Minggu, 7 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

    Kerusakan Hutan Aceh

    Kesaksian Umi Hanisah atas Kerusakan Hutan Aceh dalam Tadarus Subuh

    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

    Hukum Perkawinan Beda Agama

    Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

    Seyyed Hossein Nasr

    Jejak Islam Wasathiyah dan Kearifan Seyyed Hossein Nasr di Amerika

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

    Kerusakan Hutan Aceh

    Kesaksian Umi Hanisah atas Kerusakan Hutan Aceh dalam Tadarus Subuh

    Kekerasan Perempuan

    16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

    Muliakan Perempuan

    Kampanye 16 HAKTP dengan Mengingat Pesan Nabi Saw: Muliakan Perempuan, Hentikan Kekerasan

    16 HAKTP di

    Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan

    Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Perkuat Kampanye 16 HAKTP di Majalengka

    META Indonesia

    Pelatihan Digital Literasi bersama META Indonesia agar Aman Berekspresi di Media Sosial

    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

    Hukum Perkawinan Beda Agama

    Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

    Seyyed Hossein Nasr

    Jejak Islam Wasathiyah dan Kearifan Seyyed Hossein Nasr di Amerika

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Keadilan Tuhan bagi Disabilitas

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim dan Beban yang Tak Setara

    16 HAKTP

    16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

    Hutan Indonesia

    Ekosida: Jejak Kejahatan terhadap Hutan Indonesia

    Citizen Journalism

    Citizen Journalism Berbeda dengan Ummu Jamil

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Film Keluarga Cemara; Harta yang Paling Berharga Tanggung Jawab Siapa?

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
26 Desember 2022
in Kolom
0
Peran Menarik Dua Kakak dalam Film Keluarga Cemara

Sumber gambar: Visinema Pictures via Youtube.

86
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Harta yang paling berharga adalah keluarga. Demikian kalimat pertama dalam lagu film Keluarga Cemara yang tayang di bioskop sejak 3 Januari 2019. Banyak yang hapal di luar kepala lagu tersebut. Terutama mereka yang pernah menikmati serial Keluarga Cemara di RCTI pada pertengahan tahun 90-an.

Film ini memang adaptasi dari serial televisi. Berkisah tentang sebuah keluarga yang akarnya dari cerita bersambung Arswendo Atmowiloto. Seperti cerita aslinya, film mengangkat cerita sederhana tentang sebuah keluarga. Cerita ini ingin membagi pesan, sesulit apapun kondisi keluarga, kebahagiaan pasti ada.

Dalam versi serial, Keluarga Cemara disuguhkan dengan latar kemiskinan keluarga. Kejujuran dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga menjadi nilai utama yang coba diangkat.

Dalam versi filmnya, saya menemukan ada hal baru yang menjadi nilai beda dibanding versi serialnya. Kebaruan menjadi salah satu yang menentukan berhasil tidaknya sebuah film yang diadaptasi dari sebuah sinema dari masa lalu. Adakah gagasan baru dalam film ataukah sama saja dengan versi sebelumnya?

Tentu penonton tidak mau hanya bernostalgia. Mereka ingin Keluarga Cemara benar-benar mengikuti zaman. Saya menilai film ini layak ditonton. Yandy Laurens sebagai sutradara juga penulis skenario patut diacungi jempol. Film Keluarga Cemara telah memberikan nuansa kekinian dengan eksekusi yang pas.

Bagi yang belum nonton filmnya, saya kasih bocoran sedikit saja. Sisanya bisa nonton sendiri di bioskop dan jangan mencari-cari apakah sudah ada bajakannya.

Kejatuhan Keluarga

Abah diperankan Ringgo Agus Rahman. Emak diperankan Nirina Zubir. Sang kakak, Euis  diperankan Adhisty Zara JKT 48. Adiknya, Cemara (Ara) diperankan Widuri Puteri. Mereka digambarkan sebagai keluarga bahagia dengan keadaan ekonomi yang mapan di Jakarta. Gambaran kemapanan itu terlihat dari rumah gedong, mobil, dan pekerjaan Abah di sebuah proyek.

Tapi semua kemewahan itu sirna ketika usaha Abah bangkrut. Rumah pun disita. Mobil dijual untuk membayar gaji dan pesangon pekerja proyek. Ara sekeluarga jatuh miskin dan memutuskan untuk pindah ke rumah Aki (kakeknya Ara) di daerah Bogor.

Di kampung, Abah bekerja sebagai tukang bangunan dengan gaji seadanya. Tak berselang lama, Abah mengalamai kecelakaan kerja. Dia jatuh dan kakinya patah. Penderitaan berikutnya datang mendera keluarga Ara. Abah yang biasa mencari nafkah kini tak bisa berjalan, apalagi bekerja.

Di situ muncullah ide Emak untuk berjualan emping. Dia bermitra dengan Ceu Salmah (Asri Welas) untuk berdagang emping. Euis juga berjualan emping di sekolahnya. Meski awalnya Euis malu, tapi teman-teman di sekolahnya mendukung dia.

Tidak ada tokoh antagonis di dalam film ini. Musuh utama dalam film ini adalah perubahan yang begitu drastis yang mendera sebuah keluarga. Dari yang tadinya mapan menjadi begitu sederhana.

Abah yang Rapuh

Sepanjang film, saya sungguh kasihan kepada sosok Abah. Dia terlihat sangat rapuh. Dalam situasi kebangkrutan ekonomi keluarga tersebut, Abah merasa dirinya adalah biang masalahnya. Dialah penyebab utama kemelaratan dan ketidakbahagiaan keluarga. Ketika Abah tak bisa berjalan, dia jadi sering marah. Terutama kepada Euis, anak usia SMP yang kehilangan masa-masa indahnya sebagai remaja.

Abah tidak pernah membagi masalah keluarganya kepada Emak ataupun anak-anaknya. Abah masih merupakan manusia perkasa yang di pundaknya berada sebuah tanggung jawab kebahagiaan keluarga. Abah masih seorang laki-laki dalam dunia patriarkhal.

Saat sudah sembuh, Abah memutuskan menjadi driver ojek online. Dalam sebuah adegan, dia berencana menjual rumah Aki untuk membeli rumah susun di Jakarta. Abah berbicara kepada sepupunya, Romli yang tidak setuju dengan rencananya:

“Nanti juga kamu tahu kalau sudah nikah. Sebagai kepala keluarga, semua adalah tanggung jawab laki-laki.” 

Ternyata, di belakang Abah ada seorang driver ojek online perempuan yang merasa terganggu dengan perkataannya.

“Lah gimana sih, Bang. Komitmen keluarga kan berdua. Masa sih harus ditanggung sendiri.”

Dialog singkat ini cukup mengagetkan. Hebatnya, keluar dari mulut seorang figuran. Dalam film, dialog dari orang yang bukan siapa-siapa bisa saja merupakan pesan utama yang ingin disampaikan pembuat film kepada penonton sebagai subliminal message (pesan untuk pikiran bawah sadar).

Pesan yang sama kembali ditampilkan, kali ini dimunculkan di atas permukaan dan menjadi klimaks cerita. Abah berencana menjual rumah warisan Aki. Dalam benaknya, Euis dan Ara tidak betah tinggal di kampung dan selalu ingin balik ke Jakarta. Keputusan menjual rumah Aki, Abah lakukan sendiri.

Pada saat calon pembeli datang ke rumah dengan membawa notaris, tanpa ragu Abah menandatangani surat jual beli rumah. Emak yang mengingatkan keputusan itu agar dipikir ulang tak diindahkan. Abah terlalu yakin untuk sesuatu yang dia sendiri belum memahaminya.

Euis dan Ara yang sejak tadi mengintip dari belakang tiba-tiba saja berlari dan merebut sertifikat tanah yang akan diberikan Abah kepada pembeli. Situasi pun menjadi menegangkan. Setelah calon pembeli pulang, Abah marah besar kepada anak-anaknya.

Adegan tersebut membongkar kerapuhan Abah yang terus disembunyikan. Dalam marahnya, Abah mengatakan yang dia lakukan hanya demi kebahagiaan keluarga. Tapi Abah lupa satu hal, masalah keluarganya tidak pernah dibicarakan bersama. Bersama Emak dan anak-anak.

“Abah tahu keinginan kalian; Keinginan Euis, keinginan Ara, keinginan Emak,” kata Abah.

“Tapi Abah tidak pernah mendengarkan kami,” kata Euis.

Wow, jawaban Euis benar-benar menghentak. Tapi Abah tak terlihat menyerah.

“Semua ini tanggung jawab Abah. Emak tanggung jawab Abah. Euis tanggung jawab Abah. Ara tanggung jawab Abah,” kata Abah dengan nada semakin tinggi.

Sejenak suasana pun hening. Emak terlihat menenangkan Abah. Tak ada yang berani berkata-kata hingga saat keadaan mulai tenang, Euis mengeluarkan pertanyaan pamungkas.

“Lalu, Abah tanggung jawab siapa?” kata Euis.

Abah pun tak mampu menjawab. Dia terlihat semakin haru, kalut dan sedih.

Pesan Film

Pertanyaan Euis di atas menjadi titik balik Abah. Abah akhirnya urung menjual rumah Aki. Abah memutuskan masalah itu tidak berdasar kemauannya sendiri, melainkan juga dengan pertimbangan dari anggota keluarga yang lain. Cerita pun berakhir bahagia.

Secara garis besar, film ini ingin mengatakan bahwa keluarga ibarat bahtera yang harus diarungi bersama. Pria bukanlah penanggung jawab tunggal atas istri dan anak-anaknya. Tapi, setiap anggota keluarga satu sama lain saling bertanggung jawab.

Boleh dikata, konsep dan nilai baru ini yang menjadi ruh film Keluarga Cemara. Dan konsep inilah yang tidak ada di dalam Keluarga Cemara versi serialnya. Mungkin karena pada tahun 90-an konsep-konsep pembagian peran dan tanggung jawab keluarga tidak kentara seperti sekarang. Dalam hal ini, penulis skenario sangat jeli menangkap perubahan sosial-budaya masyarakat Indonesia.

Jadi, harta yang paling berharga memang keluarga. Tapi orang yang bertanggung jawab atas keluarga adalah semua anggotanya. Karena dengan kebersamaan dan kesalingan di dalam keluarga, segala masalah yang mendera tak akan ada artinya.[]

Tags: cemarafilm keluargakeluargaKeluarga BahagiaKeluarga Cemaralaki-lakiperan keluargaperempuanrumah tangga
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Kekerasan Perempuan
Aktual

16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

6 Desember 2025
16 HAKTP
Publik

16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

5 Desember 2025
16 HAKTP di
Aktual

Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

6 Desember 2025
Pendidikan Karakter
Publik

Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

3 Desember 2025
Pengalaman Biologis
Personal

Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

3 Desember 2025
Kekerasan Perempuan
Keluarga

Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan

2 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Namaku Alam

    Derita Kolektif Perempuan dalam Novel Namaku Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kesaksian Umi Hanisah atas Kerusakan Hutan Aceh dalam Tadarus Subuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen
  • Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera
  • Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’
  • Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat
  • Kesaksian Umi Hanisah atas Kerusakan Hutan Aceh dalam Tadarus Subuh

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID