Mubadalah.id – Sudah bukan saatnya lagi kita membuang sampah di tempatnya. Sampah yang kita buang hanya akan berakhir di landfill atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lalu apa yang terjadi di TPA? Sampah itu terus menggunung dan menumpuk, menimbulkan masalah baru di sana. Ini pentingnya kita mengolah sampah dengan cara yanag benar.
TPA Leuwigajah pernah meledak dan menewaskan 157 orang, TPA Piyungan ditutup karena overload,
TPA Bojong Larang terbakar. Dan yang terbaru saat ini TPA Sarimukti di Bandung yang kebakaran. Sebanyak 9 ton sampah tertahan di Bandung. Indonesia darurat sampah. Bukan hanya Indonesia, bumi kita darurat sampah.
Sampai kapan kita akan seperti ini? Apakah kita akan membiarkan bumi kita menjadi tempat sampah seperti film Wall-E? Bukankah ini panggilan bagi kita semua sebagai manusia utuk bergerak? Kita sendiri yang harus bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan. Kita seharusnya bergerak atas dasar kesadaran, bukan karena peraturan atau tuntutan?
Manifestasi Tuhan
Manusia adalah manifestasi Tuhan, di mana Tuhan memiliki sifat Jamil, Quddus, dan Muhaimin. Maha Indah, Maha Suci, Maha Memelihara. Maka secara fitrah kita Tuhan menciptakan manusia untuk memelihara alam ini agar tetap indah, suci, dan bersih. Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah (wakil) di bumi.
Maka sebagai wakil Tuhan kita harus menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi alam semesta. Bukan hanya bagi sesama manusia, bagi hewan, dan tumbuhan, namun juga harus bisa menjadi rahmat bagi bumi dan alam ini.
Bukti keimanan seseorang terlihat dari bagaimana sikapnya terhadap sesama dan alam ini. Sesungguhnya salat akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Artinya, orang yang shalat dengan sungguh-sungguh bisa terlihat dari akhlaknya. Maka keimanan kita kepada Tuhan bisa dibuktikan dari perbuatan kita di alam ini.
Melindungi alam ini adalah tanggung jawab sebagai manusia kepada Tuhan atas karunia alam dan seisinya yang sudah diciptakan Tuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia datang ke bumi ini dalam kondisi alam yang sangat seimbang dan indah, maka ketika meninggalkannya pun harus dalam kondisi yang indah.
Mencegah Sampah
Kita bisa mengganti barang-barang yang biasanya sekali pakai menjadi barang yang masa pakainya lama atau berulang kali. Lalu beralih menggunakan barang yang ramah lingkungan. Misalnya, memakai sabun natural yang aman bagi tubuh dan lingkungan.
Lalu membawa botol minum agar kita tidak membeli minum kemasan. Memakai sikat gigi bambu, pembersih telinga, sedotan. Saat menstruasi bisa memakai menscup, menspad, mendisc, atau celana menstruasi. Memakai selotip kertas untuk membungkus paket. Mencuci baju menggunakan lerak. Membawa tas belanja.
Memilah Sampah
Kita bisa memilah dengan memisahkan sisa konsumsi organik dan anorganik. Sampah organik bisa kita kompos. Sedang sampah anorganik kita pilah berdasarkan jenisnya. Kita perlu memilah kertas, botol plastik, kardus, kaleng, dan menyetorkannya ke bank sampah atau pengepul sampah.
Mengolah Sampah
Sampah organik bisa kita olah langsung dengan cara mengompos. Jangan salah, sekarang sudah banyak alternatif cara mengompos yang sangat simpel. Kita bisa mengompos anaerob seperti bokashi yang bisa dilakukan di mana saja bahkan di apartemen. Atau kompos aerob dengan media ember, pot tanah liat, sampai compost bag.
Sampah anorganik bisa kita setor ke bank sampah. Kita bisa mendaur ulang atau memakai ulang sebelum akhirnya dibuang. Bahkan kini sudah banyak komunitas yang menampung sisa konsumsi anorganik untuk dijadikan produk seperti meja, batako, dan sebagainya.
Bisnis Ramah Lingkungan
Kita bisa juga menjalankan bisnis yang ramah lingkungan. Misalnya memproduksi dan menjual sabun natural. Atau menajalankan restaurant yang mengompos sampah organik dan menyetorkan sampah anorganik ke bank sampah. Kemarin saya baru menemukan restaurant yang menerapakn hal ini.
Mereka menggunakan sedotan stainless steel dan lap kain untuk pengunjung. Mereka juga mengompos sisa bahan organik dari restaurant tersebut. Atau Hotel yang menggunakan sikat gigi bambu dan sabun natural. Wedding organizer dengan konsep minim sampah, memakai barang daur ulang, atau memakai hiasan yang bisa dipakai ulang.
Tidak menggunakan minuman kemasan, tapi menggunakan gelas pakai ulang. Saat ini sudah sudah banyak juga bisnis ramah lingkungan yang memberi kemudahan pada customernya untuk memulai hidup minim sampah.
Bukankah dari dulu kita sudah menjalani kehidupan yang kita anggap ribet ini? Sebelum ada air minum dalam kemasan, kita selalu membawa botol minum kemana saja. Dulu acara nikahan pun pakai gelas yang dipakai ulang, bukan dengan AMDK?
Apakah kita bisa mengubah dunia?
Jika dulu kita terbiasa membawa tas belanja ke pasar, lalu kehidupan bisa berubah dan menggunakan kantong plastik di seluruh dunia, Bukankah kita juga bisa mengubah penggunaan plastik menjadi kantong belanja? Jika dulu kita terbiasa mengompos sisa organik di halaman belakang rumah, lalu berubah ke TPA, bukankah kita juga bisa kembali mengompos dan mengajak semua orang untuk menjalankannya.
Satu orang menghasilkan sisa konsumsi sebanyak 0,7 Kg setiap harinya. Bayangkan jika ada 100 orang yang mencegah, memilah, dan mengolah, maka 70 Kg sampah berkurang setiap harinya. Jadi, maukah kita menjadi bagian dari gerakan kesadaran ini? []