Mubadalah.id – Di tengah pembicaraan tentang kemajuan pendidikan perempuan hari ini, kita sering lupa bahwa perjuangan itu memiliki sejarah panjang. Salah satu tonggaknya adalah sosok Rahmah el-Yunusiyah, ulama perempuan dari Padang Panjang yang sejak awal abad ke-20 sudah menyadari bahwa ketertinggalan perempuan bukanlah takdir, melainkan akibat dari sistem sosial yang menutup pintu pendidikan bagi mereka.
Rahmah el-Yunusiyah lahir pada 29 Desember 1900 dari keluarga ulama yang menghargai ilmu. Sejak kecil ia tekun belajar agama, baik mengaji di rumah maupun belajar di sekolah diniyah yang dipimpin kakaknya, Zainuddin Labay el-Yunusi.
Kecerdasan dan rasa ingin tahunya membuatnya berani melakukan sesuatu yang tidak lazim bagi anak perempuan seusianya menemui para ulama terkemuka di Padang Panjang untuk menambah ilmu. Dari situlah ia mulai melihat dunia yang lebih luas, termasuk persoalan besar yang sedang dihadapi kaumnya.
Ia menyaksikan langsung bagaimana banyak perempuan tidak mendapatkan kesempatan sekolah. Perempuan dianggap cukup berada di rumah, tanpa perlu memahami ilmu agama secara mendalam. Situasi inilah yang kemudian menyalakan kegelisahannya.
Baginya, ketidakadilan itu tidak boleh kita biarkan. Jika perempuan terus berada di luar ruang pendidikan, mereka akan selamanya berada pada posisi masyarakat kelas dua.
Mendirikan Madrasah Lil Banat
Kegelisahan itu berubah menjadi tindakan. Bersama dua sahabatnya, Siti Nansia dan Djawana Basyir, Rahmah el-Yunusiyah mendirikan sebuah madrasah khusus perempuan: Madrasah Lil Banat.
Langkah ini menjadi sebuah pernyataan tegas bahwa perempuan berhak mendapatkan pendidikan setara dengan laki-laki. Ia menyampaikannya langsung kepada kakaknya:
“Jika laki-laki bisa, kenapa perempuan tidak bisa? Kita harus memulai sekarang, atau perempuan akan tetap terbelakang.”
Namun perjuangan tidak mudah. Tradisi pada masa itu masih menolak perempuan belajar di sekolah formal. Kehadiran madrasah perempuan, orang-orang menganggapnya melawan adat. Banyak yang meremehkan gagasan Rahmah el-Yunusiyah. Tetapi ia tetap maju, karena ia tahu bahwa perubahan tidak pernah tumbuh dari rasa takut.
Kemudian, hal inilah yang menjadikan warisan Rahmah el-Yunusiyah begitu penting hari ini. Ia bukan hanya pendiri madrasah. Ia adalah simbol bahwa pendidikan perempuan tidak boleh kita negosiasikan.
Ia membuktikan bahwa ketika perempuan diberi ruang belajar, masyarakat ikut terangkat. Dan sebaliknya, ketika perempuan tidak diberik akses ilmu, maka seluruh bangsa ikut stagnan. []








































