Mubadalah.id – Pernah kita mengugat tentang pilihan yang dibebankan, di tengah perjuangan perempuan karier melalui pertanyaan, ibu rumah tangga atau karier? Itulah salah satu cerita yang diangkat dalam film “The Intern”. Film The Intern ini bercerita tentang sebuah perusahaan yang sedang membuka pegawai magang senior. Setelah semua tahap seleksi sudah dilakukan, Ben, salah satu pegawai magang senior diterima di perusahaan start-up tersebut.
Ben merupakan laki-laki yang umur 70 tahunan dan pernah berkarir di industri telpon. Pengalaman dia di perusahaan membuatnya paham betul bagaimana cara bekerja di perusahaan. Menariknya, film ini berusaha membandingkan bagaimana perusahaan masa silam dengan start-up masa kini. hal ini terlihat dari cara berpakaian Ben yang rapi, memakai jas dan membawa koper.
Sedangkan pegawai perusahaan itu, yang kebanyakan anak muda, penampilannya lebih santai, serta bekerja dengan cepat dan menggunakan teknologi. Akses internet di perusahaan tersebut menjadi satu-satunya komunikasi. Budaya semacam itu tidak dialami oleh Ben di masa silam.
Di perusahaan tersebut, Ben ditempatkan sebagai asisten pribadi Jule, seorang perempuan pemilik perusahaan. Ia adalah perempuan tangguh, dengan totalitas perjuangan perempuan karier, seorang pekerja keras, gigih dan bertanggung jawab. Segala waktu yang dimiliki oleh Jule sudah tersusun rapi. Kehadiran Ben pada awalnya, membuat Jule canggung bahkan menolak. Hal ini karena, menurut jule, perusahaan tersebut membutuhkan anak muda yang cepat, tanggas, dan paham teknologi, bukan seperti Ben.
Namun, seiring berjalannya waktu, kehadiran Ben justru sangat dibutuhkan oleh Jule. Sebab ia membutuhkan teman berdiskusi untuk menjalankan perusahaannya. Untuk menjalani perjuangan perempuan karier, ia membutuhkan sosok yang sangat berpengalaman di perusahaan. Ben sangat cocok dengan hal itu.
Apalagi, sikap Ben memang menjadi panutan. Meskipun umurnya sudah tua, justru ia adalah orang yang luwes. Ia bisa bergaul dengan semua anak-anak di perusahaan tersebut. Tidak hanya itu, justru, ia seperti orang tua yang menjadi tempat keluhan dari para karyawan yang bekerja di perusahaan itu.
Kehadiran Ben pula, seperti menjadi tempat konsultasi Jule di segala lini kehidupan. Mulai masalah perusahaan hingga masalah keluarga. Uniknya, pada film ini, sosok Jule yang nyaris sempurna dengan segala pencapaian hidup, ia tampil menunjukkan perjuangan perempuan karier yang mandiri.
Di sisi lain, ia adalah sosok ibu dari seorang anak perempuan. dengan kesibukan yang dimilikinya, suaminya, Matt, memilih untuk menjadi bapak rumah tangga. Matt yang mengurus semua urusan rumah, khususnya keperluan anaknya. Ia justru yang selalu hadir pada setiap pertemuan orang tua. Ia pula yang menemani anaknya ke sekolah.
Peran tersebut justru dicemooh oleh lingkungan sekitar. Jule dianggap ibu tidak bertanggung jawab karena menyerahkan anaknya ke suaminya. Menjalani perjuangan perempuan karier justru dianggap kesalahan terbesar pada perempuan. Penonton bisa membayangkan betapa melekatnya budaya patriarki di masyarakat.
Bahkan, masyarakat Amerika sekalipun menganggap peran mengasuh anak, dan mengurus rumah tangga adalah tugas perempuan. lebih jauh justru, anggapan aneh ketika perempuan yang sudah menikah memilih fokus untuk berkarir, seperti Jule. Kenyataan ini juga sebagai refleksi kita bahwa, di negara maju-pun, budaya patriarki masih melekat kuat.
Perjuangan perempuan karier tidak perlu mengorbankan dirinya
Salah satu hal yang saya pelajari dari film ini bahwa, ketika mengetahui Matt selingkuh dari Jule. Terkesan menyakitkan memang. Pada momen ini, Jule justru merasa tidak berharga dan bersalah karena tidak bisa hadir setiap waktu untuk keluarganya. Kasus perselingkuhan yang seharusnya menjadi kesalahan Matt, justru berbanding terbalik. Jule yang merasa bersalah.
Akhirnya, keputusan yang dilakukan oleh Jule untuk mencari CEO agar perusahaannya ada yang mengurus. Ia ingin hadir utuh untuk keluarganya agar Matt tidak berselingkuh dengan perempuan lain. Momen ini sebenarnya menjadi salah satu pelajaran bahwa, perjuangan perempuan karier tidak perlu mengorbankan dirinya, hanya demi mempertahankan laki-laki yang memilih perempuan lain. Jule sebagai perempuan karier, sibuk mengurusi perusahaannya, adalah bukti bahwa ia adalah perempuan berdikari.
Peran bapak yang dipilih oleh Matt, mengurus anak dan rumah, seharusnya dijalani dengan sadar sebagai manusia. Perselingkuhan jenis apapun yang dilakukan oleh Matt, tidak bisa dibenarkan hanya karena alasan Jule tidak memiliki waktu untuk keluarga. Sebab itu adalah resiko yang sudah dipikirkan secara matang sebelum konsen peran itu dilakukan.
Film perjuangan perempuan karier ini mengajarkan kita bahwa, pasca menikah perempuan tidak perlu untuk kehilangan dirinya sendiri. Perempuan tidak boleh menyalahkan diri sendiri karena kesalahan seorang suami. Kalaupun suami berkhianat kepada perempuan hanya karena alasan kesibukan, itu berarti laki-laki tersebut yang tidak berhak menerima perempuan yang luar biasa itu.
Padahal ada banyak jalan agar perselingkuhan itu tidak terjadi. Mulai dari menyusun waktu untuk keluarga, hingga cara-cara lain untuk merekatkan hubungan tanpa saling menyakiti satu sama lain. []