• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Etika Bertetangga Menurut Hadis Nabi

Islam melalui ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. mengatur para pemeluknya untuk memiliki relasi yang baik dengan tetangga

Wafiroh Wafiroh
13/09/2022
in Hikmah
0
Etika Bertetangga

Etika Bertetangga

398
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam kehidupan sosial, kita tidak lepas dari relasi dengan orang lain. Dalam skala kecil, kita hidup berelasi dengan tetangga yang ada di sekitar tempat tinggal kita. Sehari-hari, kita tidak terlepas berhubungan  dengan relasi dan etika bertetangga saat bersama mereka.

Oleh karena itu, Islam melalui ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. mengatur para pemeluknya untuk memiliki relasi yang baik dengan tetangga. Hubungan baik itu tentunya hanya bisa terwujud jika kita memiliki etika bertetangga yang baik.

Banyak terdapat hadis Nabi saw. yang mengatur relasi bertetangga ini. Secara garis besar, hadis-hadis tersebut mengajarkan umat Islam untuk berperilaku baik, toleran dan saling menolong dengan tetangga. Melalui tulisan ini, penulis ingin merangkum etika bertetangga sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi saw. Etika tersebut dipetik dari tuntunan hadis yang penulis petik dari kitab Sahih Bukhari:

  1. Tidak Mengganggu dan Saling Memuliakan

Kita sebagai umat muslim, hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari perilaku-perilaku yang dapat mengganggu tetangga. Terkadang, entah kita sadari atau tidak kita sering kali berperilaku yang rentan menyinggung sekitar kita. Entah itu atas nama agama, finansial atau berbagai kepentingan privat lainnya. Misal, karena atas nama agama, kita berlebihan menampilkan ekspresi beragama padahal tetangga kita memiliki agama yang beda dengan kita.

Dalam Sahih Bukhari, terdapat dua hadis tentang larangan untuk menggangu ketenteraman hidup bertetangga. Rasulullah saw. bersabda: “demi Allah tidak beriman! (diulang sebanyak tiga kali). Para sahabat bertanya: “siapa wahai Rasulullah?” Nabi menjawab: “dialah orang yang membuat tetangganya tidak merasa aman karena gangguan dirinya”. (hadis no. 6016).

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda: “barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya jangan menyakiti tetangganya…” (hadis no. 6018). Hadis ini juga berkaitan sangat erat dengan anjuran Nabi saw. untuk saling memuliakan antar sesama tetangga. Nabi saw. bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tetangganya” (hadis no. 60 19).

Baca Juga:

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

Islam adalah Agama Kasih: Refleksi dari Buku Toleransi dalam Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

Hadis di atas secara eksplisit mendidik kita agar sebisa mungkin mengatur perilaku sehari-hari kita agar tidak mengganggu kita. Syukur jika bisa memuliakan tetangga dengan baik. Dalam skala yang lebih luas, kita harus berusaha semaksimal mungkin agar keberadaan kita dalam komunitas bertetangga tidak menjadi hal yang disesali oleh orang sekitar kita.

  1. Mendahulukan Sikap Mengalah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentunya tidak terlepas dari kemungkinan tejadinya konflik. Tetangga yang sehari-hari hidup berdampingan dengan kita, belum tentu selamanya sesuai dengan kemauan kita begitu pula sebaliknya. Namun, sebagai muslim yang baik, alangkah baiknya jika kita mendahulukan sikap mengalah ketika terjadi konflik dengan tetangga.

Etika positif ini diisyaratkan Nabi saw. dalam hadis riwayat Abu Hurairah berikut: “seorang tetangga tidak boleh melarang tetangganya untuk meletakkan kayu di dindingnya” (hadis no. 2463). Maksud kayu dalam hadis ini, adalah pembuatan ruang tambahan semacam teras atau kanopi yang kita kenal pada zaman ini. Hadis ini mungkin sulit untuk diterapkan dalam kehidupan nyata.

Namun hadis ini mengajarkan kita untuk mengalah ketika ada tetangga yang membuat semisal kanopi sampai melampaui hak kita. Dalam kitab Syarah Irsyadus Sari syarah Sahih Bukhari, yang dimaksud mengalah di sini selama pembuatan kanopi tersebut tidak menimbulkan darurat dan gangguan yang nyata bagi kita. Oleh karena itu, jika muncul gangguan yang dimaksud, maka hendaknya dahulukan musyawarah antara kedua belah pihak.

  1. Memberi Untuk Mempererat Hubungan

Di antara salah satu tips agar relasi etika bertetangga tetap harmonis, adalah dengan saling memberi hadiah. Perilaku ini menunjukkan pelakunya memiliki nilai kepedulian yang tinggi. Untuk hal yang kita hadiahkan, syariat tidak memberikan batasan khusus.

Karena yang menjadi standar bukanlah apa yang kita berikan, namun tujuan baik dalam memberi serta bagaimana pemberian itu dapat menjadi lem perekat hubungan baik antar tetangga. Namun yang harus kita perhatikan, adalah kepada tetangga yang mana kita akan memberi hadiah. Hal ini karena terkadang kita memiliki kecenderungan untuk memberi kepada tetangga tertentu namun melupakan yang lain.

Dalam sebuah riwayat Sayyidah Aisyah bertanya kepada Nabi saw. “wahai Nabi, aku memiliki dua tetangga. Kepada yang siapa aku akan memberikan hadiahku?” Nabi saw. menjawab: “kepada mereka yang pintunya lebih dekat kepadamu” (hadis no. 6020). Karena justru akan rentan menjadi masalah jika kita lebih mendahulukan memberi hadiah kepada tetangga yang jauh sementara yang dekat kita lewati dan hanya menjadi penonton sikap kita. Hal ini berkemungkinan akan menimbulkan konflik dan siakp-sikap negatif pada nantinya.

  1. Tidak Mudah Meremehkan

Poin ini berkaitan erat dengan poin sebelumnya. Jika sebelumnya tentang etika pemberi hadiah, maka dalam poin hadis mengajarkan kita bagaimana untuk beretika ketika menerima hadiah. Seringkali, ketika penerima hadiah adalah orang yang secara finansial lebih baik dari si pemberi, dia cenderung meremehkan hadiah dari tetangganya. Dengan alasan bahwa hadiah tersebut hanya hal sepele dan tidak layak untuk diberikan. Padahal, bisa jadi dalam hadiah tersebut terdapat tujuan dan niat baik untuk mempererat hubungan.

Sebagai bentuk peringatan dari Nabi saw. kepada umatnya agar terhindar dari menyakiti hati tetangga, dalam hadis Abu Hurairah Nabi saw. bersabda: “wahai perempuan muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan (hadiah) tetangganya meskipun hanya sekedar kaki kambing” (hadis no. 2566).

Hadis ini secara eksplisit mengajarkan kita untuk memuliakan hadiah dari orang lain meski hanya hal remeh. Istilah kaki kambing merupakan majas dari Nabi saw. yang merujuk kepada hal yang sangat sepele. Namun secara implisit hadis ini juga memotivasi bagi pihak yang merasa tidak memiliki barang berharga untuk dihadiahkan, untuk tetap berbesar hati. Karena hadiah itu tidak bergantung dari barang apa yang kita beri. Namun lebih kepada tujuan si pemberi. Allahu A’lam. []

Tags: Akhlak NabiEtika BertetanggaHadis NabiislamSunah Nabi
Wafiroh

Wafiroh

Alumni Ma'had Aly Situbondo - Perintis Pesantren Anak Tarbiyatul Quran wal Kutub

Terkait Posts

Ibadah Kurban

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

3 Juni 2025
Perempuan Memakai Jilbab

Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

2 Juni 2025
Jilbab Menurut Ahli Tafsir

Jilbab Menurut Ahli Tafsir

2 Juni 2025
Surah Al-Ankabut Ayat 60

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

28 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID