• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Muharram For Peace : Istimewanya Menjadi Muslim Indonesia

Aprillia Susanti Aprillia Susanti
07/09/2020
in Pernak-pernik, Publik, Rekomendasi
0
Muharram for Peace

temukan keseruan acara Muharram for Peace

134
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Jika saya ditanya istimewanya menjadi muslim Indonesia itu apa? Saya agak kebingungan dan paling mentok akan saya jawab ketika bulan puasa banyak makanan enak, ada begitu banyak tradisi selama bulan ramdhan, waktu puasa yang terbilang sebentar bila dibanding dengan negara di benua lain, gampang saja menemukan makanan halal, dan banyak bangunan masjid jadi mudah untuk sholat.

Setelah menonton Muharram For Peace: Istimewanya Menjadi Muslim di channel Youtube Mubadalah.id saya mendapatkan hal, pengetahuan baru ihwal apa sih istimewanya menjadi Muslim Indonesia selain puasa yang singkat dan mudahnya menjalankan ibadah?

Acara ini dimoderatori oleh Cak Imam Malik (Mahasiswa PhD Western Sydney-Australia) dengan dua narasumber  yaitu DR (HC). KH. Husein Muhammad ( Ketua Umum Yayasan Fahmina / Pengasuh Pondok Pesantren Dar el-Fikr, Cirebon) dan DR. Siti Ruhaini  Dzuhatin, Ma (Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden / Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah 2000-2005).

Diskusi Muharram for Peace ini dimulai dengan pandangan atau kesan orang luar yang terkejut dan heran terhadap muslim di Indonesia. Misalnya mereka heran dengan status pengajar yang disandang oleh Bu Ruhaini. Maksudnya kenapa bisa seorang perempuan, muslim, dapat mengajar dan begitu bebas memilih profesi yang dikehendaki. Keheranan itu bagi Bu Ruhaini ialah bentuk kewajaran, karena di negara-negara Islam lain sangat jarang atau bahkan tidak ditemukan perempuan muslim seperti di Indonesia.

Menjadi muslim di Indonesia memiliki banyak privilage yang memberikan keuntungan Indonesia di kancah Internasional. Bu Ruhaini menceritakan bagaimana ia bisa terpilih menjadi Ketua Komisi HAM di Organisasi Kerja sama Islam (OKI) karena salah satunya ia adalah seorang perempuan dam muslim dari Indonesia.

Baca Juga:

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

Identitas sebagai muslim Indonesia memberikan posisi yang menguntungkan sekaligus memberikan sebuah diktum, bahwa negara ini menjadi salah satu acuan masyarakat dunia dalam berislam; Indonesia yang moderat, yang mana ditopang dua organisasi besar yaitu NU dan Muhammadiyah.

Menurut Bu Ruhaini hal tersebut dapat dijadikan sebagai modalitas untuk menyebarkan nilai-nilai yang menjadi ciri Muslim Indonesia. Modalitas itu disebutnya dengan Washatiyahtul Islam Indonesia yang artinya Islam Nusantara, berkemajuan dan berkebangsaan.

Mengutip gagasan Al-Qardawi, Wasathiyyah adalah sikap atau sifat moderat, adil antara dua pihak yang berhadapan atau yang saling bertentangan, sehingga salah satu dari mereka berpengaruh dan memengaruhi pihak lain dan tidak ada pihak yang mengambil alih haknya yang lebih banyak dan mengintimidasi pihak lain.

Wasathiyyah akan menjadi penetral dari dua sikap titik ekstrim seperti antara nilai kemanusian dan nilai rabanniyah, antara ruh dan materi, antara individu dan soial. Moderasi seperti itulah yang membentuk Islam Indonesia hingga kini (Jurnal Penelitian Islam, Implementasi Konsep Islam Wasathiyyah, Ahmad munir dan Agus Romdlon Saputra).

