Mubadalah.id – Dalam Islam, syariat yang dilakukan para nabi dan utusan Tuhan lainnya berbeda-beda, tetapi yang sama adalah dalam keimanan, kepercayaan, dan keyakinannya kepada Tuhan yang Maha Esa.
Hal-hal lain yang sama dengan keimanan adalah prinsip-prinsip yang ada dalam semua agama Tuhan atau yang disebut sebagai ma’lum minad diin bidh dharurah.
Seperti kewajiban shalat, puasa, haji, haramnya membunuh, berzina, merampok, dan lain-lain yang merupakan kejahatan kemanusiaan. Seluruh agama meyakini semua prinsip ini.
Muhammad al-Madani mengatakan bahwa dalam bidang akidah, Syari’ (Allah Swt dan rasul-Nya) menyampaikannya dalam bentuk kalimat berita.
Syari’ adalah mukhbir (pembawa atau penyampai berita). Syari’ menyampaikan segala sesuatu menurut apa adanya, apa yang sesungguhnya.
Misalnya bahwa Allah Swt adalah Maha Esa, hari kebangkitan pasti datang. Serta wujud eskatologis dan metafisis lainnya. Terserah orang mau mempercayai atau tidak, tentu dengan menerima seluruh konsekuensinya.
Dalam bidang ibadah yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah). Seperti shalat, puasa, dan haji, maka syari’ berfungsi sebagai mubtakir (kreator). Allah Swt lah yang menciptakan nama dan aturannya. Manusia tidak berhak membuat aturan sendiri.
Kemudian, dalam aspek interaksi antar manusia (muamalah), syari’ tidak menentukan dan mengatur hukumnya secara rinci untuk segala hal. Syari’ berperan sebagai naqid (kritikus atau korektor). Ini tentu suatu kebijakan yang sangat tinggi dan puncak kearifan.
Sebab, kehidupan manusia akan terus bergerak dalam situasi dan kondisi yang berubah untuk menjadi sempurna, menjadi ideal sampai bumi berhenti berputar.
Menurut Muhammad al-Madani, Syari’ hanya memberikan prinsip dasarnya, antara lain ‘aadamuzh zhulm (tidak saling menzhalimi), dan ‘aadamudh dharar (tidak saling merugikan).
Kemudian, juga termasuk pada prinsip ‘aadamul maisir (tidak melakukan transaksi spekulasi naif atau judi), ‘aadamur riba (tidak melakukan renten atau eksploitasi). Serta at-taraadhi (saling menerima), dan as-syura (musyawarah/ konsultasi).
Sejarah sosial Arab masa Nabi Muhammad Saw menunjukkan bahwa beliau tidak membatalkan atau menghapus transaksi-transaksi yang baik, yang telah berjalan dan dipraktikkan dalam kehidupan mereka. Nabi hanya mengoreksi dan membatalkan transaksi-transaksi yang melanggar kriteria-kriteria tersebut.
Dengan begitu, manusia dapat mengatur dan menentukan sendiri bentuk-bentuk hubungan sosial, ekonomi, dan politik. Serta kebudayaan, dan sebagainya sepanjang tidak melanggar prinsipprinsip tersebut. []