Mubadalah.Id – Momen hari ibu pasti tertuju pada perayaan kehadiran dan peran ibu. Sayangnya, bayang-bayang mother wound tanpa sadar mengintai proses tumbuh anak. Dampaknya terasa hingga dewasa, bahkan berlanjut hingga usia senja.
Di momen ini, sebagai perempuan, saya rasa perlu menyiapkan diri untuk menjadi ibu. Agar kelak anak kita benar-benar bisa merayakan momentum hari ibu dengan penuh kasih, bukan sekadar seremonial. Tanpa luka; penuh kebahagiaan.
Selain Fatherless, Mother Wound juga Berbahaya
Indonesia sudah mulai perhatian dengan isu fatherless; kurang andilnya sosok ayah dalam pengasuhan anak. Saat ini, Indonesia tergolong negara dengan angka fatherless yang tinggi; sekitar 25,8 persen anak tidak memiliki peran ayah secara aktif.
Dalam relasi keluarga, tidak hanya perlu memperhatikan relasi anak dan ayah, tetapi juga relasi anak dan ibu. Apalagi jika memiliki anak perempuan yang suatu hari nanti bisa menjadi ibu juga. Pada dasarnya, penting untuk mewujudkan relasi yang sehat antara kedua orang tua dan anak.
Secara sederhana, mother wound merujuk fenomena luka pengasuhan dari ibu. Yaitu luka pada anak akibat kebutuhan emosionalnya dengan ibu tidak terpenuhi. Dalam psikologi, hal ini timbul dari hubungan yang kurang sehat seperti kurangnya perhatian, kasih sayang, terlalu keras, terlalu menuntut, tidak ada validasi emosi atau pengasuhan yang tidak responsif.
Fenomena ini ada, terasa, tetapi belum terdokumentasikan dan terdata secara nyata. Agar lebih jelas, ini contoh pengasuhan atau perilaku mother wound. Pertama, mengabaikan emosi anak; seperti tidak hadir di momen berharga, membiarkan anak sedih dan kesepian. Akibatnya anak akan susah mengelola emosi dan rentan mengalami masalah psikologis.
Kedua, overprotective. Mungkin bermaksud menjaga anak dari hal buruk di luar, tetapi tidak memberikan ruang bagi anak untuk belajar langsung dari pengalaman hidupnya. Akibatnya, anak terbiasa bergantung pada orang lain.
Ketiga, terlalu sering menghukum. Pada dasarnya memberi hukuman boleh saja dengan maksud mengedukasi. Tapi anak bukan samsak yang bisa menjadi pelampiasan ibu tanpa alasan yang jelas. Bukannya mendidik, tapi malah memberikan trauma. Hukuman ini bisa berupa hukuman verbal dan non verbal, ya.
Keempat, menuntut dan membanding-bandingkan anak. Boleh saja berekspektasi dan mengarahkan anak pada suatu kompetensi. Tapi tidak perlu menuntut anak secara berlebihan, apalagi membandingkannya dengan orang lain atau bahkan dirinya sendiri. Hal ini sangat rawan membuat anak tidak percaya pada kemampuannya sendiri dan merasa rendah diri.
Hal-hal di atas terlihat sangat normal, kan? tapi bukan untuk terus menormalisasinya, ya. Sebab dampaknya juga besar dalam kehidupan anak, baik dalam kehidupannya pribadi maupun dalam relasi sosialnya.
Sembuh dari Luka Mother Wound
Jika sebelumnya perempuan mengalami mother wound, sangat penting untuk menyadari dan menyembuhkan lukanya sendiri terlebih dahulu. Karena pengasuhan mother wound menyebabkan anak sulit merasakan emosi, maka langkah paling dasar adalah dengan memahami emosi diri sendiri dan mengekspresikannya.
Selanjutnya, penting juga untuk mencintai diri sendiri. Ketika perempuan bisa mencintai diri sendiri, maka besar kemungkinan mampu memberikan cinta kepada orang lain; terutama anaknya. Tidak kalah penting, menerapkan self care, yaitu memedulikan kebutuhan emosional diri sendiri; bahkan yang tidak kita dapatkan dari pengasuhan ibu. Contohnya memberi dukungan, memberi reward dan memberi validasi emosi pada diri sendiri.
Semua cara-cara sederhana di atas tentunya bisa diterapkan dengan secukupnya dan tidak berlebihan. Sekadar sampai bisa menerima pengalaman pengasuhan yang tidak tepat di masa lalu dan siap untuk menjadi ibu yang memberikan pengasuhan yang sehat. Sebab jika terlalu fokus pada diri sendiri juga khawatir terjebak pada self centered (egois).
Jika hal-hal di atas masih sulit teratasi dengan mandiri, maka tidak ada salahnya untuk meminta bantuan psikolog. Tidak perlu malu membagikan luka pada profesional untuk membantu memproses emosi yang selama ini terpendam.
Apakah Mungkin Luka Mother Wound Menurun Ketika Menjadi Ibu?
Setelah memahami cara untuk sembuh dari luka mother wound, kita perlu memahami untuk apa sih perlu menyembuhkan diri? Jawaban paling simpel adalah agar ketika menjadi ibu, perempuan tidak mewariskan pola asuh mother wound pada anaknya.
Mungkin kita pernah mendengar kalimat seperti “Ibu dulu juga digituin” atau “Semua ibu pasti begitu”. Hal ini menyebabkan perasaan anak tidak tervalidasi, tidak ada ruang menganggap ada perasaan anak. Luka emosional terlihat sebagai sebuah hal wajar. Padahal, hal itu adalah awal mula relasi yang tidak sehat.
Nah, pola asuh mother wound tidak serta merta mengambarkan karakter ibu secara personal sebagai seorang yang jahat. Kita perlu sedikit merefleksi, bahwa hidup di Indonesia masih dalam budaya yang jarang memberi ruang bagi perempuan; terutama ibu untuk mengeluh atau lelah ketika mengasuh anak. Akibatnya, banyak ibu mengasuh sambil membawa luka dan masalah.
Ibu sering menjadi garda terdepan dalam mengurus anak sehingga ia menjadi seorang yang terlihat selalu kuat. Mengungkapkan ketidaktahuan dan ketidakmampuannya dalam mengurus anak akan menjadi sebuah aib karena di Indonesia perempuan masih cenderung memegang ranah domestik. Di sinilah pentingnya pembagian beban secara merata dan kehadiran ayah untuk bersama-sama mengurus anak.
Belajar Dari Sekarang, Yuk!
Menjadi ibu adalah pilihan bagi perempuan. Ketika memilih untuk melahirkan anak dan menjadi ibu, sudah seharusnya perempuan belajar untuk menjadi ibu yang baik. Bukan hanya memberikan dukungan secara materi, tetapi dukungan psikologis untuk tumbuh kembang anak.
Dear perempuan. Di momen hari ibu, mari kita merayakan perjuangan ibu; serta ketidaksempurnaanya ketika mengasuh kita. Tetap saja perjuangan dan perannya tidak sedikit di kehidupan kita. Menjadi ibu adalah hal yang berat. Kita perlu bercermin, bisakah kita belajar untuk menjadi lebih baik?
Tidak perlu menjadi seorang yang sempurna, tetapi sangat penting untuk melepas kebiasaan buruk yang terjadi sebelumnya. Bagi perempuan yang sudah atau akan menjadi ibu, perlu sejenak berfikir bahwa belajar menyembuhkan mother wound adalah bentuk cinta pada diri sendiri, pada ibu kita, dan pada generasi selanjutnya. []








































