Mubadalah.id – Dalam fakta-fakta sejarah umat manusia di berbagai benua dan di berbagai komunitas sampai hari ini memperlihatkan betapa relatifnya potensi kecerdasan intelektual antara laki-laki dan perempuan.
Aisyah, istri Nabi, misalnya, pada zamannya diakui sebagai perempuan dengan tingkat kecerdasan yang mengungguli kebanyakan laki-laki.
Dan Siti Khadijah adalah perempuan pengusaha professional yang sukses. Maka faktor kecerdasan intelektual dan keahlian produksi bukanlah sesuatu yang melekat pada setiap laki-laki, bukan kodrat, dan tidak universal.
Melainkan terkait dengan situasi dan sistem sosial, budaya, politik dan sebagainya. Dengan begitu ia adalah teks particular dan berlaku kontekstual. Ia bisa berubah-ubah, diubah dan diusahakan.
Dalam kaitan ini sangatlah menarik pandangan Khalid Abou Fadl yang mengatakan bahwa aturan-aturan hukum yang bersifat khusus yang termaktub dalam sumber-sumber scriptural, dan memang bisa kita anggap sebagai tujuan moralnya.
Oleh karena itu, ia bisa kita terima sebagai solusi yang bersifat Ilahiyah (Ketuhanan) atas problem particular yang ada dalam kondisi tertentu.
Namun demikian dengan berubahnya kondisi, aturan-aturan hukum yang bersifat partikular bisa saja gagal memenuhi tujuan moralnya. Dan oleh karena itu harus kita tinjau ulang.
Imam al-Syathibi, mengatakan bahwa :
“Aturan-aturan umum atau hukum universal bersifat pasti dan normatif, sedangkan pesan-pesan atau petunjuk-petunjuk khusus bersifat relative. Karena itu, hukum umum dan ketentuan universal harus kita utamakan dan memberi bobot lebih besar dalam menganalisis petunjuk-petunjuk hukum yang bersifat khusus (particular).”
Aturan-atran khusus ini tidak bisa membatasi aturan-aturan yang bersifat umum. Tetapi bisa menjadi pengecualian yang bersifat kondisional (kontekstual) belaka bagi aturan-aturan norma universal.
Pandangan ini sejalan dengan pendapat semua ahli hukum Islam bahwa “hukum dapat berubah, karena perubahan zaman/sosial”. Dan bahwa “hukum bergantung pada rasio legisnya”.
Mekanisme tafsir di atas merupakan cara satu-satunya untuk menghindari kontradiksi antar ayat-ayat suci al-Qur’an. []
Sumber: Buku Perempuan, Islam dan Negara karya KH. Husein Muhammad.