Mubadalah.id – “Jangan lupa matikan lampunya kalau sudah mau tidur.”
“Tidur saja! Nanti kumatikan.”
Seperti pada malam-malam musim kemarau, malam ini bulan terlihat begitu terang, cantik menciptakan tenteram. Aktivitas manusia di desa perbukitan sudah tidak lagi ramai. Pintu-pintu rumah sudah tertutup dan terkunci sejak selepas salat isya’, lampu-lampu rumah juga sudah dimatikan, hanya sebagian kecil saja yang masih menyala. Menemani penghuninya yang tetap terjaga.
Kehidupan makhluk lainnya lebih nyata menikmati kedamaian malam. Kodok, jangkrik dan nyamuk yang mencari mangsa serta tikus-tikus yang berlarian dari satu atap rumah ke rumah lainnya. Seakan menggantikan kehidupan siang, tapi tidak menimbulkan kebisingan, justru menambah suasana tenang dan menjadi lagu pengantar tidur. Malam semakin larut, semakin hening, sesekali terdengar samar-samar suara seorang bermunajat pada Yang Mahakuasa. Di sudut lain, ada percakapan para hewan, tentang dongeng fabel kisah siput yang bijaksana.
Percakapan Subuh
Suasana yang teramat tenang akhirnya pecah oleh gemercik air yang sudah mulai terdengar dan lampu-lampu di setiap rumah yang juga mulai kembali menyala, menandakan waktu subuh telah tiba. Sebagai pembuka untuk setiap ibadah yang akan dilakukan seharian, subuh juga menjadi pintu aktivitas sosial dan bertetangga.
”Manusia itu aneh ya.”
“Kenapa memangnya?”
“Mereka menilai sesuatu baik atau tidak seringkali hanya dengan standar pikirannya sendiri, yang sangat terbatas pula.” Belalang yang memulai percakapan setelah menyadari ada seekor kumbang yang singgah di sampingnya, di atas satu daun rumput yang sama, menghirup udara pagi yang begitu segar, menikmati pemandangan dan tumbuh-tumbuhan yang semalaman penuh dibasahi oleh gerimis. Setelah itu kembali berpisah, terbang menuju tujuan masing-masing.
Sejak saat itu, dalam dongeng fabel ini dikisahkan, mereka selalu bertemu di tempat yang sama dan waktu yang sama pula, untuk saling bercerita tentang perjalanannya. Belalang yang mampu mengepakkan sayapnya sampai enam belas jam dalam sehari semalam, dan kumbang dengan keindahannya serta kepandaiannya bisa bersahabat dengan makhluk lain dan juga melindungi diri dari musuh dengan trik cerdasnya.
Meskipun begitu, mereka tetap membutuhkan teman untuk mengartikan kehidupan dan tempat yang nyaman untuk sekedar melepas kelelahan. Taman kecil di samping langgar Pak Jauhar, tempat anak-anak kampung mengaji menjadi tempat yang cukup nyaman dan aman bagi mereka.
Persahabatan antar Hewan
Kedua makhluk ini saling mengagumi keahlian masing-masing, hingga akhirnya menjadi begitu dekat dan akrab.
“Kamu sudah punya persediaan makanan untuk musim dingin?” Tanya Belalang
“Iya, tapi tidak banyak.”
“Apa cukup?”
“Apa kau suka membaca dongeng fabel seperti manusia?”
“hah? apa-apaan ini? gak jelas!”
“Kita bukan serangga negara empat musim, jadi tidak perlu hibernasi musim dingin, dasar kau ini. Kumbang Bintik sepertiku tidak membutuhkan makanan terlalu banyak. Lagi pula di sini dekat dengan rumah-rumah manusia.”
“Haha iya juga ya.”
Kumbang memanglah jenis serangga yang memiliki hubungan baik dengan manusia. Mutif tubuhnya yang indah menarik perhatian manusia, bahkan di negara tertentu, ia dianggap sebagai simbol keberuntungan.
Apa itu Dosa?
“Aku masih mengingat segalanya, aku tidak menginginkan keburukan apa pun terjadi padanya, Tuhan. Tapi aku juga menginginkan kebaikan terjadi pada diriku. “Aku merindukannya Tuhan.” Terdengar lirih dari lisan seorang manusia yang tiba-tiba duduk di dekat taman sambil menangis, membuat permbicaraan Kumbang dan Belalang dalam dongeng fabel ini terhenti.
“Apa cinta itu sebuah dosa?” tanya Belalang, serangga yang bahkan setelah kematiannya tetap suci.
“Ya bukan lah!”
“Lalu, mengapa saat terpisah, dihukum dengan rindu yang begitu menyiksa?’’
“Manusia menyebutnya proses”
“Proses untuk apa?”
“Untuk menjadi lebih baik, karena ليبلوكم ايكم احسن عملا bukan اكثر عملا “
“Apalagi itu?”
“Untuk menguji siapa yang paling baik amalnya, bukan yang paling banyak.” jelas si kumbang.
Menelisik Makna Cinta
Terlalu asik bercakap, ternyata mereka baru sadar kalau perempuan yang tadi menangis sudah tidak lagi di sana.
“Padahal manusia-manusia lain sudah bahas investasi di luar angkasa, dia masih sibuk nangisin cinta”, canda si Kumbang.
“Bukankan cinta sumber segala kekuatan?”
“Tapi buktinya dia sekarang rapuh.”
Menyela percakapan dalam dongeng fabel ini, seekor siput tua yang sudah lebih banyak menyaksikan berbagai kehidupan berkata, “Setiap fase yang kita lewati memberikan pelajaran yang begitu berarti. Beberapa kisah harus tercipta untuk membuat kisah-kisah lain menjadi sempurna.
Kadang, tangis pun pecah, agar alur dan pesan bisa kita terjemahkan menjadi makna yang berharga. Yang dimulai dengan baik-baik, akan berakhir dengan baik-baik pula, meski dalam perjalanannya dihadapkan dengan banyak luka, tapi kemudian disembuhkan bersama, dengan do’a-do’a.” []