Mubadalah.id – Branding perempuan dalam industri kecantikan semakin berkembang pesat dengan berbagai publikasi media dan iklan yang hadir di mana-mana. Hal ini secara tidak langsung membentuk persepsi umum tentang konsep kecantikan, di mana perempuan cantik harus memenuhi kriteria tertentu, seperti standar berat badan, bentuk tubuh, wajah, dan lainnya.
Sialnya, jika perempuan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh masyarakat, mereka bakal menjadi sasaran body shaming. Entah direndahkan dengan cara negatif atau lainnya. Meskipun seringkali mulai dari lelucon, namun candaan semacam ini dapat mempengaruhi perempuan, terutama soal kesehatan mental mereka. Contoh perihal jilbab yang menjadi simbol identitas bagi perempuan muslimah.
Tidak sedikit yang beranggapan bahwa jilbab yang kita pakai harus selaras dengan gaya dan tren. Akibatnya, tidak sedikit perempuan yang berjilbab merasa tertekan untuk memilih jilbab yang tepat agar sesuai dengan penampilan fisik. Jika tidak demikian, bukan tidak mungkin mengalami body shaming.
Misalnya, kasus yang terjadi pada tahun 2017. Ketika itu, seorang gadis berusia 17 tahun di Inggris mengakhiri hidup setelah mengalami body shaming terhadap perempuan secara terus-menerus dari teman-temannya.
Stigma
Fenomena ini menunjukkan bahwasannya masih banyak stigma yang melekat pada perempuan. Mereka yang tidak memenuhi kriteria tubuh ideal sering kali mengalami tekanan sosial yang tidak adil. Padahal body shaming dapat menimbulkan berbagai risiko dan dampak buruk yang serius.
Beberapa di antaranya termasuk menurunnya kepercayaan diri, gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia, serta masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Selain itu, individu yang mengalami body shaming sering kali merasa terisolasi secara sosial dan dapat terjerumus dalam perilaku menyakiti diri sendiri. Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran dan empati dalam berinteraksi dengan orang lain.
Lantas, bagaimana pandangan agama, khususnya Islam, terhadap masalah body shaming?
Dalam Islam, fitrah manusia sangat dihargai karena kita anggap sebagai ciptaan Tuhan yang mulia dan ditempatkan pada posisi terhormat di alam semesta. Manusia sebagai makhluk yang mulia karena teranugerahi akal pikiran yang membedakannya dari insting semata. Dengan akal, manusia mampu berpikir, merenung, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana.
Keberadaan akal dalam diri manusia memberikan kemampuan untuk memahami dunia di sekitarnya dan berinteraksi dengan cara yang lebih kompleks. Hal ini menjadikan manusia tidak hanya sekadar mengikuti naluri, tetapi juga mampu beradaptasi dengan lingkungan. Penghormatan terhadap harkat dan martabat setiap individu adalah hal yang mutlak, mengingat manusia kita anggap sebagai makhluk yang mulia.
Oleh karena itu, sebaiknya kita menggantikan tindakan merendahkan harkat dan martabat seseorang dengan sikap saling mendukung dan menghindari segala tindakan yang merendahkan harkat dan martabat seseorang, baik itu berupa perundungan maupun body shaming.
Nilai dan Martabat
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa setiap orang memiliki nilai dan martabat yang harus kita hormati. Kita semua memiliki keistimewaan yang berbeda, namun di hadapan Tuhan, kita semua memiliki nilai yang sama. Kita perlu saling menghargai setiap perbedaan yang ada, memperlakukan semua orang dengan setara tanpa memandang penampilan fisik, serta menjaga ucapan kita agar tidak menyakiti perasaan orang lain.
Dengan berkontribusi dalam membangun suasana yang inklusif, pada akhirnya kita dapat menciptakan komunitas yang lebih harmonis. Jadi, mari kita berkomitmen untuk saling mendukung dan menghormati, sehingga setiap individu merasa diterima dan dihargai tanpa terkecuali. []