Sabtu, 15 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Ibu

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh. Lewati rintang untuk anakmu. Ibuku sayang masih terus terbayang walau langkah kaki penuh darah penuh nanah. Seperti udara kasih yang kau berikan. Tak mampu aku membalas. Ibu. (Iwan Fals)

Zahra Amin Zahra Amin
13 Desember 2020
in Pernak-pernik, Sastra
0
Ibu
208
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Cirebon, 10 Januari 2007

“Kapan kamu akan mengerti Sarah. Ayahmu sudah tiada, jangan kau bebani Ibumu untuk memenuhi semua keinginanmu.” Kata-kata Ibu masih jelas terngiang dalam ingatan. Teguran dan kemarahan Ibu aku anggap angin lalu. Ketika setiap keinginanku tak bisa diberikan Ibu aku akan pergi dari rumah diam-diam, dan menginap di rumah teman.

Tak sekali dua kali aku lakukan itu. Bahkan sering. Hingga kadang-kadang ketika jelang  subuh aku baru pulang ke rumah, aku dapati Ibu menangis dalam sujud shalatnya. Dan seketika aku menyesal, tetapi hanya sesaat. Begitu mendengar keluhan Ibu tentang ekonomi keluarga yang semakin sulit, pendapatan keuangan yang semakin sedikit, kebiasaanku kabur dari rumah kembali lagi.

Dalam titik jenuh kehidupan, seringkali aku berpikir untuk meninggalkan bangku kuliah dan memilih kerja. Apa saja yang penting itu halal dan bisa aku lakukan di usiaku yang masih 20-an. Kalau perlu mencari pekerjaan paruh waktu, entah di kampus atau di sekitar tempat tinggalku, di Cirebon.

13 Januari 2007

Saat pikiranku sedang karut-marut. Kacau-balau. Sahabat dekatku, Nayla Azkia mengajakku nongkrong di kampus. Kongkow bareng sahabat-sahabat BEM Fakultas. Kebetulan saat itu, para pengurus BEM-F tengah mempersiapkan pelantikan pengurus baru. Mungkin karena melihat raut mukaku suntuk, tak jelas dan tak beraturan, Nayla menanyakan kenapa dengan mood boosterku tiba-tiba lemah, yang biasanya selalu full energi.

Lalu aku bercerita tentang kondisi keluargaku, Ibu yang sakit-sakitan dan semakin uring-uringan karena persoalan sepele. Sekedar minta uang untuk membeli pulsa hp, ceramahnya sudah kemana-mana. Belum selesai aku curhat ke Nayla, salah satu senior kampus Bang Hans datang menghampiri. Bang Hans itu, selain senior kami di kampus dia juga bekerja di salah satu harian lokal terbesar di Indramayu.

“Nay, kamu punya teman yang bisa nulis nggak? Kabar Cherbond lagi butuh jurnalis nih, tapi mintanya cewek.” Ujar Bang Hans.

Spontan saja Nayla melirikku. “Sarah ini kesempatan buat kamu, lumayan bisa nambah uang jajan dan beli pulsa, kamu kan hobby menulis”, bisik Nayla di sampingku.

Dan aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju. “Siap Bang Hans. Di sebelahku ini jago nulis, dia namanya Sarah Amalia. Kapan proses interview dan kerjanya Bang?”, jawab Nayla dengan penuh semangat. Bang Hans melihatku sebentar dan menanyakan ulang apakah aku siap bergabung di media Kabar Cherbond. Aku bilang siap lahir batin. Siap kapanpun pekerjaan itu ada untukku.

Kemudian Bang Hans menyuruhku datang ke Kantor Biro Kabar Cherbond keesokan harinya. Kalau kata pepatah lama “pucuk di cinta ulam pun tiba”. Artinya sesuatu yang sedang di harap-harapkan tiba-tiba muncul di depan mata. Aku percaya bahwa jika manusia sebagai makhluk Tuhan yakin dengan kekuasaanNya, maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia. Tinggal bagaimana cara kita berusaha untuk mewujudkan harapan itu.

14 Januari 2007

Sehari setelah pertemuan di kampus aku mendatangi kantor biro Kabar Cherbond di Jl. Jenderal Sudirman. Tidak lupa dengan membawa persyaratan sebagai mana orang mau melamar kerja. Ada daftar riwayat hidup. Ada surat keterangan masih menempuh pendidikan di salah satu kampus negeri. Ada foto copy ijazah terakhir dan beragam sertifikat pendidikan kilat kepenulisan jurnalistik serta sertifikat pendukung lainnya.

