• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Buta Sejarah dan Ancaman Ekstremisme Agama

Shofiatun Nikmah Shofiatun Nikmah
13/03/2020
in Personal
0
19
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Penulis memiliki berbagai pengalaman berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam gerakan extremisme seperti Hizbut Tahrir. Dari berbagai diskusi tersebut, mereka banyak terjebak dalam jumping conclution ketika memahami ayat Alquran dan Hadis.

diskusi mereka sangat kering dengan sejarah, baik sejarah Islam di Indonesia, maupun perkembangan Islam sejak di bawa oleh Nabi. Mereka hanya mengerti tentang konsep khilafah versi mereka yang digadang-gadang sebagai konsep Rasulullah dan para sahabat. Konsep tersebut juga menjadi solusi terbaik bagi bobroknya peradaban dunia saat ini, dalam versi mereka.

Lalu dalam kesempatan lain, penulis memiliki pengalaman bersama murid-murid sekolah di tingkat SD-SMP hingga SMA, yang mereka mengalami “kekeringan” tentang makna sejarah. Para siswa tidak memahami bagaimana proses kemerdekaan Indonesia, yang diperjuangkan oleh pahlawan dari berbagai agama dan suku. Para siswa tidak mengerti bagaimana Islam dapat menyebar secara massif di Indonesia, Bahkan mereka buta bagaimana sejarah kehidupan Nabi.

Kedua fenomena diatas, dapat kita tarik benang merah bahwa sejarah adalah wacana penting untuk membentengi generasi bangsa Indonesia dari benih intoleransi sedini mungkin. Para mahasiswa yang terpapar ekstremisme juga disebabkan karena mereka sangat buta terhadap sejarah.

Akan tetapi justru ancaman yang kita hadapi semakin besar, yaitu para siswa di sekolah yang buta literasi terhadap sejarah. Sejarah merupakan pondasi yang banyak diabaikan. Para guru dan para murid merasa bosan mempelajari dan menjelaskan sejarah.

Baca Juga:

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Para murid juga tidak dibukakan ruang agar mereka memahami sejarah sedini mungkin, hal ini sangat berbeda dengan pengalaman penulis ketika beljar di Pondok Pesantren. Di mana pesantren membuka ruang selebar-lebarnya bagi cerita-cerita masa lalu.

Budaya pesantren dalam menghormati para ulama pengarang kitab (mushonnif) menjadi pacuan para santri untuk berguru melalui sejarah. Dengan begitu, para santri memiliki bekal sejarah untuk menolak pemahaman asing yang bertentangan dengan sejarah dan akal sehat.

Radikalisme pada dasarnya bertentangan dengan akal sehat. Namun, upaya radikalisasi dilakukan dengan melakukan jumping conclution dan penekanan-penekanan yang menghimpit korban. Sehingga korban tidak dapat membuka ruang nalarnya untuk menyesuaikannya dengan akal sehat.

Misalnya, dalam ceramah-ceramah keagamaan tak jarang penceramah yang berafiliasi dengan kelompok ekstrem itu bertanya kepada jamaah, “mana yang paling benar, Kitab Undang-undang Dasar ataukah Alquran?”

Dengan begitu, secara otomatis para jamaah menjawab Alquran. “kalau begitu jangan mengikuti undang-undang, ikutilah Alquran”. Alquran dalam versi mereka bukanlah Aluran yang dipahami secara utuh dan komprehensif tetapi Alquran yang dipahami secara parsial dan tekstual.

Sejarah adalah sebuah pelajaran dari masa lalu yang dapat dijadikan sebagai pondasi seseorang dalam menjaga dirinya dari paparan benih radikalisme. Sejarah juga sebaiknya ditanamkan kepada para murid sejak dini.

Karena dari pelajaran sejarah seorang murid akan belajar tentang makna perjuangan, toleransi, saling menghargai dan menghormati. Alquran selalu menyebutkan bahwa orang-orang baik selalu mengikuti orang-orang baik sebelumnya. Sebab seseorang tidak dapat berlaku baik tanpa mendapatkan teladan. Sejarah baik adalah teladan, sejarah yang bercerita suatu hal tidak baik adalah pelajaran agar seseorang mawas diri dan lebih berhati-hati.

Krisis litersi sejarah di Indonesia sudah memasuki stadium empat. Pengobatannya harus dilakukan secara menyeluruh. Tindakan dan kebijakan baru harus cepat diambil dan direalisasikan, demi menjaga generasi bangsa dari kehancuran yang dimotori oleh gerakan ekstremisme.

Sekolah-sekolah di Indonesia harus menyadari, merevisi dan menindak lanjuti keterbelakangannya dalam menanamkan nilai-nilai luhur dalam diri siswa. Karena mereka telah mengaburkan sejarah bahkan membutakannya dari mata para siswa. []

Shofiatun Nikmah

Shofiatun Nikmah

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID