Mubadalah.id – Rahima menggelar Penguatan Kapasitas dan Jaringan Ulama Perempuan Muda Wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy, pada Rabu, 05 Mei 2024.
Kegiatan tersebut merupakan ruang untuk merefleksikan capaian dan tantangan implementasi fatwa KUPI terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren dan komunitas.
Bahkan, dari kegiatan ini diharapkan dapat tersusunnya rencana dan strategi kolaborasi setiap kabupaten dan wilayah. Serta menguatnya jejaring Ulama Perempuan Muda, simpul Rahima dan jaringan.
Untuk diketahui, Rahima merupakan organisasi masyarakat sipil yang memiliki cita-cita terwujudnya kultur dan struktur sosial yang berkeadilan dengan terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia.
Cita-cita tersebut tersebut dituangkan ke dalam dua misi yaitu adanya pengakuan pada otoritas Ulama Perempuan dan memampukan mereka sebagai agen perubahan terutama di akar rumput.
Guna mewujudkan misi tersebut, Rahima berupaya memperkuat pengetahuan dan skill Ulama Perempuan terkait dengan kajian Islam yang adil gender, kesehatan reproduksi, pengorganisasian, analisis sosial, dakwah transformatif, dan literasi digital.
Rahima mendukung Ulama Perempuan simpul Rahima untuk secara aktif berkolaborasi dan melakukan advokasi di ruang khidmah dan wilayahnya masing-masing.
Bahkan, sejak tahun 2005 hingga sekarang, Rahima telah mengadakan Pendidikan Pengaderan Ulama Perempuan (PUP) sebanyak 7 angkatan.
Dari 7 angkatan tersebut Rahima telah melahirkan Ulama Perempuan dari berbagai provinsi di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Selatan dan Solo Raya-Jawa Tengah.
Sekretaris Majelis Musyawarah (MM) Keagamaan KUPI, Masruchah mengatakan bahwa Rahima sebagai penyelanggara KUPI memiliki mandat untuk berkhidmah di pesantren, majelis taklim dan lembaga pendidikan.
Maka, Penguatan Kapasitas dan Jaringan Ulama Perempuan Muda menjadi bagian dari mandat KUPI tersebut.
Pencegahan Kasus Kekerasan Seksual
Salah satu mandat dari KUPI ini, menurut Masruchah, adalah soal pencegahan kasus kekerasan seksual di pesantren.
Maka dengan begitu pesantren memiliki peran yang cukup penting dalam pencegahan kasus kekerasan seksual. Karena kalau tidak, angka kekerasan di pesantren akan semakin meningkat.
Merujuk data dari Komnas Perempuan, saat ini pesantren menempati posisi kedua dari tingginya kasus kekerasan seksual.
Dalam laporan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi (PT) menempati posisi pertama kasus kekerasan seksual dengan data 35%. Posisi kedua adalah pesantren atau lembaga pendidikan berbasis agama Islam dengan angka 16%. Sedangkan di posisi ketiga sebesar 15% ditempati oleh SMA/SMK.
Oleh sebab itu, Rahima memiliki peran penting untuk terus membumikan fatwa KUPI bahwa pesantren harus menjadi ruang yang aman dari semua tindak kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana dalam fatwa KUPI I di Pesantren Kebon Jambu.
“Rahima punya mandat dari KUPI sebagai penyelenggara di ruang khidmah pesantren, majelis taklim dan lembaga pendidikan. Sehingga tujuan dari penguatan kapasitas ini terus membumikan fatwa KUPI. Terutama bagaimana pesantren harus menjadi ruang yang aman dari kasus kekerasan seksual,” kata Masruchah.
Masruchah meminta agar semua jaringan Ulama Perempuan muda yang menjadi pengasuh di pesantren untuk membuat SOP tentang pencegahan kekerasan seksual di pesantren.
“Pesantren Nurul Huda yang diasuh oleh Kang Cecep dan Nyai Erna menjadi salah satu pesantren dampingan Rahima yang telah membuat SOP pencegahan kekerasan seksual,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Ia berharap, kepada seluruh Ibu Nyai dan Pak kiai. Serta sahabat KUPI untuk terus berjuang meminimalisir tingginya angka kekerasan seksual di pesantren. “Sehingga pesantren akan kembali menjadi ruang yang aman,” tukasnya. []