Mubadalah.id – Dalam al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang mulia, terhormat, sekaligus ciptaan-Nya yang paling unggul dari semua ciptaan-Nya yang lain. Sebagaimana Firman Allah:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ
“Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak Adam. Kari angkat mereka di daratan dan lautan. Kari beri mereka rejeki dari yang baik-baik serta Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan ciptaan Kami.” (QS. al-Isra (17): 70).
Al-Zamakhsyari, seorang ahli tafsir klasik, menyatakan bahwa kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia dalam ayat di atas adalah penganugerahan akal yang digunakan untuk berfikir dan berkreasi. Sekaligus membedakan antara baik dan buruk.
Kemuliaan tersebut menjadi modal bagi manusia untuk mengelola dan menundukkan potensi bumi. Kekuatan akal inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya.
Demikian pula dengan penjelasan Fakhruddin al-Razi. Menurutnya, akal merupakan anugerah sangat spesifik milik manusia yang digunakan untuk mencari hakikat segala hal. Akal tidak akan pernah dijumpai pada makhluk lain.
Karenanya, akal merupakan kreasi Tuhan paling istimewa di alam semesta (asyraf al-nufus al-maujudah fi badza al-‘alam).
Dengan potensi akal pikiran, manusia menjadi makhluk yang bebas untuk menentukan nasibnya sendiri dalam menjalani kehidupan di dunia. Dengan akal intelektual, manusia menciptakan peradaban dan kebudayaan.
Kemudian, dalam sebuah hadis Qudsi, Allah menyatakan, “Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan sesuatu yang lebih mulia di hadapan-Ku kecuali kamu (akal). Karenamu Aku meminta, karenamu Aku memberi. Bahkan karenamu Aku minta pertanggungjawabanmu dan karenamu pula Aku menghukummu.“ []