• Login
  • Register
Rabu, 18 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menilik diksi “Perempuan dan Wanita” dalam Terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama RI

Terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama adalah salah satu yang tidak luput dari kritikan dalam upaya pengarusutamaan gender.

Muhimmatus Saadah Muhimmatus Saadah
24/01/2025
in Pernak-pernik
0
Perempuan dan Wanita

Perempuan dan Wanita

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan selalu menjadi isu yang menarik untuk diperbincangkan. Bagaimana tidak, selama kehidupan di dunia ini berlangsung, perempuan seakan tidak pernah merdeka. Ia selalu berjuang dan berjuang untuk membebaskan diri dari jajahan kemaskulinan kaum laki-laki.

Dalam perjalanan perjuangannya, berbagai hal partikular pun yang menyudutkan perempuan akan dikritisi, demi tercapainya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Atau yang populer kita dengar dengan istilah kesetaraan gender.

Terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama adalah salah satu yang tidak luput dari kritikan dalam upaya pengarusutamaan gender. Melihat dari dinamika kata “perempuan dan wanita” dalam terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama RI telah melakukan perbaikan sebanyak lima kali setelah diterbitkan pertama kali pada tahun 1965.

Adanya edisi revisi tersebut tentu tidak lepas dari penyesuaian dengan perkembangan bahasa ataupun isu-isu yang dipandang mendiskriminasi satu kelompok tertentu dan hal-hal lain yang memang dibutuhkan revisi.

Revisi Selama Empat Kali

Selama kurang lebih enam dasawarsa ini, Kementerian Agama telah berhasil melakukan revisi di tahun 1971, 1990, 2002, dan 2019. Dalam Al-Qur’an, kata perempuan tersebar di berbagai surah menggunakan term imra’ah, mar’ah, an-nisā’, dan unṡā.

Baca Juga:

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Merebut Tafsir: Ketika Daya Dukung Sosial bagi Anak Melemah

Fikih Disabilitas dan Narasi Inklusif

Jika kita lihat, terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama terbitan tahun 1989 akan banyak kita temukan terjemahan yang mengarah pada perempuan menggunakan kata “wanita”.

Berbanding terbalik dengan terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama yang terbit tahun 2002. Pada edisi ini, terjemahan menggunakan kata “wanita” di term yang mengarah pada perempuan nyaris tidak kita temukan. Yang ada hanyalah terjemahan menggunakan kata “perempuan”.

Sedangkan terjemahan termuda yang terbit tahun 2019, terjemahan kata “wanita” dan “perempuan” sama-sama kita temukan. Perempuan dan wanita memang dua kata yang memiliki sinonim. Meski demikian, ternyata keduanya berbeda dari segi makna. Kata wanita pertama kali muncul pada masa orde baru, dan lumrah mereka gunakan di berbagai komunitas.

Banyak kita temukan di berbagai komunitas yang menggunakan diksi perempuan, tidak menggunakan kata wanita. Seperti Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, Yayasan Perempuan Merdeka, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, dan lain sebagainya.

Perubahan diksi pada terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama tersebut tentu bukan tanpa alasan. Penentuan dan penetapan terjemahan kata dari diksi “wanita” ke “perempuan” hingga ke sama-sama ada antara “wanita” dan “perempuan” melalui proses diskusi panjang tim penerjemah.

Alasan perubahan diksi tersebut adalah karena ditinjau dari asal katanya, kata “wanita” berasal dari bahasa Jawa yaitu wani ditata.

Dengan demikian, wanita berarti orang yang berani ditata atau diatur. Ada juga yang menyatakan bahwa asal kata wanita adalah vanita dari bahasa sanskerta.

Makna Vanita

Makna vanita pun tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kata wani ditata. Jika wani ditata artinya berani dan mau ditata dan diatur, maka vanita  memiliki arti “yang diinginkan”.

Penggunaan kata wanita seolah ia menjadi objek dan tak dapat berkutik menjadi subjek. Jika kita maknai seperti itu, maka wanita akan menjadi manusia yang tidak memiliki kendali apa pun karena ia yang akan melakukannya.