Setelah bertemu dengan Direktur Perusahaan, atau yang biasa disebut Bos Besar, aku tidak ditanyakan apapun terkait dengan pekerjaan atau sejauh mana aku bisa menulis. Bos Besar hanya menyuruhku bercerita tentang siapa diriku, bagaimana keluargaku dan kenapa aku tertarik bergabung dengan Kabar Cherbond. Karena aku terbiasa berbicara dengan banyak orang di organisasi maka aku tak menemukan kesulitan berarti. Malah membuat Bos Besar takjub. Heran mungkin, ada anak perempuan, yang masih ingusan nekad bekerja dalam dominasi laki-laki di tempat kerja.

Beliau lalu berdiri dan menjabat tanganku “Selamat datang di Kabar Cherbond. Selamat bergabung bersama keluarga Kabar Cherbond. Kami tunggu karya dan kreativitasmu bersama Kabar Cherbond. Besok kamu langsung ikut magang bersama jurnalis senior. Semua bidang harus kamu masuki, dari berita politik, kriminal, ekonomi dan bisnis.”

Aku tertegun. Begitu mudahnya masuk perusahaan media, apalagi Kabar Cherbond adalah salah satu media lokal terbesar di wilayah 3 Cirebon. Sesampai di rumah aku langsung mencium tangan Ibu dan menyampaikan kabar gembira ini. Ibu menangis terharu. Memandangku dengan mata nanar. “Semoga Ibu bisa terus melihatmu menapaki tangga keberhasilan hidup. Doa Ibu akan selalu menyertaimu Nak.”

15 Januari 2007

Aku pamit sama Ibu. Berangkat ke kantor pusat Kabar Cherbond di Kota Cirebon. Aku bilang sama Ibu, satu minggu aku akan meninggalkan rumah. Magang kerja menjadi salah satu jurnalis di media Kabar Cherbond. Saat itu aku tak punya firasat apa-apa. Aku hanya melihat wajah ibu yang nampak tua dan lelah. Meski saat itu Ibu kerap kali mengeluh sakit, tapi tak pernah mau di bawa berobat ke dokter atau rumah sakit. Ibu hanya bilang tak apa-apa nanti juga akan hilang sendiri.

21 Januari 2007

Aku pulang lagi ke rumah setelah satu minggu menyelesaikan salah satu syarat menjadi jurnalis tetap, yakni magang kerja bersama jurnalis senior. Aku benar-benar kerasan bersama para jurnalis di Kabar Cherbond. Mereka semua orang-orang yang penuh dedikasi, dan semangat kerja, produktif serta kreatif. Ada saja ide-ide segar yang bisa dijadikan bahan liputan atau tulisan.

Aku ikut termotivsi dan terinspirasi bersama orang-orang hebat itu. Sejenak bisa aku lupakan segala persoalan di rumah. Sesekali kadang aku juga mengabari Ibu yang kadang tak sabar ingin tahu bagaimana kondisiku di tempat kerja yang baru. Dan tak lupa aku menanyakan kabar Ibu dan kesehatannya.

Sesampai di rumah aku melihat Ibu malah semakin parah kondisinya. Kata para tetangga Ibu terlampau sedih di tinggal aku selama satu minggu. Sebagai anak satu-satunya dan perempuan lagi, tentu Ibu terlampau mengkhawatirkanku. Mengingat akhir-akhir ini di media televisi ada saja berita negatif tentang perempuan lajang yang tinggal sendirian di luar kota.

Setelah aku di rumah, dan aku bujuk rayu Ibu agar mau di bawa ke rumah sakit, aku bilang pada Ibu apakah masih ingin melihat anaknya sukses, menikah dan nanti punya cucu. Akhirnya Ibu mau aku antar ke rumah sakit. Karena mungkin penyakit Ibu sudah parah dokter menyuruh Ibu untuk opname dan operasi. Saat itu demi kesehatan Ibu aku iyakan saja. Yang penting Ibu bisa kembali sembuh seperti sedia-kala.

28 Januari 2007

Ibu telah usai di operasi. Setiap hari aku bolak-balik dari rumah sakit ke tempat kerja. Sesekali pulang ke rumah hanya untuk mandi dan ganti baju. Aku senang semangat hidup Ibu telah kembali lagi. Tetapi kadang aku tidak tega juga setiap kali perawat membersihkan bekas luka operasi. Ibu seperti menahan sakit dan menahan air mata agar tidak keluar. Selalu aku tanyakan apakah sakit Bu. Jawabnya tidak, hanya sakit sedikit. Tapi aku tahu mata Ibu tidak bisa di bohongi, ia terus mengeluarkan air mata tanda bahwa sakitnya tak tertahankan lagi.

29 Januari 2007

Hari itu aku lelah sekali. Ada lebih dari lima titik liputan dari pagi hingga sore. Padahal malamnya aku begadang menemani Ibu di rumah sakit. Pagi sebelum berangkat aku tanya pada Ibu ingin di bawakan apa. Ingin dibelikan apa. Ingin makan apa. Dan Ibu menjawab ingin makan dendeng daging sapi dan buah durian.

Aku titipkan Ibu pada para perawat. Hari ini lagi-lagi aku tak punya firasat apa-apa. Aku berangkat seperti biasa, dengan membawa kamera digital, buku notes kecil dan flashdisch. Sesuai permintaan Ibu, pulang kerja aku bawakan apa yang Ibu inginkan. Ibu makan sedikit dendeng sapinya, sedangkan buah durian belum disentuh sama sekali.

Dan tiba-tiba malam sekitar jam 10 malam ibu kejang-kejang. Luka operasinya mengalami infeksi. Malam itu Ibu tak sadarkan diri dan koma. Aku terjaga menunggu keajaiban itu datang. Berharap mata itu akan terbuka lagi. Ketika raga ini tak sanggup menahan kantuk aku tertidur di samping Ibu. Dengan tanganku tetap memegang tangan Ibu.

30 Januari 2007

Sayu-sayup adzan subuh terdengar. Aku terbangun namun mata Ibu masih tertutup rapat. Aku segera menjalankan ibadah shalat subuh. Berharap masih ada keajaiban, Ibu akan sadar kembali dan pulang ke rumah. Jam di dinding terus bergerak, dan tiba-tiba saja tubuh Ibu bergerak pelan sekali. Aku mendekati hanya kalimat “Allah” yang aku dengar lirih. Lalu Ibu pergi untuk selamanya.

Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un. Aku tergugu menangis seorang diri. Ibu telah menyusul Ayah menghadap ke haribaanNya. Di usia 19 aku menjadi Yatim dan kini di usia 22 aku pun menjadi piatu. Maafkan anakmu Ibu, belum bisa membahagiakanmu. Maafkan anakmu yang belum bisa memberikan senyum kebanggaan di wajahmu.

Maafkan anakmu Ibu yang belum mampu mempersembahkan gelar sarjana. Maafkan anakmu Ibu yang kerap kali membuatmu menangis. Maafkan anakmu Ibu yang selalu menyusahkanmu. Maafkan anakmu Ibu yang meski aku tahu di malam-malam sunyimu ada namaku kau sebut dalam doa, namun aku tetap saja sering abai terhadap kehadiranmu.

Maafkan, begitu banyak yang ingin aku sampaikan padamu. Terimakasih telah menjadi Ibu yang hebat bagiku. Terimakasih telah mendidikku menjadi perempuan, gadis kecilmu yang tetap apa adanya. Terimakasih telah mengajarkanku untuk menjadi perempuan yang kuat, terimakasih telah mengingatkanku agar menjadi perempuan yang berdikari –berdiri di atas kaki sendiri-, perempuan yang tegar menatap masa depannya meski tanpa kepastian.

Damailah Ibu dalam tidur panjangmu. Sampaikan salamku untuk Ayah. Sarah akan baik-baik saja, karena kehidupan harus terus berjalan.  Dan di hari itu juga Ibu di makamkan. Persis di samping makam ayah. Langkah kakiku akan terus berjalan, meski tanpa kehadiran orang tua. Di alam sana, aku percaya mereka akan tetap melihatku dari kejauhan. Akan aku tunaikan janjiku menjadi sarjana, meniti jalan masa depan dengan percaya diri dan langkah pasti.

Sayup-sayup terngiang lagu “Ibu” yang dinyanyikan Bang Iwan Fals. “Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu, sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu. lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku, dengan apa membalas ibu.” Dengan berurai air mata, aku mengantarkan jenazah Ibu menuju keabadian.[]

Tags: cerita pendekHari IbuHari Pergerakan Perempuan IndonesiaIbuperempuanSastra
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah sudah
Publik

Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

14 November 2025
Film Pangku
Film

Film Pangku: Kasih Ibu yang Tak Pernah Sirna

14 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

14 November 2025
Kepemimpinan Perempuan
Keluarga

3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

14 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film CODA (2021): Potret Keluarga Ala Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini
  • Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur
  • Film CODA (2021): Potret Keluarga Ala Perspektif Mubadalah
  • Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan
  • Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID