• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Feminisme Islam dan Setelahnya

Feminisme sebagai kata, itu tidak penting. Tapi sebagai perjuangan kesetaraan perempuan dan laki-laki, itu jauh lebih penting. Itulah intinya

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
20/01/2023
in Personal
0
Feminisme Islam

Feminisme Islam

982
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Feminisme memang muncul di Barat, tapi penindasan tehadap perempuan terjadi di mana-mana. Termasuk di negara kita. Masalahnya, di Barat, feminisme muncul untuk menjawab masalahnya sendiri. Ia disusun dengan basis filosofis yang khas dan tertentu. Sangat mungkin tanpa mempertimbangkan dunia lain di luar Barat.

Bahwa analisa feminisme itu penting bagi kesadaran dan gerakan kesetaraan, iya tentu saja. Tapi konteks yang berbeda membuat tingkat analisanya juga berbeda. Jika dipaksa kita terapkan, tentu akan banyak yang tidak sesuai dan malah menjauhkan kita dari tujuan sejatinya, kesetaraan dan keadilan.

Salah satu ciri khas masyarakat Barat adalah kadar sekularisasinya yang cukup besar. Agama mereka pinggirkan dari ruang-ruang publik. Ini juga yang memengaruhi kenapa diskursus agama tidak muncul dalam gerakan feminisme yang mempublik di sana.

Di Indonesia, dan di negara-negara muslim lainnya, ceritanya tentu berbeda. Agama tidak bisa kita pisahkan dari ruang publik. Wacana feminisme pun tak bisa kita lepaskan dari agama. Hingga muncullah gerakan-gerakan dan kelompok feminisme Islam. Yang meyakini bahwa ajaran Islam, selain oleh beberapa pihak digunakan sebagai alat untuk menindas, juga bisa menjadi sumber bagi gerakan kesetaraan, keadilan gender, dan menghilangkan penindasan.

Tapi kita juga perlu tahu, istilah feminisme sendiri di kalangan umat Islam di Indonesia, mendapat respon yang berbeda-beda. Banyak juga dari kita umat Islam di Indonesia yang merasa, istilah itu terlalu Barat-sentris. Banyak dari kiai-kiai kita juga masih menganggap istilah feminisme mengandung arti perlawanan perempuan vis a vis laki-laki. Gerakan perempuan melawan laki-laki. Dan kesalahpahaman-kesalahpahaman lainnya.

Baca Juga:

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Feminis Muslim Indonesia

Beberapa feminis muslim Indonesia kemudian mengubah strategi gerakannya menjadi lebih ramah kultur. Seperti Buya Husein Muhammad, Kang Faqihuddin Abdul Kodir dengan Mubadalah, Mba Nur Rofiah dengan Keadilan Hakiki, dan masih banyak lagi lainnya. Dalam nama dan penyebutannya, tidak ada kata-kata feminisme. Tapi dalam analisa dan semangatnya, gerakan ini tetap bersandar pada asumsi-asumsi dasar feminisme. Mau kita sebut apapun itu.

Sejauh pemahaman saya, mereka meyakini bahwa masalah penindasan perempuan bukan masalah khas Barat saja. Melainkan juga masalah umat Islam yang khas. Oleh karenanya umat Islam punya masalahnya sendiri, pergulatan, dan caranya sendiri dalam memandang, memahami, dan menyelesaikan masalah ini.

Kekhasan itu bahkan kadang tidak dimengerti oleh sebagian feminis Barat. Seperti bagaimana bisa, seorang feminis yang gigih adalah seorang muslim yang taat. Bagaimana mungkin, seorang yang memperjuangan kesetaraan masih memakai jilbab? Itu tidak masuk akal bagi mereka sama seperti kita menganggap banyak asumsi mereka yang tidak masuk akal.

Perubahan dari istilah feminisme Islam menjadi istilah-istilah “sendiri” bisa kita lihat sebagai petanda bahwa mereka terus berdialog dengan masyarakat. Munculnya “istilah sendiri” juga berarti mereka menawarkan semacam jalan tengah. Sambil menginsyafi, setelah sekian lama, ternyata istilah feminisme masih problematik untuk digunakan di Indonesia. Meski sudah “ditempeli” dengan kata Islam sekalipun. Selain karena beban kultural yang kadung dipercaya dan tak pernah bisa kita urai. Mungkin karena istilah ini memang mempunyai basis historis dan filosofisnya sendiri, yang dirasa berbeda.

Statemen Gus Yahya

Statemen Gus Yahya yang kemarin itu, seperti memecut kita bahwa sudah saatnya, isme-isme apapun, termasuk feminisme, menuju wacana baru yang semakin membumi dan terkonteks. Tidak hanya sekadar copas konsepsi, melainkan menjadi pemikiran yang selalu terkait dengan masyarakatnya. Tidak hanya terkait bahkan yang bersumber dari nilai-nilai masyarakat sendiri.

Dia seperti sedang melempar wacana post-feminisme Islam, yang sebenarnya oleh para aktivis feminis muslim Indonesia, sudah jauh-jauh hari mereka dengungkan.

Apakah memang demikian, atau saya terlalu optimis terhadap beliau. Entah. Yang pasti tantangan berikutnya dari gerakan kesetaraan ini adalah kenyataan bahwa konteks kultural itu rumit, kompleks, dan terus berkembang. Bagaimana agar upaya ini bisa terus menyentuh keragaman masyarakat, identitas, agama, etnisitas, kelas, dan sebagainya, hingga perubahan yang kita nanti-nantikan itu segara menjelang.

Sekali lagi, untuk statemen yang sedang ramai itu, akhirnya saya berpikir begini, feminisme sebagai kata, itu tidak penting. Tapi sebagai perjuangan kesetaraan perempuan dan laki-laki, itu jauh lebih penting. Itulah intinya. Perjuangan itu bagi sebagian dari kita tidak penting juga untuk kita sebut feminisme. Kita harus hormati itu. Karena apapun sebutannya, toh perjuangan kesetaraan itu sudah menjadi keniscayaan. Ia sudah menjadi panggilan hidup. Sudah “mawiji”.

Lalu, saat semangat perjuangan itu sudah mendarah, buat apa lagi kita mempermasalahkan istilah? []

Tags: feminismegerakan perempuanIndonesiaislamKesetaraanperempuan
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID