Mubadalah.id – Sebagai seorang anak, saya sering berpikir bahwa sifat-sifat saya sebagian besar diwariskan dari orangtua saya. Ibu beberapa kali bilang kepada saya, “Kamu mirip Bapak banget. Diem tapi sekalinya ngomong bletak-bletak (terdengar kasar walau tidak bermaksud kasar).” Tapi, apakah benar bahwa kepribadian anak diwariskan dari orangtuanya? Apakah benar sifat anak menurun dari orangtua?
Secara genetik, menurut Dr. David Funder, seorang Profesor Psikologi di Universitas California dan penulis buku The Personality Puzzle, sekitar 40% kepribadian anak diwariskan dari orangtua.
Bisa dari ibunya saja, ayahnya saja, atau sifat-sifat yang paling dominan dari keduanya. Ruang yang lebih besar (sekitar 60%) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama pengalaman di masa muda.
Mimi Doe dan Marsha Walch dalam 10 Prinsip Spiritual Parenting, mengatakan bahwa apa yang anak-anak lihat dalam diri orangtua adalah cermin yang menunjukkan siapa mereka dan akan menjadi apa mereka.
Segala yang orangtua lakukan atau katakan, setiap kebiasaan yang orangtua miliki, nada suara, ekspresi; mengajarkan kepada anak-anak seperti apa dunia ini dan bagaimana mereka menyesuaikan diri di dalamnya.
Baca juga: Menjadi Pendengar yang Baik bagi Anak
Anak-anak membentuk gagasan awalnya mengenai Tuhan, dunia, orang-orang, dan kepercayaan dari apa yang dicerminkan oleh orangtuanya.
Orangtua yang baik pasti ingin menjadi cermin yang terbaik bagi anak-anaknya. Menjadi cermin yang baik berarti menjadi pribadi yang positif.
Coba pikirkan, apa yang Anda rasakan ketika Anda bersama orang-orang positif, orang-orang yang tertarik pada hidup, ingin belajar, bergairah karena keajaiban di sekitar mereka?
Apakah Anda merasa lebih berenergi dan bersemangat menghadapi kemungkinan-kemungkinan dalam hidup?
Optimisme, pandangan positif, adalah sikap yang menular. Kita bisa langsung merasakan energi positif orang lain meski baru bertemu sebentar.
Pengaruh yang lebih kuat akan terasa jika energi positif itu ada di tengah-tengah keluarga, tercermin dari diri orangtua kepada anak-anaknya.
Anak akan menjadi pribadi yang positif seperti orangtuanya dan memancarkan energi itu kepada orang lain.
Orang atau situasi positif menularkan energi positif ke orang-orang di sekitarnya, orang atau situasi negatif menghisap energi dari orang-orang di sekitarnya.
Maka sebisa mungkin—jika sulit mengubah orang atau keadaan yang negatif menjadi positif—hindari mereka: situasi pertengkaran, tayangan-tayangan yang memuat adegan kekerasan/perkelahian, dan sebagainya.
Mengapa membiarkan hal negatif ini mengikis kita, sedangkan kita memiliki begitu banyak hal positif untuk diberikan kepada anak-anak, lingkungan, dan dunia?
Menjadi cermin positif artinya mencerminkan kehidupan sehari-hari yang positif pada anak.
Tapi ini bukan berarti selalu tampil gembira dan bahagia di hadapan anak-anak di saat kita sebenarnya merasa sedih.
Menurut Mimi Doe dan Marsha Walch, tidak apa-apa membuat anak sadar akan perasaan negatif kita—ketika kita merasa buntu, banyak beban, lelah, atau hanya merasa jengkel. Tidak apa-apa, justru bagus.
Bicarakan dengan anak tentang suasana hati Anda dan perilaku Anda yang menyertainya:
“Ayah lelah dan Ayah tahu Ayah tidak sabaran dan mudah marah pagi ini, dan kamu benar-benar menginginkan Ayah membantumu merakit mainanmu (atau membantu mengerjakan PR, atau apapun). Jika Ayah mempunyai waktu 20 menit sendiri dengan buku dan teh Ayah, Ayah akan jadi teman yang lebih bahagia untukmu.”
Dengan menjelaskan situasi Anda, Anda telah mencerminkan hal positif kepada anak Anda:
- Ayah telah mengatakan kepadaku bahwa dia sedang merasa tidak enak hari ini, karena sesuatu dalam hidupnya. Aku tidak bersalah atas suasana hati Ayah itu.
- Jika Ayah menjadi mudah marah, tentu tidak apa-apa kalau aku begitu juga sekali-sekali. Ayah tidak sempurna. Jadi, kukira aku tidak harus menjadi sempurna juga.
- Ayah berbicara kepadaku tentang perasaannya. Jadi, tidak apa-apa jika aku melakukan hal yang sama.
- Ada sesuatu yang dilakukan Ayah untuk membantu dirinya merasa lebih baik. Mungkin aku juga dapat menemukan hal-hal yang dapat membantuku ketika aku merasa tidak enak.
Orangtua adalah kitab penting yang dibaca anak-anaknya. Anak-anak mengharapkan kita untuk menunjukkan cara terbaik untuk hidup.
Mereka melihat bagaimana kita berperilaku, berkeyakinan, berbicara, dan mereka menganggapnya sebagai ‘cara yang harus dilakukan.’
Kita mempunyai kesempatan untuk memberi mereka pelajaran berharga tentang kesempurnaan. Tapi tentu tak seorang pun yang tak mempunyai kesalahan, begitu pula orangtua.
Manusia setiap hari tumbuh, belajar, melakukan perbaikan, dan menemukan ketidaksempurnaan.
Tuhan tidak mengharapkan manusia menjadi sempurna, sebagaimana orangtua tidak mengharapkan anaknya demikian.
Tapi kita dapat berusaha melakukan yang terbaik sambil menjaga kehidupan kita tetap seimbang.[]