Mubadalah.id – Setiap umat Islam setidaknya membaca “ihdinaash shirathal mustaqim – hantarkan kami kejalan yang lurus” sebanyak 17 kali. Sebab surat al Fatihah dimana “ihdina ash shirathal mustaqim” adalah salah satu ayatnya, wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat lima waktu.
Entah makna apa yang dibanyangkan orang yang membaca ayat ini. Apakah membayangkan shirathal mustaqim seperti jalan tol Cipali, atau tol Jakarta-Surabaya, ataukah jalan jalan lurus lainnya, atau membacanya hampa dan hambar tanpa makna apapun? Wallahu A’lam.
Jika kita membaca ayat ayat al Qur’an, setidaknya makna shirathal mustaqim bisa sedikit disingkap, sekalipun makna yang tersembunyi mungkin saja lebih banyak. Ayat 151-152 surat al An’am menyatakan bahwa “shirathal mustaqim” adalah sepuluh perintah/larangan Allah, yaitu:
(1) Jangan sekutukan Allah dengan apapun, (2) berbuat baiklah kepada kedua orang tua, (3) janganlah bunuh anak anakmu akibat kemiskinan, sebab Allah yang memberi rizqimu dan juga anak anakmu, (4) janganlah dekati perbuatan keji, yang tampak maupun yang tersembunyi. (5) janganlah membunuh nyawa yang diharamkan Allah, (6) janganlah dekati harta anak yatim, kecuali dengn cara yang baik, (7) sempurnakan (jangan kurangi) timbangan dan takaran, (8) jangan bebani seorang di atas kemampuannya, (9) jika berkata, adillah walaupun kepada kerabat, dan ke (10) penuhilah perjanjian Allah.
Kemudian pada ayat selanjutnya, yakni ayat 153, al Qur’an mengakhiri dengan pernyataan ” sesungguhnya inilah jalanku yang lurus maka ikutilah, jangan ikuti jalan jalan selainnya”. Jadi yang di maksud jalan yang lurus dalam surat al Fatihah itu adalah sepuluh perintah/larangan Allah dalam surat al An’am, yang telah menjadi jalan orang orang yang telah diberi nikmat oleh Allah.
Siapakah orang orang yang telah diberi nikmat Allah? Al Baqarah ayat 48 menyatakan bahwa Allah telah memberikan Nikmatnya kepada “Bani Isra’il”. Bahkan dalam surat Ash-shaffat ayat 114-118, dinyatakan bahwa Allah telah menyelamatkan Nabi Musa dan Nabi Harun alaihima as salam dan kaumnya, menolongnya, memberi kitab kepada keduanya, dan mengantarkannya ke “ash-shiratal mustaqim”.
Umat Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk mengikuti sepuluh perintah Allah itu sebagaimana pernah diturunkan dan diperintahkan kepada Umat Nabi Musa as. The ten commandments yang diturunkan kepada Nabi Musa as merupakan pilar dan basis dari Judaisme yang telah didasarkan.
10 perintah Allah di atas menjadi prinsip prinsip dan nilai nilai kemanusian universal. Karena ia tidak berubah sepanjang zaman. Bahasa usul fiqihnya, 10 perintah Allah ini adalah “tsawabith la tataghayyar” atau ” al kulliyat wa al qhat’iyyah” yaitu ajaran universal yang berlaku dalam setiap situasi, kondisi dan zaman.
Jadi membaca ayat ihdina ash-shirthal mustqim dalam surat al Fatihah seharusnya membayangkan “makna makna itu”. Wallahu A’lam.[]