Asal kata “wanita” yang mengakibatkan pengertian pendiskriminasian tersebut kemudian mengundang gejolak dari pihak wanita dan yang mendukungnya.

Oleh karena itu, mereka menuntut agar terjemahan term yang mengarah pada perempuan tidak bisa mereka terjemahkan dengan kata “wanita”.

Makna Perempuan

Diksi “perempuan” akhirnya lebih cocok kita gunakan, karena jika melihat pada asal katanya, kata perempuan berasal dari kata “empu” yang mendapat imbuhan “per” di depan dan “an” di belakang.

Kata “empu” yang juga berasal dari bahasa Jawa memiliki arti orang yang mulia dan terhormat. Sehingga, jika terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama menggunakan kata “perempuan”, maka terjemahan Al-Qur’an tersebut menunjukkan penghormatan dan pemuliaan pada makhluk lawan jenis dari laki-laki tersebut.

Makna kata yang kontradiktif antara kata “wanita” dan “perempuan” pada akhirnya menjadi polemik. Jika menggunakan kata “wanita”, maka secara tidak langsung terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama tidak menjadi wadah ataupun busur panah dalam pengarusutamaan kesetaraan gender.

Padahal, terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama posisinya sebagai terjemahan yang terafiliasi dengan pemerintah. Sehingga ia harus mendukung keadilan dengan tidak menyudutkan pihak tertentu.

Teks Al-Qur’an yang telah final menjadikannya sebagai teks statis sakral yang tak dapat manusia ubah. Namun tidak dengan makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.

Al-Qur’an akan senantiasa sāliḥ li kulli zaman wa makān, yang berarti bahwa nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an akan selalu relevan dalam setiap perkembangan zaman dan tidak akan lekang ditelan waktu.

Dengan sifatnya itulah kemudian, Al-Qur’an akan terus kita adopsi dan gali nilai-nilai yang tersimpan di dalamnya untuk kita implementasikan pada setiap sendi kehidupan manusia. Apalagi terjemahan Al-Qur’an Kementerian Agama menjadi terjemahan yang paling banyak masyarakat Indonesia jadikan rujukan.

Upaya Merealisasikan Kesetaraan Gender

Dengan adanya diskusi terjemahan Al-Qur’an menggunakan kata ”perempuan dan wanita” menunjukkan adanya upaya merealisasikan kesetaraan gender dari aspek kecil berupa terjemahan kata.

Sejatinya, Al-Qur’an tidak pernah merendahkan perempuan. Pembacaan-pembacaan kelirulah yang menggambarkan seolah Al-Qur’an memandang rendah sosok perempuan. Al-Qur’an tergantung pada siapa yang membaca dan menafsirkannya.

Yang perlu kita  garisbawahi adalah bahwa Al-Qur’an dengan tafsir dan terjemahnya itu adalah sesuatu yang berbeda. Kita harus memberikan garis pemisah antara Al-Qur’an dengan tafsirannya ataupun terjemahannya. Sampai kapan pun, Al-Qur’an akan tetap dengan kesakralannya. Sedangkan tafsir dan terjemahannya hanyalah pembacaan terhadap Al-Qur’an yang bersifat profan, sehingga ia terbuka lebar untuk kita kritisi dan perbaiki. []

Tags: Kementerian Agama RIMerebut Tafsirpengarusutamaan genderPerempuan dan WanitaTerjemah al-Qur'an
Muhimmatus Saadah

Muhimmatus Saadah

Terkait Posts

Sister in Islam

Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

18 Juni 2025
Kekerasan dalam

Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

18 Juni 2025
Pemukulan

Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

18 Juni 2025
Hiburan Walimah

Hiburan Walimah yang Meriah, Apakah Membawa Berkah?

17 Juni 2025
Kekerasan Perempuan yang

Nabi Saw Memuliakan dan Menolak Semua Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan

17 Juni 2025
Hajar dan Sarah

Kisah Ibunda Hajar dan Sarah dalam Dialog Feminis Antar Agama

16 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID