Mubadalah.id – Aleta Baun atau panggilan akrabnya Mama Aleta, seorang pejuang lingkungan yang berasal dari tanah Mollo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mama Aleta menjadi satu-satunya utusan masyarakat adat yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPR RI dari Daerah Pemilihan NTT II. Dari sinilah Mama Aleta semakin banyak masyarakat yang mengenalnya. Namun sebenarnya sebelumnya Mama Aleta telah banyak berkiprah dalam menjaga lingkungan.
Mengenal lebih dekat Mama Aleta
Lahir dari keluarga petani di Mollo, NTT dan dibesarkan di tengah masyarakat pertanian membuat Mama Aleta mempunyai kepekaan terhadap lingkungan sangat besar. Setelah ditinggal ibunya di usia yang masih sangat muda, Mama Aleta dibesarkan oleh keluarga dan Masyarakat di sekitarnya untuk menjadi perempuan yang mampu menghormati lingkungan sebagai sumber kehidupan dan spiritual.
Menolak Tambang Marmer di Desa Fatumnasi dan Kuanoel
Mama Aleta pernah memimpin penolakan terhadap penambangan yang terjadi di wilayah Masyarakat adat Mollo, NTT. Ketika itu sebuah perusahaan ingin menguasai wilayah dan akan menjadikannya sebagai tempat pertambangan. Dengan membawa anaknya yang masih bayi berumur dua bulan, Mama Aleta memberanikan diri keluar masuk kampung untuk mempertahankan wilayah Masyarakat adat.
Dalam perjuangannya tersebut, Mama Aleta rela mengungsi dari rumahnya dalam waktu beberapa bulan. Bersama rakyat Mollo, Mama Aleta menghadapi intimidasi dan kekerasan oleh para preman yang dibayar oleh Perusahaan.
Banyak hal yang telah mereka lakukan untuk mempertahankan wilayahnya. Dia mengorganisir ratusan penduduk desa untuk dapat menggunakan lokasi penambangan sebagai tempat menenun. Penolakan dengan cara menenun ini, menurut Mama Aleta karena menenun adalah identitas adat orang timur.
Sejak kecil, ibunya telah mengajarkan dia untuk bisa menenun. Tidak hanya itu, ibunya juga mengajarkan tentang kekayaan alam, adat dan tanggung jawab perempuan.
Tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan, laki-laki juga mempunyai tanggung jawab terhadap alam yang menjadi tempatnya untuk melangsungkan kehidupan. Dengan menenun, Perempuan timur dapat menjaga identitas dan alam saat berjuang, sedangkan laki-laki berperan mengurus rumah dan anak secara bergantian.
Perjuangan ini tidaklah mudah hingga 13 tahun (1999-2012) lamanya mempertahankan alam dengan menutup tambang marmer yang telah beroperasi. Mama Aleta menegaskan bahwa dia dan seluruh Masyarakat adat tidak akan membiarkan Pembangunan yang merusak alam.
Mendapatkan Penghargaan
Perjuangan berat Mama Aleta inilah yang kemudian mengubah hidupnya. Pada tahun 2013, Mama Aleta mendapatkan penghargaan sebagai The Goldman Enviromental Prize Award 2013. Hasil dari penghargaan tersebut Mama Aleta mendirikan Mama Aleta Fund (MAF) pada tahun 2017.
Lalu pada tahun 2017 juga, Mama Aleta mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2016, yang mana penyerahannya dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Melansir dari web resmi Mama Aleta Fund memperlihatkan banyak kegiatan yang Mama Aleta lakukan bersama Masyarakat adat. Mama Aleta melakukan banyak kegiatan yang terfokus pada penyelamatan alam. Namun tidak hanya itu saja, Mama Aleta juga memperjuangkan kesetaraan bagi Perempuan adat NTT.
Dari sinilah dapat kita lihat bahwa perjuangan Mama Aleta menjaga keutuhan alam sangat berharga. Dia tidak hanya memikirkan diri sendiri namun juga alam yang sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup.
Sebenarnya keutuhan alam bukan hanya tanggung jawab perorangan ataupun tanggung jawab kelompok semata, namun menjadi tanggung jawab bersama. Akan tetapi hal ini sangat sulit kita lakukan jika kesadaran pribadi belum ada dalam diri masing-masing manusia.
Mari bergerak untuk menjaga keselamatan dan keutuhan alam kita. []