Mubadalah.id – Ketika membicarakan hak dan kewajiban menyusui, al-Qur’an menawarkan pandangan yang menarik. Dalam surat al-Thalaq (65) ayat 6, ditegaskan bahwa menyusui bukan hanya hak anak, tetapi juga hak ibu. Dan jika muncul kesulitan, ayat itu membuka opsi agar perempuan lain bisa menyusui si anak.
Pandangan ini kemudian diperkuat oleh penafsiran para ulama. Bahkan, sebagian menjadikannya sebagai dasar hukum dalam menentukan posisi kewajiban menyusui. Misalnya, jumhur ulama menafsiri ayat yurdhi’na awladahunna dengan dua pengertian yang saling berkaitan.
Pertama, sebagian mereka menyatakan bahwa kendatipun kalimat tersebut berbentuk kalam khabar, tetapi bermakna insya. Artinya, meski ayat tersebut memiliki arti perintah. Namun, kedua, arti perintah yang terkandung dalam kalimat tersebut tidak termasuk perintah wajib.
Dengan demikian, meskipun menyusui telah Allah SWT perintahkan. Tetapi perintah itu menunjukkan pada dorongan moral kemanusiaan untuk menyelamatkan dan memberikan perlindungan kesehatan bagi sang anak.
Meski begitu, para ahli hukum Islam memberikan ketegasan lain. Mereka bersepakat bahwa pekerjaan menyusui bisa menjadi wajib bagi seorang ibu kandung secara pasti jika terjadi dalam tiga keadaan berikut:
Pertama, jika si anak tidak mau menerima air susu selain air susu ibunya sendiri. Kewajiban ini tentu lebih untuk menyelamatkan kehidupan anak dari kerusakan jasmani maupun rohani.
Kedua, jika tidak menemukan perempuan lain yang bisa meyusui. Maka wajib bagi ibu kandung untuk menyusui anaknya agar kehidupan dan kesehatan anak terjamin.
Dan ketiga, jika tidak diketahui bapak anak itu, dan si anak itu tak memiliki biaya untuk membayar perempuan yang menyusuinya. Maka ibu kandung wajib menyusuinya agar si anak tersebut tidak meninggal dunia.
Ketegasan preferensial ini dikuatkan oleh pendapat ulama Syafi’iyyah. Menurut mereka, sang ibu kandung justru wajib memberikan air susunya kepada sang bayi. Terutama, pada masa awal keluarnya dari rahim. Sebab, sang bayi yang baru lahir biasanya tidak bisa hidup tanpa air susu ibunya.
Sumber: Buku Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan karya Abdul Moqsith Ghozali dkk.