Mubadalah.id – Tepat 15 September diperingati sebagai Hari Demokrasi Internasional. Sepertinya peringatan tersebut cukup relate untuk membahas bagaimana iklim politik Indonesia saat ini. Pasalnya, meskipun pemilu baru akan terlaksana pada tahun 2024 mendatang, tapi euforia-nya sudah dapat kita rasakan bahkan sejak awal tahun 2023.
Belakangan sudah mulai kita lihat narasi-narasi dari berbagai capres dan cawapres. Mulai dari tawaran, solusi, dan janji yang kian merebak mewarnai kampanye masing-masing capres. Makanya tak heran jika masa-masa menjelang pemilu ini, banyak orang yang menjulukinya dengan masa obral janji.
Bahkan tidak jarang banyak yang saling adu domba satu sama lain. Adu domba tersebut banyak dilakukan oleh pendukung mereka dan diperkeruh dengan hate speech netizen.
Apa itu Hari Demokrasi Internasional?
Hari Demokrasi Internasional atau International Day of Democracy adalah sebuah peringatan yang diresmikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2007 sebagai salah suatu langkah untuk meninjau kembali keadaan demokrasi di dunia.
Peringatan ini juga sebagai even untuk mempromosikan dan menjunjung tinggi prinsip dari demokrasi itu sendiri. Meskipun tentunya, setiap negara demokrasi memiliki cara pandang dan kebijakan yang berbeda.
Pada tahun 2023 ini, Hari Demokrasi Internasional bertema “Empowering the Next Generation atau Memberdayakan Generasi Mendatang”. Tema ini tentu memiliki harapan pada kaum muda untuk ikut berpartisipasi dalam demokrasi dengan berbagai cara yang tidak bertentangan dengan Konstitusi.
Mengutip dari berita United Nation, PBB mengakui akan pentingnya pemberdayaan generasi muda dalam mengambil peran kepemimpinan dalam isu-isu Internasional. Hal ini mereka buktikan lewat pengumpulan pemimpin muda dengan tujuan berkelanjutan atau Young Leaders for the Sustainable Development Goals oleh Kantor Utusan Pemuda Sekjen PBB.
Relevansi Hari Demokrasi Internasional dengan Pemilu
Hari demokrasi Internasional yang mengusung nilai-nilai demokrasi sangat erat kaitannya dengan Pemilu. Demokrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pemerintahan rakyat yang mana sistem tersebut melibatkan seluruh rakyatnya untuk turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya yang terpilih.
Sementara Pemilu adalah Pemilihan Umum yakni pemilihan yang dilakukan serentak oleh seluruh rakyat suatu negara dalam memilih wakil rakyat dan sebagainya. Ada ketersinambungan antara demokrasi dan pemilu yang sama-sama melibatkan rakyat sehingga banyak yang menyebutnya sebagai “Pesta Rakyat”.
Berangkat dari tema “Pemberdayaan Generasi Muda” agaknya tema tersebut juga cocok kita kaitkan dengan Pemilu tahun 2024 nanti. Pasalnya, melalui Rekapitulasi DPT, generasi Z dan milenial mendominasi sebagai pemilih Pemilu 2024.. Oleh karenanya, rasanya tidak berlebihan jika mengatakan kaum muda berpotensi menjadi penentu kemenangan nanti.
Tentu data tersebut belum menjadi hal paten karena sering kali banyak generasi muda yang golput. Hal ini terjadi karena banyak faktor seperti minimnya informasi mengenai calon yang akan mereka pilih, berita hoax yang mendekati Pemilu, malas urusan administratif, sikap apatis terhadap dunia politik dan lainnya.
Apa itu Cowing Pemilu?
Selain daripada permasalahan Golput, banyak problem pelanggaran yang beriringan dengan mendekatnya Pemilu. Salah satunya yakni permasalahan Cowing atau intimidasi. Cowing sendiri merupakan sebuah tindakan yang membahayakan dan menekan seseorang dari kebebasan.
yang biasa melakukan tindakan ini ialah kaum yang yang lebih berkuasa kepada pihak tak berdaya. Adanya cowing menjadikan masyarakat tidak dapat memilih sesuai pilihan hatinya. Contohnya yakni melansir CNN Indonesia pada Pilkada DKI tahun 2017. (Komisi Pemilihan Umum) DKI Jakarta menemukan kasus cowing melalui spanduk yang melakatkan pemilihan calon tertentu dengan isu agama.
Semakin majunya zaman, proses cowing ini semakin meluas dan merebak ke dunia maya. Bahkan orang-orang yang tidak berada di partai politik alias pendukung fanatik bakal calon sering melakukannya. Mereka menggiring narasi kampanye dengan menggunakan ilmu cocoklogi dan mengaitkannya dengan isu agama, ormas, lembaga, dan yang lainnya.
Jangan Lupakan Asas Luber Jurdil
Dengan merebaknya kasus pelanggaran yang kita sadari ataupun tidak kita sadari tersebut, Rasanya penting kita untuk terus membudayakan asas Luber Jurdil dalam Pemilu yang termaktub dalam pasal 2 UU 7/2017. Asas ini merupakan akronim dari kata Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.
Asas Langsung berarti memastikan pemilih memberikan suaranya secara langsung tanpa perantara.
Lalu, Asas Umum yakni memberikan kesempatan kepada seluruh penduduk negara yang memenuhi persyatan sesuai undang-undang tanpa ada diskriminasi.
Asas Bebas memiliki arti bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak lain.
Selanjutnya, Asas Rahasia berarti memberikan jaminan kepada masyarakat untuk memberikan suara mereka secara aman dan rahasia dari pihak apa pun dan dengan cara apa pun.
Asas Jujur adalah asas yang melibatkan semua yang terlibat dalam Pemilu bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berikutnya, Asas Adil yakni asas yang menjamin keadilan antara peserta dan pemilih Pemilu.
Asas Luber Jurdil tersebut dapat kita praktikkan di dunia nyata maupun dunia maya untuk mencegah praktik cowing dan penyelewengan Pemilu lainnya. []