Mubadalah.id – Kondisi perempuan dari masa ke masa, selalu berada dalam posisi rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Meski konteksnya berubah, pola kekerasan terhadap perempuan tetap terus berlangsung hingga hari ini.
Kesadaran bahwa perempuan rentan menjadi korban kekerasan telah mendorong perhatian global terhadap isu ini.
Dalam resolusi yang disahkan Majelis Umum PBB pada 1993, ditegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan mencakup kekerasan fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun negara, termasuk ketika negara bertindak sebagai pelakunya.
Resolusi tersebut juga merinci bentuk-bentuk kekerasan yang masuk dalam kategori tersebut. Di ranah keluarga, kekerasan dapat berupa pemukulan, baik kepada ibu maupun anak.
Kemudian, perkosaan dalam perkawinan, mutilasi alat kelamin perempuan. Hingga kekerasan di luar hubungan suami istri dan kekerasan yang berkaitan dengan eksploitasi.
Dalam masyarakat yang lebih luas, kekerasan mencakup perkosaan, pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja maupun lembaga pendidikan. Serta praktik perdagangan perempuan dan prostitusi paksa.
Dalam lingkup negara, resolusi tersebut menegaskan bahwa negara dapat disebut sebagai pelaku kekerasan ketika ia melakukan, membiarkan, atau membenarkan tindakan kekerasan, baik secara fisik, seksual, maupun psikologis.
Hingga kini, berbagai bentuk kekerasan ini masih dapat kita jumpai di berbagai ruang. Termasuk di rumah tangga, di tempat kerja, di lingkungan sosial, hingga dalam kehidupan bernegara.
Bentuk kejahatan itu hadir dalam wajah lama maupun baru, menandai bahwa perjuangan untuk mewujudkan kehidupan yang aman bagi perempuan masih jauh dari selesai. []










































