Mubadalah.id – Melansir dari berbagai media online, belakangan kontroversi Gus Elham Yahya ini menjadi pusat perhatian publik setelah beredar video yang memperlihatkan dirinya mencium anak-anak perempuan di atas panggung pengajian. Video ini menjadi viral dan menuai kecaman luas dari berbagai kalangan.
Gus Elham Yahya sendiri adalah seorang pendakwah muda yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Aksi ini kemudian memicu perdebatan sengit mengenai batasan etika dalam berdakwah, khususnya ketika melibatkan interaksi dengan anak-anak di ruang publik.
Membedah Sosok Gus Elham Yahya
Siapakah sebenarnya sosok Muhammad Elham Yahya Luqman? Atau yang lebih terkenal dengan sapaan akrab Gus Elham ini lahir pada 8 Juli 2001, Gus Elham tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius.
Ia adalah putra dari pasangan Kiai Haji Luqman Arifin Dhofir dan cucu dari Kiai Haji Mudhofir Ilyas. Seorang tokoh agama terkemuka sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Kaliboto, Tarokan, Kediri. Latar belakang pesantren yang kuat telah membentuk karakter dan semangatnya dalam menyebarkan ajaran Islam, khususnya kepada generasi muda.
Gus Elham terkenal memiliki gaya dakwah yang khas, menggabungkan unsur-unsur tradisional dengan sentuhan modern. Ia sering menggunakan bahasa gaul dan menyelipkan humor dalam ceramahnya, sehingga pesan-pesan agama yang ia sampaikan terasa lebih ringan, relevan, dan mudah tercerna oleh berbagai kalangan, terutama anak muda.
Pendekatan inilah yang membuatnya memiliki banyak pengikut setia, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Namun, popularitas yang semakin meningkat juga membawa konsekuensi tersendiri. Yaitu setiap tindakannya menjadi sorotan publik, tak terkecuali video kontroversial yang memperlihatkan dia mencium anak-anak perempuan di atas panggung.
Reaksi KPAI dan Implikasi Hukum yang Mungkin Terjadi
Kontroversi Gus Elham tidak hanya memicu perdebatan di kalangan masyarakat, tetapi juga menarik perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa tindakan Gus Elham berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
Menurut KPAI, tindakan tersebut jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan anak, di mana anak harus kita tempatkan sebagai subjek yang memiliki martabat dan hak untuk terlindungi. KPAI juga menilai bahwa tindakan Elham telah menyerang harkat dan martabat anak sebagai individu yang memiliki hak asasi.
Lebih lanjut, KPAI menyebutkan bahwa perilaku tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi. Mulai dari Pasal 28B Ayat 2 UUD 1945, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan yang sama, hingga UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Untuk menindaklanjuti kasus tersebut, KPAI melakukan telaah, melaporkan indikasi pelanggaran hak anak kepada pihak berwenang, serta membangun koordinasi lintas lembaga guna memastikan anak-anak terdampak memperoleh dukungan pemulihan.
KPAI juga mengimbau masyarakat untuk tidak menormalisasi tindakan pelanggaran dan meminta Kementerian Agama RI membina para penceramah agar menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak.
Permohonan Maaf, dan Tanggapan Keluarga
Menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh videonya, Gus Elham menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui sebuah video klarifikasi. Dalam video tersebut, ia mengakui perbuatannya sebagai kekhilafan dan menyatakan komitmennya untuk memperbaiki diri. Gus Elham juga menjelaskan bahwa video tersebut merupakan rekaman lama yang telah terhapus dari seluruh platform media sosialnya.
Keluarga Gus Elham juga turut buka suara terkait kontroversi ini. Kakak Gus Elham, Muhammad Agung Musa Al Maliki, mengatakan bahwa pihak keluarga sudah sejak lama memberikan teguran dan nasihat kepada Gus Elham terkait perilakunya.
Agung juga menambahkan bahwa sejak teguran itu diberikan, Gus Elham telah berusaha untuk memperbaiki diri dan perilakunya. Keluarga juga meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang terjadi akibat video tersebut.
Refleksi dan Pembelajaran
Kasus ini menjadi refleksi dan pembelajaran penting bagi kita semua, terutama bagi para pendakwah dan tokoh publik. Di era digital ini, setiap tindakan dan perkataan dapat dengan mudah direkam, tersebarluaskan, dan menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu, terutama yang memiliki pengaruh besar di masyarakat, untuk senantiasa menjaga etika, moral, dan norma-norma yang berlaku dalam setiap tindakannya.
Selain itu, kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya perlindungan anak dan hak-hak mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, dan nyaman. Selain itu bebas dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan. Perlindungan anak adalah tanggung jawab kita bersama, dan kita semua memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan aman bagi anak-anak. []












































