Mubadalah.id – Pertanyaan mendasar dari judul ini yaitu kenapa bumi kita “sedang tidak baik-baik saja?” Apa hubungannya dengan bumi yang kita tempati sekarang? Dan kenapa kita harus bergerak dari sekarang? Mari kita mulai penelusurannya.
Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyatakan bahwa dunia tengah menghadapi konsekuensi nyata dari krisis iklim. Hal ini tentu mengorbankan banyak korban jiwa, memperburuk produksi pangan, menghancurkan alam, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Beberapa dari kerusakan tersebut telah terjadi dan tidak dapat diubah kembali.
Krisis iklim sangat mengancam keberlangsungan hidup semua orang di muka bumi kita. Namun, anak-anak merupakan kelompok yang paling dirugikan akibat dampak dari krisis iklim global. Kekurangan asupan gizi, air bersih, dan udara bersih semakin menyulitkan anak-anak untuk berjuang melawan kondisi bumi yang dilanda krisis iklim.
Oleh karena itu sangat perlu digaungkan pesan-pesan perjuangan untuk menuntut keadilan iklim bagi anak-anak yang berada di kehidupan kita sekarang. Karena mereka adalah masa depan bumi kita ini yang sangat berharga, yang berhak untuk tumbuh bebas di lingkungan hidup yang sehat.
Di sisi lain, kaum petani juga tengah dilanda permasalahan secara bersamaan. Dari perampasan lahan pertanian yang dijadikan infrastruktur atau industri ekstraktif lainnya (yang berupa sumber utama krisis iklim), namun juga dari dampak krisis iklim itu sendiri yang mengakibatkan kekeringan, krisis air hingga gagal panen.
Krisis bagi para petani merupakan krisis bagi kita semua. Tanah yang diubah fungsinya justru akan memperburuk krisis iklim. Gagal panen yang mereka rasakan akan berimbas terhadap kelangkaan dan kenaikan harga pangan yang menjadi kebutuhan pokok bagi kita semua.
Maka pentingnya keadilan bagi kaum tani dalam bentuk pengembalian tanah untuk rakyat (reforma agraria sejati), yang merupakan bentuk penolakan bala yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup kita semua. Jadi dapat kita simpulkan dengan sederhana bahwa krisis tani sama dengan krisis iklim.
Data Carbon Majors Report’ Guardian mengatakan bahwa 71% emisi global yang dihasilkan berasal dari 100 perusahaan. Sedangkan Laporan Inventaris GRK, 2008-2018, KLHK mengatakan bahwa 49% emisi Indonesia dihasilkan melalui sektor kehutanan dan lahan. Seringkali kita mendengar bahwa masyarakat merupakan sumber dari krisis iklim dan kita semua mempunyai kontribusi terhadap ancaman dari kerusakan bumi dan lingkungan hidup kita sekarang ini.
Namun kenyataannya bahwa kontribusi ini sangatlah tidak adil. Mayoritas dari kerusakan ekosistem dan emisi gas rumah kaca di bumi hanya dikarenakan pemilik modal yang didukung penuh oleh pemangku kepentingan demi mengejar pertumbuhan ekonomi segelintir yang secara langsung merampas hak hidup masyarakat kebanyakan. Hal itu tidak menjadi rahasia umum lagi, sehingga tidak perlu untuk ditutupi melalui pengecohan isu agar menimbulkan kegaduhan antara sesama masyarakat (individu) hingga saling menyalahkan satu sama lain.
Laporan ini juga menegaskan bahwa tidak memadainya komitmen dunia dalam menanggapi isu krisis iklim yang terjadi sekarang. Maka perlu adanya aksi global bersama untuk mengantisipasinya dari sekarang, untuk menghindari kerusakan yang lebih parah serta dapat menyelamatkan masa depan yang layak huni dan berkelanjutan bagi semua umat manusia.
Walaupun kita sudah mempunyai semua rekomendasi atas solusi perubahan iklim, namun sistem politik ekonomi sekarang ini telah dikuasai oleh industri ekstraktif yang malah menghambat kita keluar dari krisis iklim. Oleh karena itu, maka perubahan sistem perlu dijalankan, dan ini membutuhkan kolaborasi dan persatuan dari masyarakat untuk bangkit dan menyuarakan tuntutannya.
Masyarakat di seluruh dunia telah melakukan pemogokan iklim global (global climate strike), sebuah aksi bersama untuk perubahan iklim yang lebih baik yang diselenggarakan secara daring maupun luring.
Indonesia berpartisipasi pada Global Climate Strike (GCS) melalui Climate Justice Now (sebelumnya bernama Jeda Untuk Iklim), yakni sebuah koalisi atau wadah penjaring gerakan, komunitas, organisasi, maupun individu yang ikut memperjuangkan keadilan iklim di Indonesia. Keselamatan kita sebagai warga negara tentunya harus menjadi agenda prioritas karena telah dimandatkan dalam konstitusi.
Krisis iklim semakin parah, namun seolah-olah menihilkan hasil keilmuan melalui beragam penelitian ilmiah. Bila terus mengedepankan keuntungan bagi segelintir orang melalui eksploitasi lingkungan dan pembangunan yang bersifat ekstraktif justru memperburuk situasi. Krisis iklim sudah di depan mata, kita tidak bisa menunggu dan hanya menjadi sekedar penonton belaka.
Mari mengambil bagian dari gerakan global ini, sudah saatnya suara masyarakat sipil harus didengar. Keselamatan kita sebagai warganegara harus menjadi prioritas utama negara. Mari kita terus bersuara, bersolidaritas, menggabungkan kekuatan kolektif agar menjadi poros perubahan sistem yang sangat dibutuhkan untuk keluar dari krisis iklim.
Terus apa yang kita butuhkan saat ini? Tentunya sistem yang baru yaitu ekonomi yang mengedepankan kehidupan dan kesejahteraan, yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Berikutnya adalah pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang tidak terpusat, justru sebaliknya harus memaksimalkan partisipasi masyarakat.
Mewujudkan sistem yang dimana keadilan ditegakkan tanpa eksploitasi atau penindasan terhadap masyarakat dan alam, demokrasi partisipatoris yang dikedepankan hingga kebijakan yang dibuat untuk semua. Untuk mencapai perubahan sistem, kita sebagai warga negara perlu untuk menuntut perubahan itu.
Kita tidak bisa melakukannya sendirian, maka dibutuhkan bantuan perjuangan semua warga untuk bergerak bersama. Meskipun kita memulai perjuangan dari sudut pandang yang berbeda, namun tujuannya tetap satu, dunia yang penuh keadilan. Hanya di dunia yang penuh keadilan lah yang memungkinkan kita untuk keluar dari krisis iklim di bumi kita.
Demikian penjelasan terkait bumi sedang tidak baik-baik. Semoga artikel bumi sedang tidak baik-baik saja memberikan kesadaran untuk lebih menghargai alam. [Baca juga: Nyai Hj Nadia Jirjis dan Dedikasi Merawat Bumi]