• Login
  • Register
Senin, 4 Agustus 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bendera One Piece

    Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?

    Kemerdekaan bagi Difabel

    Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    Refleksi Ekologi

    Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Freud

    Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud

    Fitrah Manusia

    Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

    Anak yang

    Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    Kejujuran

    Pembiasaan Kejujuran dan Kedisiplinan Kepada Anak

    Hidup Bersih

    Pembiasaan Hidup Bersih dan Tertib Kepada Anak

    Ta'limul Muta'allim

    Bagaimana Membaca Ta’limul Muta’allim dengan Perspektif Resiprokal: Pandangan Nietzsche

    Melahirkan

    4 Persiapan Sebelum Melahirkan yang Wajib Pasutri Ketahui

    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bendera One Piece

    Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?

    Kemerdekaan bagi Difabel

    Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    Refleksi Ekologi

    Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Freud

    Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud

    Fitrah Manusia

    Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

    Anak yang

    Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    Kejujuran

    Pembiasaan Kejujuran dan Kedisiplinan Kepada Anak

    Hidup Bersih

    Pembiasaan Hidup Bersih dan Tertib Kepada Anak

    Ta'limul Muta'allim

    Bagaimana Membaca Ta’limul Muta’allim dengan Perspektif Resiprokal: Pandangan Nietzsche

    Melahirkan

    4 Persiapan Sebelum Melahirkan yang Wajib Pasutri Ketahui

    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

Kemerdekaan adalah hak semua orang, termasuk mereka yang membaca dengan telinga, berjalan dengan tongkat atau berbicara dengan isyarat.

arinarahmatika arinarahmatika
4 Agustus 2025
in Personal
0
Kemerdekaan bagi Difabel

Kemerdekaan bagi Difabel

410
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap memasuki Agustus, kehidupan warga Indonesia terasa berbeda. Warna merah putih membanjiri jalanan, anak-anak ikut memeriahkan berbagai jenis perlombaan dan para pejabat sibuk mempersiapkan upacara kemerdekaan.

Semua perayaan ini mengingatkan kita pada satu kata penuh makna yaitu merdeka. Namun di tengah semangat nasionalisme dan perayaan itu, terselip satu pertanyaan penting yang nyaris tak pernah kita dengar, Apakah seluruh warga negara Indonesia sudah benar-benar merdeka?

Kemerdekaan yang Belum Tuntas

Pertanyaan ini semakin tajam ketika kita menengok kehidupan penyandang disabilitas atau difabel. Apakah mereka telah menikmati kemerdekaan yang sama seperti warga negara lainnya? Atau justru masih hidup dalam ketidaksetaraan yang dibungkus dengan dalih simpati, belas kasihan, atau sekadar ketidakpedulian?

Secara hukum, Indonesia mengakui bahwa difabel memiliki hak yang sama seperti warga negara lainnya. UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menegaskan jaminan hak difabel atas pendidikan, pekerjaan, aksesibilitas, layanan kesehatan, dan kehidupan yang mandiri. Namun, praktik di lapangan masih jauh dari harapan.

Kemerdekaan bagi difabel di Indonesia masih menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi di balik norma-norma sosial. Gedung-gedung pemerintah belum semuanya ramah kursi roda. Transportasi umum belum inklusif. Lapangan kerja masih memandang difabel sebagai beban, bahkan dalam bidang pendidikan, anak-anak difabel masih sering ditolak oleh sekolah umum atas nama “tidak siap fasilitas”.

Lebih dari itu, masyarakat kita belum sepenuhnya memandang difabel sebagai individu yang utuh. Difabel masih sering dianggap “kurang”, “tidak sempurna”, atau “pantas dikasihani”. Padahal, hakikat kemerdekaan adalah kebebasan untuk terakui sebagai manusia seutuhnya, bukan semata-mata karena mampu, tetapi karena memiliki martabat sebagai seorang manusia.

Ketika Membaca Menjadi Kemewahan

Salah satu refleksi yang paling saya ingat tentang kemerdekaan difabel datang dari dunia literasi. Banyak orang menganggap membaca sebagai aktivitas umum-universal yang bisa dilakukan siapa saja. Namun, siapa sangka bahwa membaca pun bisa menjadi kemewahan yang tidak semua orang bisa nikmati?

Novel Si Bengkok karya Ichikawa Saou, misalnya, memperlihatkan kenyataan yang menusuk kesadaran kita. Tokoh utamanya, Izawa Shaka, adalah seorang difabel dengan kelainan otot langka (congenital myopathy) yang membuat tubuhnya membentuk huruf S.

Ia hidup di panti disabilitas mewah milik orang tuanya, tapi semua kekayaan itu tak berarti ketika tubuhnya tidak memungkinkan untuk sekadar duduk dan membaca buku fisik.  Aktivitas yang sederhana bagi kita, seperti memegang buku, membalik halaman, dan menatap tulisan adalah penderitaan bagi Shaka. Bahkan bisa membahayakan nyawanya.

Kritik tajam muncul dari Shaka: “Aku benci buku kertas! Aku benci kejantanan budaya membaca yang menuntut seseorang memenuhi lima syarat kesehatan: mata yang bisa melihat, tangan yang dapat memegang, jari yang mahir membalik halaman, badan yang sanggup mempertahankan posisi membaca, dan kaki yang mampu melangkah bebas ke toko buku.”

Kalimat itu bukan sekadar ungkapan marah seorang difabel. Itu adalah tamparan bagi kita semua yang selama ini menganggap hanya ada satu cara ideal untuk menikmati literasi. Glorifikasi terhadap buku fisik, misalnya, sering kali menyingkirkan realitas kita terhadap difabel yang tidak punya kemewahan itu.

Kita lupa bahwa membaca juga bisa kita lakukan dengan telinga (melalui audiobook), atau dengan bantuan teknologi pembaca layar bagi difabel netra. Tetapi ketika media alternatif tidak tersedia atau dianggap rendah, kita sebenarnya sedang menciptakan bentuk intimidasi baru dengan memaksakan standar kita, yang hanya dimiliki sebagian orang dan melupakan difabel.

Meninjau Ulang Perspektif

Dalam konteks ini, kemerdekaan bagi difabel bukan sekadar soal akses, melainkan soal penghargaan terhadap keragaman cara hidup. Kita perlu meninjau ulang bagaimana kita selama ini membayangkan “kemerdekaan”. Apakah ia hanya berlaku bagi tubuh yang bisa melompat dan berlari? Apakah ia hanya milik mereka yang bisa hadir di panggung upacara, bernyanyi dan berdiri tegak dalam barisan?

Kemerdekaan sejati adalah ketika setiap individu, apa pun kondisi tubuhnya, bisa hidup dengan martabat, berpartisipasi secara setara, dan menjalani hidup dengan pilihan yang merdeka.

Kemerdekaan bukan sekadar bisa naik tangga, tetapi juga tersedia ramp bagi kursi roda. Bukan sekadar membaca di perpustakaan, tapi juga menyediakan buku dalam format braille atau audio. Bukan sekadar bekerja, tetapi bekerja dengan hak dan kesempatan yang adil.

Kemerdekaan juga berarti didengar. Difabel selama ini lebih sering dibicarakan, tapi jarang diajak berbicara. Mereka jadi bahan program, tapi tidak diajak menyusun program. Dalam banyak ruang, mereka hadir secara simbolik, bukan substantif. Padahal suara mereka adalah kunci untuk mengubah sistem yang selama ini menyingkirkan mereka dari ruang publik.

Salah satu akar persoalan adalah cara kita memandang difabel. Jika kita terus menerus mendekati isu disabilitas dengan narasi kasihan, maka solusi yang lahir pun akan bersifat karitatif, bukan transformatif. Narasi kasihan hanya akan melahirkan belas kasih temporer. Narasi keadilan, sebaliknya, mendorong lahirnya kebijakan, partisipasi, dan perubahan sistemik.

Kita perlu menggeser paradigma dari “melindungi difabel” menjadi “mengakui hak difabel”. Dari “membantu mereka beradaptasi” menjadi “mengubah lingkungan agar setara bagi semua”. Dari “mendampingi mereka” menjadi “berjalan bersama mereka”.

Kemerdekaan adalah Proses Kolektif

Memastikan kemerdekaan bagi difabel bukanlah tugas satu pihak. Ia adalah tanggung jawab kolektif dari pemerintah, masyarakat, dunia pendidikan, pelaku usaha, dan kita semua sebagai warga. Tidak ada yang terlalu kecil untuk memulai. Mendesain gedung yang aksesibel, menyediakan format bacaan alternatif, membuka ruang kerja yang inklusif, hingga sekadar tidak menertawakan difabel.

Dan yang paling penting yaitu mendengarkan dari sudut pandang difabel. Jangan hanya berbicara tentang difabel, tetapi berbicaralah bersama mereka. Karena hanya mereka yang tahu betul seperti apa kemerdekaan itu seharusnya dirasakan oleh tubuh yang selama ini tak dianggap “normal”.

Pada akhirnya, kemerdekaan bukan hanya milik mereka yang bisa berdiri tegap di tengah lapangan. Bukan hanya milik mereka yang tubuhnya sesuai standar, yang bisa menyanyikan lagu kebangsaan tanpa terbata. Kemerdekaan adalah hak semua orang, termasuk mereka yang membaca dengan telinga, berjalan dengan tongkat, berbicara dengan isyarat, atau bekerja dengan bantuan alat bantu. []

 

Tags: AksesibilitasHak Penyandang DisabilitasIsu DisabilitasKemerdekaan bagi DifabelRuang Inklusi
arinarahmatika

arinarahmatika

Terkait Posts

Pengamen Tunanetra
Pernak-pernik

Sekelumit Kisah Pengamen Tunanetra di Malioboro

31 Juli 2025
Politik inklusif
Publik

Mengapa Politik Inklusif bagi Disabilitas Penting? 

29 Juli 2025
Ruang Publik
Publik

Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

26 Juli 2025
Disabilitas dan Kemiskinan
Publik

Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 

17 Juli 2025
Inklusivitas
Personal

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

15 Juli 2025
Disabilitas Mental
Publik

Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

14 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Lebih Baik Nikah Daripada Zina

    5 Alasan Mengapa Ungkapan “Lebih Baik Nikah daripada Zina” Salah dalam Mental Model Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuh Renungan Sebelum Makan: Refleksi Ekologi dalam Menyayangi Ibu Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pembiasaan Kejujuran dan Kedisiplinan Kepada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fitrah Anak dalam Pandangan Behaviourisme, Kognitif, dan Humanisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kepribadian Manusia Menurut Sigmund Freud
  • Bendera One Piece di Samping Bendera Merah Putih: Apa Maknanya?
  • Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota
  • Kemerdekaan bagi Difabel, Bukan Sekadar Akses
  • Pengertian Fitrah Manusia dalam Ajaran Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein

© 2025 MUBADALAH.ID