Ada yang menarik dari Muslim Indonesia yaitu kuatnya nilai-nilai kultural dan tradisional yang dipegang dalam ajaran agama misalnya dalam kultur Nahdatul Ulama (NU). Ia mengklaim dirinya sebagai tradisionalis muslim. Hal ini menjadi menarik karena, bagi para sosiolog barat modernitas dimulai ketika suatu kelompok dapat menanggalkan identitas tradisionalnya.

Orang-orang barat ‘modern’ percaya bahwa sesuatu yang bersifat tradiosinal adalah kolot dan menghambat kemajuan, namun nyatanya itu  tidak terbukti pada NU. Ia bahkan melampaui gagasan-imajinasi orang barat ‘modern’ dalam pemikiran dan pergerakan. Kiai Husein berpendapat bahwa progresifitas itu karena di pesantren diajarkan tiga hal yaitu Fiqh Sufisme, Islam Fiqh Sufistik, dan Islam Sufisme.

Mengutip pendapat Gus Dur bahwa Fiqh sufisme menekankan pada pendekatan esensialistik dan mengapresisiasi keberagaman kultural sementara, Islam sufisme menenkankan pada aspek legal formal. Beragamnya model fiqih menjadi suatu hal yang penting dan sangat berperan dalam pola berpikir para santri. Sehingga para santri tidak akan mudah terjebak dalam satu dogma fiqh tunggal, tidak terjebak pada bentuk formalisme serta mengutamakan substansi.

Tidak jauh berbeda dengan Kiai Husein dalam memandang suatu hukum-perkara. Bu Ruhaini menjelaskannya dengan pengalamannya dalam satu pertemuan HAM di OKI. Ia mengejutkan para peserta pertemuan dengan mengatakan bahwa poligami bukanlah ajaran Islam. Ia menjawab dengan mendasarkan pada substansi bukan formalisasi semata. Karena poligami sudah ada sejak lama, yang menjadi ajaran islam adalah bagaimana memanusiakan praktik dalam Islam; menjadikan poin ini sangat penting dalam memahami sebuah masalah dengan pendekatan hak-hak asasi manusia.

Lebih lanjut, muslim Indonesia menjadi Istimewa karena ia melalui suatu proses yang membuat diversity Indonesia kini utuh dan matang. Bu Ruhaini menyebutnya sebagai proses transformasi dari ethnoreligious centrism menjadi nation state, di mana Oktober 1928 adalah tonggaknya. Organsiasi keagamaan mengambil andil penting dalam proses kebangkitan Indonesia untuk menjadi sebuah bangsa seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), Persis, Organisasi Kristen, Organisasi Katolik, Organisasi Hindu dan sebagainya.

Organisasi keagamaan yang merasionalisasi dari etnosentris  menjadi nation state hanya terjadi di Islam Indonesia, yang tidak terjadi di negara-negara Islam lain. Ia mengatakan bahwa peran NU dan Muhammadiyah penting karena dapat mentransformasi dan memfilter nilai-nilai etnosntrisme menjadi tatanan etik, public value yang itu jadi basis ke-nasional-an dengan menyeimbangkan peran negara dan agama. Menjaga moderasi Indonesia dari bahaya residu etnoreligius yang masih kita miliki dalam konsep kesukuan Indonesia.

Demikianlah penjabaran bagaimana istimewannya menjadi muslim Indonesia pada kegiatan Muharram for Peace. Dua narasumber sepakat untuk tetap melesatarikan wasathiyyatul Islam. Memperteguh nilai-nilai keislaman tanpa mereduksi nilai-nilai kemanusiaan. Sekali lagi, Kiai Husein berpesan pada kita untuk sebisa mungkin kritis dan hati-hati dalam menilai hukum sebuah perkara, senantiasa menjaga perdamaian dan tidak takut akan perbedaan. Keberagaman adalah kekuatan bagi muslim Indonesia. []

Aprillia Susanti

Aprillia Susanti

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version