Mubadalah.id – Tanpa terasa kita telah memasuki Ramadan di sepuluh hari kedua. Waktu yang tepat untuk memohon ampunan Allah. Sebagaimana penjelasan pakar ilmu tafsir dan hukum Islam Prof KH Ahsin Sakho Muhammad, yang saya kutip dari laman republika.co, di mana ia mengatakan bahwa ada hadis yang menjelaskan tentang keutamaan sepuluh hari pertama bulan Ramadan. Yakni rahmat dari Allah akan turun. Lalu, Di sepuluh hari kedua Ramadan akan turun ampunan dari Allah. Dan terakhir, di sepuluh hari ketiga, Allah membebaskan manusia dari siksa api neraka.
Maka tak jarang, bahkan hampir sebagian besar umat muslim di dunia berharap keberkahan Ramadan ini dengan menjalankan I’tikaf di rumah Tuhan. Menjadikan keheningan sebagai laku spiritual seperti yang pernah ditempuh oleh para manusia pilihan Tuhan. Karena ada tempat dan saat ketika pengalaman spiritual itu terjadi pada keheningan dan kesendirian. Melalui hening dan sendiri itu, agama-agama di dunia mendapat energinya.
Di Gua Hira, Nabi Muhammad Saw, dalam kesendirian yang paling puncak itulah datang titah Allah untuk Iqra’. Tuhan memerintahkannya untuk membaca yang tertulis, dan tak tertulis. Di mana wahyu adalah sebuah pengalaman yang sublim. Tapi justru dengan itu jelas betapa pentingnya makna “membaca”. Dalam kesendirian, sebagai manusia pilihan Nabi Muhammad Saw, menurut Goenawan Muhammad dalam Catatan Pinggir edisi ke 11, menegaskan tentang peran bahasa. Yakni sarana komunikasi yang terbentuk dan ditumbuhkan bersama orang lain. Di mana kini kita mengenalnya dengan nama Al-Qur’an.
Kisah Para Manusia Pilihan Tuhan Lainnya
Di antara manusia pilihan Tuhan yang lain itu, tersebut pula Sidharta Gautama, ia bersemedi di bawah pohon bodhi. Sudah lama ia ditinggalkan oleh kelima temannya. Mereka menilai pangeran yang menjadi rahib pengembara itu tak suci lagi. Sidharta dalam keadaan yang hampir mati setelah berhari-hari memilih lapar, akhirnya menyantap makanan juga.
Sidharta sadar tubuhnya punya batas seperti orang kebanyakan. Tapi justru ketika dalam kondisi tak punya keinginan untuk memposisikan diri dalam kesempurnaan yang mustahil bagi orang kebanyakan itu, Budha mendapatkan pencerahan. Dan orang mulai berdatangan padanya.
Demikian juga Nabi Musa. Ia naik ke puncak gunung Tursina. Tuhan melarangnya membawa orang lain untuk menemuiNya. Tapi di sana ia dapatkan sesuatu yang bukan untuk dirinya sendiri. Ketika kemudian Nabi Musa turun, ia mengabarkan sepuluh perintah Yahweh untuk Bani Israel. Hukum itu meneguhkan identitas orang-orang Yahudi sebagai satu komunitas.
Sementara itu di Padang Gurun, Yesus juga sendiri, berpuasa 40 hari 40 malam. Iblis datang menggodanya dengan tawaran agar ia merengkuh kerajaan di dunia. Satu hal kelak yang akan dikatakannya lagi, bahwa “Kerajaanku tidak di bumi.” Tapi Yesus, yang disebut Raja sejak bayi di palungan, sampai dengan saat penyaliban di Golgotha, dalam perjalanannya juga disebut sebagai guru. Ia dengan kata yang hidup, ia yang hendak berbicara, didengarkan dan diikuti oleh umatnya.
Puncak Keheningan itu Ada dalam Jiwa
Istilah semarak Ramadan, dengan malam-malamnya yang gegap gempita, barangkali menurut saya kurang tepat. Bunyi toa terdengar di mana-mana, di masjid dan musala, orang-orang berkumpul bertadarus bersama dengan dalih menghidupkan malam Ramadan. Bahkan hingga sahur menjelang. Padahal puncak laku spiritual itu ada dalam keheningan. Ia bersemayan dalam jiwa.
Sebagaimana kisah para manusia pilihan Tuhan, yang memilih sepi dan sendiri. Di Gua Hira, di bawah Pohon Bodhi, di puncak Gunung Tursina, dan di padang gurun yang tandus. Para manusia pilihan itu bercakap-cakap dengan Tuhannya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 186:
وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
Artinya: “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dan janji Tuhan itu nyata. Mari kita manfaatkan di sepuluh hari kedua dan ketiga Ramadan tahun ini dengan mendekat, dan memohon segala pinta. Mengikuti jejak langkah para manusia pilihan Tuhan, yang memilih laku spiritual jalan hening dan kesendirian. []