Mubadalah.id – Masalah pernikahan selalu aktual dan menarik dibicarakan. Ia tidak hanya menyangkut tabiat dan jalan hidup manusia yang asasi saja, tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu keluarga.
Dikatakan luhur dan sentral, karena lembaga ini dalam pandangan Islam diproyeksikan sebagai benteng utama bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Sebab, lembaga ini memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya anak adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di muka bumi ini.
Ikatan yang kokoh
Pernikahan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi persoalan sangat penting dan besar. Dalam bahasa al-Quran Surat an-Nisa ayat 21, akad nikah atau pernikahan disebut sebagai Mitsaqan Ghalizdan atau suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Maka, semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri diharapkan senantiasa memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan tanggung jawab.
Dalam konteks ini, Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khithbah dan peminangan, cara mendidik anak, jalan keluar jika terjadi kemelut rumah tangga, hingga masalah nafkah dan harta waris. Semuanya telah Islam atur secara rinci.
Fitrah kemanusaian
Dalam pandangan Islam, nikah adalah fitrah kemanusiaan. Karena itu, Islam menganjurkan umatnya untuk menikah. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah,dari Aisyah, Nabi bersabda:
النكا ح سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني و تزوجوا فانى مكاثر بكم الامم يوم القيا مة
“Nikah adalah tradisi agamaku. Maka, barangsiapa tidak mengamalkanya, niscaya ia tidak termasuk golonganku. Dan menikahlah sebab, aku hendak membanggakan banyaknya umatku dengan (pernikahan) kamu di hadapan umat-umat lain kelak di hari kiamat.”
Islam mengajarkan bahwa nikah adalah satu-satunya sarana untuk menyalurkan naluri seksual, melahirkan keturunan, dan sarana untuk membina keluarga yang islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan pun sangat besar. Bahkan, dalam sebuah hadits Nabi, seperti dalam riwayat at-Thabrani, al-Hakim al-Baihaqi, ikatan itu menyatakan sebanding dengan separuh agama.
ادا تزوجا العبد فقداستكمل نصفالدين فليتق الله النصف البا قى
“Ketika seorang hamba menikah sesungguhnya ia telah melengkapi separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Alloh dalam (memelihara) separuh yang lain.” []