Mubadalah.id – Kiai Faqihuddin Abdul Kadir menjelaskan, mayoritas ulama Azhar mengatakan bahwa hukum sunat perempuan itu bagian dari tradisi bukan dari syariat. Justru tradisi itu terbukti tidak memberikan kenyamanan kepada perempuan.
“Justru akan membuat perempuan sakit, tidak memperoleh kenikmatannya. Karena ada sesuatu yang dihilangkan dari tubuhnya,” kata penulis buku Qiraah Mubaadalah dan pengarang Kitab Nabiyurrahmah (kitabnya bisa dibeli di sini).
Jika ditinjau dari sisi sejarah, menurut Kiai Faqih, sebetulnya sunat perempuan itu sudah ada dan terjadi sebelum Islam datang.
“Ketika terjadi praktik itu, Nabi Muhammad tidak menyuruh. Tapi Nabi SAW hanya mengingatkan kepada dukun sunat saat itu untuk berhati-hati agar jangan sampai menghilangkan sesuatu yang menjadi kenikmatan utama bagi perempuan, yaitu klitoris,” tegasnya.
Maka dari itu, mayoritas ulama Azhar pun menegaskan bahwa hukum sunat perempuan itu menjadi haram. Sebab sunat perempuan tidak memberikan manfaat, justru menyakiti perempuan.
“Jadi hukum sunat itu kembali kepada sejauhmana sunat itu mendatangkan manfaat atau tidak. Nyatanya tidak memberikan manfaat sama sekali kepada perempuan. Jadi hukumnya adalah haram,” pungkasnya. (WIN)