun ibu pekerja tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari keduanya.

Keduanya memiliki status yang setara, tidak ada yang lebih baik maupun lebih buruk. Sehingga yang perlu kita ingat adalah menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan, bukan sebuah kewajiban.

Beban ganda yang sering kita sematkan kepada perempuan atau ibu bekerja. Di mana ia harus tetap menjalankankan peran lainnya sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut juga menandai langgengnya stereotip terhadap perempuan. Artinya ruang perempuan ada di ranah domestik dan perannya adalah reproduksi.

Jadi walaupun perempuan bebas untuk mengambil peran di ranah publik atau peran produksi, masyarakat masih sering mewajibkan perempuan melakukan peran reproduksi di ranah domestik. Sehingga menjadikan beban ganda itu masih eksis hingga saat ini. Bahkan banyak masyarakat yang membawa-bawa ‘agama’ agar perempuan menjalankan beban ganda tersebut.

Perempuan Pekerja dalam Sejarah Islam

Jika menelisik sejarah Islam, istri pertama Nabi, Sayyidah Khadijah, adalah seorang perempuan pengusaha sukses. Di mana misi perdagangannya melintasi Jazirah Arab. Bahkan ketika Sayyidah Khadijah sudah menikah, Rasul tidak melarang Khadijah untuk melanjutkan bisnisnya.

Sementara istri Nabi yang lain, Aisyah adalah tokoh perempuan intelektual. Aisyah memiliki kontribusi besar dalam perkembangan ilmu hadis melalui tiga hal. Yaitu periwayatan, pemahaman, dan pengajaran hadis sebagai seorang guru.

Tidak hanya istri-istri Nabi, banyak perempuan-perempuan sahabat Rasulullah yang telah menempati berbagai posisi di ruang publik dan memiliki pengaruh yang besar berkat perannya tersebut.

Hukum Ibu Pekerja dalam Islam

Lalu muncul pertanyaan apakah dosa ketika seorang ibu memilih menjadi ibu pekerja?

Dalam kegiatan Akademi Mubadalah Muda 2023, Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, dosen program studi Kajian Gender Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa semua produk hukum Islam atau fikih bukanlah wacana tunggal. Sehingga dalam sudut pandang Islam akan selalu ada dua sudut pandang di semua isu yang terkait dengan isu gender, termasuk soal ibu bekerja.

Jika menilik peran istri-istri Nabi dan para sahabat perempuan, bukankah apa yang mereka lakukan sebenarnya merupakan sebuah implementasi nyata dan refleksi dari hadis sahih riwayat Thabrani dan Daruquthni?

Hadis sahih riwayat Thabrani dan Daruquthni yang berbunyi: khoirunnas anfa’uhum linnas (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain).

Kata annas dalam hadis ini berarti diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan. Sehingga bukan perkara siapa yang bekerja untuk memberikan manfaat. Namun bagaimana laki-laki dan perempuan melakukan pekerjaan yang memberikan manfaat bagi orang lain maupun diri dia sendiri.

Dasar argumen lainnya mengenai perempuan bekerja di dalam agama Islam juga dapat kita lihat dari surat An-Nahl ayat 97. Di mana ayat tersebut menyatakan bahwa Allah akan memberikan kehidupan yang baik kepada siapa pun. Baik laki-laki atau perempuan, yang mengerjakan amal saleh.

Islam dan Kesetaraan Gender

Cendekiawan Islam Prof. Musdah Mulia juga menyatakan hal yang sama dalam bukunya Ensiklopedia Muslimah Reformis (2019). Menurutnya, ayat An-Nahl tersebut jelas menunjukkan bahwa Islam memiliki semangat kuat terhadap penegakan kesetaraan gender, bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kewajiban untuk beramal saleh.

Hal tersebut juga bisa kita lihat juga dari Surat Asy-Syura ayat 42 yang secara tegas mengajak manusia, baik laki-laki dan perempuan, agar bermusyawarah dalam segala pengambilan keputusan serta mewajibkan infak dari harta yang diberikan Allah tersebut.

Ayat ini yang juga bisa kita jadikan dasar imbauan bagi setiap orang baik bagi laki-laki dan perempuan untuk beraktivitas di bidang ekonomi.

Dari ayat tersebut bisa kita maknai bahwa manusia diimbau untuk bekerja mencari penghasilan yang dapat menopang hidup mereka secara layak, sehingga mampu melakukan ibadah dengan baik. Yakni dengan menunaikan zakat dan memberi infak atau sedekah bagi saudara juga saudari kita yang tidak mampu.

Islam membebaskan perempuan untuk memilih mengambil peran, sebagai siapapun, dan di ruang khidmah manapun. Termasuk di bidang ekonomi.

Musdah menegaskan bahwa hal yang terpenting di dalam Islam mengenai bekerja di ruang publik, tidak mengarah pada “siapa” yang melakukan kegiatan ekonomi, tapi “bagaimana” laki-laki dan perempuan melakukannya dengan prinsip-prinsip yang mengedepankan semangat keadilan dan kesetaraan. []

Tags: GenderIbu Bekerjaibu rumah tanggaislamistrikeluargaperempuanWorking Mom
Mifta Sonia

Mifta Sonia

Seorang perempuan yang sedang menggeluti dunia Jurnalistik dengan keinginan bisa terus menyuarakan suara-suara perempuan yang terpinggirkan.

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID