• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Tidak Ada Kewajiban Anak di Bawah Umur Memberikan Nafkah kepada Orang Tua

Penjelasan ini, untuk menegaskan hal di atas, bahwa anak-anak di bawah umur itu harus dinafkahi bukan menafkahi

Redaksi Redaksi
04/12/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Nafkah

Nafkah

540
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam fikih, ayat dan hadits tentang kewajiban nafkah hanya kepada orang dewasa, ayah dan atau ibu. Seperti QS. al-Baqarah: 233 dan hadits tentang Hindun ra. (Shahih al-Bukhari, No. 2250).

Mayoritas ulama fikih mewajibkan nafkah seseorang secara berurut kepada ayahnya, lalu kakeknya, lalu ibunya. Kecuali dalam mazhab Maliki, kewajiban nafkah hanya terbatas pada ayah, tidak pada kakek dan ibu.

Sementara Ibn Hazm al-Zhahiri (w. 456 H/1064 M) lebih fleksibel dan menyeluruh, bahwa setiap orang, laki-laki maupun perempuan, setelah selesai dengan kebutuhannya. Maka ia wajib menafkahi secara berurut kepada seluruh ayah dan kakeknya, serta anak dan cucunya, sesuai kemampuan dan kebutuhan.

Penjelasan ini, untuk menegaskan hal di atas, bahwa anak-anak di bawah umur itu harus orang tua berikan nafkah. Bukan anak yang menafkahi orang tua. Sehingga, mereka tidak termasuk orang yang memiliki beban oleh fikih untuk bekerja mencari nafkah.

“Dari Aisyah ra., bahwa Hindun Ibu dari Mu’awiyah berkata kepada Rasulullah Saw., “Bahwa Abu Sufyan laki-laki yang kikir, apakah saya berdosa mengambil dari hartanya secara sembunyi-sembunyi?’ Nabi Saw. menjawab, Ambillah untukmu dan untuk anak-anakmu secukupnya secara patut,” (Shahih al-Bukhari, No. 2250).

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

Mengapa anak-anak di bawah umur harus dinafkahi?

Mayoritas ulama memandangnya karena mereka biasanya tidak memiliki harta sendiri dan belum mampu bekerja mencari nafkah. Usia mereka masih rentan dan tergantung pada orang dewasa.

Artinya, jika mereka memiliki harta, hasil warisan atau pemberian orang lain, maka nafkah mereka untuk kebutuhan hidup mereka dari harta mereka sendiri. Tidak harus dari harta kedua orang tua mereka.

Hal ini berbeda dengan mazhab Zaidiyah yang memandang bahwa kewajiban nafkah ini terkait dengan usia anak di bawah umur, bukan karena ia memiliki atau tidak memiliki harta.

Jika seorang anak memiliki harta yang cukup, atau kaya raya sekalipun, kewajiban nafkahnya tetap dari harta kedua orang tuanya, bukan dari harta kekayaannya sendiri. []

Tags: keluargaMemberinafkahwajib
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KDRT

    3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID