Mubadalah.id – Selain resesi seks, yang indikasinya warga dunia di negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan sampai kota-kota besar di Indonesia banyak yang tidak ingin menikah bahkan tidak punya anak sehingga menyebabkan angka kelahiran anak (fertility rate) menurun, ada jenis resesi unik lain yang kini mengemuka.
CNBC memberitakan, terjadi resesi mood atau terkenal dengan vibecession yang menimpa warga dunia. Vibecession merupakan istilah yang berarti sentimen suram warga dunia terhadap perekonomian meskipun data finansial menunjukkan baik-baik saja.
Berdasarkan data dari Survey Monkey, mayoritas warga di 9 negara masih diliputi stres soal kondisi keuangan mereka. Di Amerika Serikat, Australia, Spanyol, dan Meksiko, sekitar 70% orang dewasa mengatakan mereka “sangat atau agak stres” mengenai uang. Persentasenya sedikit berkurang menjadi 63% di Inggris, 57% di Jerman, 55% di Swiss, dan sekitar separuh penduduk di Singapura dan Perancis.
Sumber kecemasan atau stres utamanya adalah inflasi, kenaikan harga-harga barang komoditas atau kebutuhan. Padahal, salah satu organisasi perekonomian dunia, International Monetary Fund (IMF), sudah menyatakan bahwa perekonomian global mendekati pendaratan mulus dan laju inflasi sudah mulai terkendali.
Inflasi Global
Selain itu, menurut CEO Survey Monkey, Eric Johnson, kebanyakan ahli dan organisasi ekonomi dunia setuju bahwa permasalahan rantai pasok (untuk kebutuhan produksi atau konsumsi) akibat pandemi sudah selesai.
Angka pengangguran juga sudah jatuh lebih rendah. Tetapi, hal itu tetap membuat sebagian warga dunia pesimis. Bukan tanpa alasan memang, setelah pandemi berakhir, dunia masih terhantui oleh inflasi global dan PHK massal yang terjadi di banyak negara.
Belum membicarakan soal perang yang terus berkecamuk antara Rusia-Ukraina, Israel-Hamas, Houti-Amerika Serikat atau Israel-Iran. Yang kita tahu menyebabkan ongkos distribusi barang internasional (ekspor-impor) menjadi mahal.
Namun harus kita syukuri, semua fenomena ekonomi di atas tidak memengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Data Inflasi dari Bank Indonesia menunjukkan, bulan Februari 2024, inflasi di Indonesia adalah 2.75 % ; Januari 2024, 2.57 % ; Desember 2023, 2.61 % ; November 2023, 2.86 %.
Oleh karena itu jangan terlalu khawatir. Meski saat ini harga beras, bahan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia sedang naik daun, itu belum seberapa dengan harga beras di negara lain. Tapi tetap, sebagai masyarakat kita harus selalu mempersiapkan diri akan sesuatu hal yang mungkin bisa terjadi di kemudian hari. Sebab dengan kondisi geopolitik international yang sedemikian kompleks, stabilitas ekonomi internasional masih bisa terganggu.
Rasa Syukur
Bagi masyarakat muslim, persiapan itu tidak kita anjurkan hanya sebatas persiapan dari segi umum, dari segi agama pun harus kita persiapkan. Dari segi umum, ada baiknya semua persoalan ekonomi di atas kita tanggapi secara positif dan motivatif. Dengan ikhtiar dalam pekerjaan yang semakin semangat, semakin gemar melakukan budaya menabung, hidup sederhana, dan semakin peduli terhadap sesama.
Dari segi agama, semua persoalan ekonomi itu harus kita tanggapi dengan rasa syukur. Inilah yang kemudian bisa memunculkan sikap optimis. Sikap pesimis yang warga dunia rasakan tadi, bisa jadi penyebabnya karena ada banyak di antara mereka yang kurang bersyukur dengan keadaan ekonomi atau kehidupan pribadi maupun keluarganya.
Di samping itu, dalam Islam, setiap persoalan sejatinya memiliki jalan keluar dan sesuai dengan kemampuan suatu pihak. Jika kemudian persoalan itu menimpa negara atau masyarakatnya (naudzubillah), keyakinan ini harus kita pegang dengan teguh. Baik oleh pemerintahannya atau individu masyarakat. Asal semua pihak itu bisa saling bahu membahu menyelesaikan masalah ekonomi mengemuka (dengan potensi atau kemampuan masing-masing).
Individu masyarakat dengan kemampuan manajemen pribadi dan keluarga. Organisasi masyarakat Islam dengan kemampuan memberdayakan lembaga zakat, infak, sedekah dan wakaf yang ada. Lembaga swadaya masyarakat dan organisasi pemuda atau mahasiswa dengan kemampuannya juga serta pemerintah.
Peran Pemerintah
Di sini, peran pemerintah memang yang paling vital. Di tengah situasi ekonomi yang demikian (dan diperparah masalah lingkungan), langkah preventif (pencegahan dari dampak terburuk) dan alternatif (jalan keluar dari kemungkinan terburuk) harus dipersiapkan.
Apakah dengan menyiapkan berbagai strategi pengendalian inflasi, atau menyiapkan berbagai program untuk mencegah suatu krisis terjadi (apakah krisis pangan, energi dan sebagainya). Contohnya seperti menyiapkan strategi yang berkaitan dengan suku bunga, program ketahanan pangan (yang pro petani), program transisi energi dan lain-lain).
Dengan begitu, semua sebagai warga negara bisa optimis. Tapi, apa pun keadaanya, sebagai warga negara apalagi yang beragama Islam (muslim/muslimah) memang harus senantiasa optimis. Islam bukanlah agama yang mengajarkan pesimistis.
Islam menganjurkan agar setiap orang tidak putus asa dengan keadaan. Suatu keadaan manusia disebutkan (dalam berbagai keterangan kitab suci atau hadits) sesuai dengan pikiran manusia itu sendiri. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya:
“Wahai, orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka. Sesungguhnya, sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada sebagian kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat Lagi Maha Penyayang.”
Sehingga menyikapi situasi seperti itu, harus tetap mengedepankan optimis (berprasangka baik kepada Allah), yang diiringi dengan syukur dan tawakal (usaha yang diiringi doa) dalam kehidupan. Dalam firman lain Allah berjanji,
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan kebutuhannya.” (Ath-Thalaq : 2-3). []