• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ayah, Mengapa Engkau Berbeda?

Sudahkah ayah menjadi cinta pertama anak perempuannya? Karena pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab ibu. Melainkan ayah dan ibu

Ikhdatul Fadilah Ikhdatul Fadilah
10/12/2021
in Personal
0
Keluarga

Keluarga

129
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Semua yang ada di dunia ini adalah titipan. Tidak terkecuali seorang anak. Sebuah anugerah yang dititipkan Sang Pencipta kepada orang tua, ayah dan ibu  untuk menerima amanah yang tidak mudah. Banyak di luar sana sepasang suami istri yang rela melakukan banyak cara untuk menjadi orang tua. Akan tetapi tidak sedikit juga ketika sudah diberi kepercayaan menjadi orang tua, malah lalai dan berbuat dhalim kepada anaknya.

Orang tua seolah egois dengan kondisi konflik yang dialaminya, dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah Anak Korban Konflik Keluarga, penelantaran maupun permasalahan pengasuhan pada statistik Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Pada tahun 2019 pada kasus itu mencapai angka 896. Sedangkan pada akhir tahun 2020, terjadi peningkatan kekerasan yang dialami anak, mencapai angka 1622 kasus.

Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Karena bagi anak, ayah dan ibu, sebagai sosok orang tua dalam keluarga adalah tempat pertamanya mengenal dunia, tempat meminta perlindungan dan bernaung. Lalu bagaimana nasib anak jika pondasi utamanya dalam menempuh jalan kehidupan harus runtuh?

Tidak jarang anak akan merasa hopeless, tidak punya panutan bahkan tujuan hidup. Dia akan mencari jati dirinya dengan banyak bertingkah, seperti menjadi trouble maker di sekolah. Atau ada yang bahkan berjuang keras untuk memperoleh banyak prestasi agar mendapat perhatian dari orang tuanya.

Dari pengalaman seorang teman, ia bercerita mengenai kepergian ayahnya sejak ia berusia 10 tahun. Pada usia yang cukup belia ini, di sebelah jendela kamarnya dia harus mendengar sang ayah berkata “Nak, ayah sudah bukan lagi anggota dari keluarga ini”. Seakan mengisyaratkan bahwa kita bukan lagi ayah dan anak.

Baca Juga:

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

Kasus Inses di Kudus: Pentingnya Membangun Ruang Aman bagi Anak

Tentu ayahnya benar-benar seperti orang lain saat dinyatakan resmi bercerai dengan ibunya. Tidak ada lagi nada manja dan rindu yang diucapkannya setulus hati. Tidak ada peluk kasih sayang ayah yang didapatkannya. Ia benar-benar kehilangan sosok ayah dalam hidupnya.

Sehari-hari dia berusaha untuk mencari kenyamanan di luar rumahnya. Mencari sosok laki-laki yang bisa menjadi pengisi kekosongan peran ayah dalam dirinya. Berusaha keras untuk selalu menjadi juara, agar suatu saat jika ayahnya kembali, beliau akan bangga dengan anaknya. Pernah ketika dia sudah beranjak dewasa, dalam suatu kesempatan dia bisa menghubungi ayahnya, dikeluarkanlah segala keluh kesah dan harapannya kepada Sang ayah. Karena dia ingin sekali memiliki ayah seperti pada umumnya.

Tapi hasilnya nihil, tidak ada perubahan sikap yang dilakukan sang ayah dan malah berkata bahwa yang terjadi antara mereka adalah takdir, dimana kepergian ayahnya yang tidak pernah berkabar maupun memberinya seperak uang saku. Ayahnya benar-benar berbeda.

Pasti jika dia bisa memilih, dia tidak akan pernah ingin terlahir dengan situasi yang menyedihkan seperti ini. Dia pasti akan memilih untuk memiliki keluarga lengkap dan harmonis. Memiliki ayah dan ibu yang bisa memberinya kasih sayang yang berlimpah setiap hari. Namun, beruntungnya Tuhan masih memberikan dia anugerah seorang ibu yang baik dan sangat menyayanginya serta circle lingkungan yang positif. Setidaknya, luka itu tidak begitu buruk untuk disembuhkan.

Dalam konteks positive parenting, Astrid Savitri mendefinisikan orang tua adalah serangkaian individu yang memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan kepada anak. Dengan demikian, seharusnya antara ayah dan ibu harus sama-sama bersinergi untuk mengontrol tumbuh kembang sang anak. Tidak hanya masalah fisiknya, tapi juga kematangan psikologisnya. Meskipun orang tua menetapkan pilihan bercerai, selamanya tidak ada kata “mantan anak”. Anak tetap berhak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. Dalam kondisi apapun.

Untuk semua orang tua di dunia, khususnya para ayah dan calon ayah, pada peringatan hari ayah ini, mari refleksikan diri, sudahkah menjadi ayah yang bijak? Sudahkah menjadi ayah yang layak untuk disebut sebagai pahlawan keluarga? Sudahkah ayah menjadi cinta pertama anak perempuannya? Karena pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab ibu. Melainkan tanggung jawab ayah dan ibu. Keduanya berkewajiban untuk saling melengkapi peran masing-masing. Agar tidak ada lagi istilah fatherless atau motherless. []

 

Tags: anakayahorang tuaparenting
Ikhdatul Fadilah

Ikhdatul Fadilah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID