Mubadalah.id – Mungkin salah satu hikmah koronavirus (COVID 19) ini adalah kita bisa refleksi atas fatwa kenajisan alkohol yang sementara ini dipegang beberapa kalangan. Sanitizer untuk cuci tangan atau barang memiliki kadar alkohol yang sangat tinggi. Disinfektan untuk cuci tempat dan barang, termasuk masjid, juga banyak mengandung kadar alkohol. Saat ini, sudah banyak masjid yang pasang sanitizer dan juga disemprot disinfektan. Jika alkohol dianggap najis, bagaimana dengan fenomena sanitizer dan disinfektan ini?
Sebenarnya tidak ada ayat maupun hadits yang mengatakan bahwa alkohol najis. Tidak ada. Yang ada hanya ayat bahwa khamr dan judi itu kotor (rijsun), bagian dari perbuatan setan (QS. Al-Maidah, 5: 90). Dari pernyataan khamr najis ini, alkohol jadi najis. Dalam fiqh, khamr adalah minuman yang memabukkan terbuat dari perasan anggur yang terfermentasi.
Khamr memang mengandung alkohol, dalam penelitian kimiawi sekarang. Tetapi alkohol adalah zat kimia yang bisa dibuat dengan cara lain, tidak melulu proses farmentasi buah anggur. Zat ini juga bisa digunakan untuk banyak hal, tidak hanya untuk minuman yang memabukkan. Bisa lem, pulpen, spidol, obat, parfum, spray, dan sangat efektif untuk membunuh virus, baik dalam cairan sanitizer maupun disinfektan.
Jadi, alkohol najis itu qiyas (analogi) terhadap khamr itu. Bukan langsung ada ayat atau hadits. Bukan. Tetapi analogi ini kan kerja akal dan bisa salah. Apakah jika semua yang memabukkan dianggap najis seperti khamr? Jika begitu, sabun juga najis karena ketika sabun diminum akan sangat memungkinkan bisa mabuk. Bensin juga najis, karena jika diminum akan bikin mabuk, dan masih banyak contoh lain yang bisa memabukkan.
Yang najis cukup khamr saja, tidak bisa diqiyaskan untuk alkohol. Qiyas alkohol ini terlalu luas dan bahaya. Paling jauh analogi hanya untuk sejenis minuman yang dibuat untuk mabuk, sebagaimana khamr itu sendiri. Yang sama dengan najis khamr hanya bir dan arak, atau yang sejenis, tetapi tentu saja bukan alkoholnya. Jenis minumannya yang najis. Bukan kandungan alkoholnya. Kandungan ini, sebagaimana kandungan dalam sabun, bensin, atau zat kimia yang lain, yang juga memabukkan, bahkan bahaya jika diminum, tetapi tidak dianggap najis. Jadi, alkoholnya tidak najis.
Atau, kalau tetap memandang alkohol adalah khamr, dan karena itu ia najis, kita bisa ikut tafsir yang menyatakan bahwa najis di sini hanya simbolik (maknawi) bukan nyata (‘aini). Sama seperti najisnya judi di ayat yang sama. Kata ayat, meminum khamr dan berbuat judi adalah sama sama rijsun, atau najis (QS. Al-Maidah, 5: 90). Artinya, perbuatan meminum khamr (alkohol) dan berjudi itu yang najis atau kotor. Bukan barang yang dipakai minum atau barang yang digunakan untuk judi. Perbuatannya yang najis (maknawi), bukan barangnya (‘aini). Perbuatan najis artinya perbuatan yang tidak baik dalam pandangan agama dan harus dijauhi.
Jadi, semoga koronavirus bisa membuka mata, bahwa alkohol tidak perlu lagi dinajis-najiskan lagi. Karena manfaatnya banyak sekali untuk kehidupan, terutama untuk kebersihan dan kesehatan. Tapi tentu saja bukan untuk diminum, apalagi minum sanitizer dan disinfektan. Please deh.